Empat pelajar sindikat jambret dibekuk
A
A
A
Sindonews.com - Empat pelajar, satu di antaranya putus sekolah, ditangkap Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim) Polrestabes Semarang karena menjadi sindikat penjambretan.
Masing - masing tersangka; dua pelajar kelas 2 SMK; AA (17) dan LC (17). Tersangka lain; NR alias Bagong (17), yang keluar sekolah SMK, dan S alias Tetet (15), pelajar kelas 3 SMP.
Penjambretan dilakukan oleh NR dan S, menyerobot tas milik perempuan berboncengan sepeda motor di Jalan Brigjen Sudiarto Semarang pada 29 Maret lalu. Dari tas itu, mereka mendapat uang tunai Rp4juta.
AA dan LC diberi uang masing - masing Rp700ribu oleh NR dan S dengan kesepakatan tidak membocorkan aksi penjambretannya.
"Saya kenal mereka satu tongkrongan sepeda motor, saya tidak ikut menjambret, tetapi mengetahui dari cerita - cerita, saya dikasih uang Rp700ribu dengan syarat tidak membocorkan aksi mereka, jambretnya pakai motor Honda Absolute Revo," kata AA saat gelar perkara di Mapolrestabes Semarang, Kamis (18/4/2013).
Uang itu, kata AA, digunakan untuk jajan. Ia mengaku sempat menyisihkan Rp200ribu untuk diberikan ke anak jalanan Semarang. "Untuk amal," katanya datar.
Sementara tersangka LC mengaku uang Rp700ribu yang diterimanya, digunakan untuk mentraktir teman - temannya jajan.
Mereka adalah 4 dari total 18 penjahat yang ditangkap Polrestabes Semarang bersama polsek - polsek. Selain itu, turut ditangkap pula 29 orang yang diklaim polisi sebagai preman.
Salah satu yang ditangkap bernama Satu (60). Ia mengaku berasal dari Madura yang sudah satu tahun terkahir tinggal di Semarang.
"Saya tinggal di kawasan Perbalan Semarang Utara, saya tidak tahu kenapa ditangkap polisi, tiap harinya saya hanya meminta - minta," kata bapak dua anak ini.
Sementara Dwiyantoro (28), pengamen warga Mranggen Demak, mengaku ditangkap di daerah Semarang Barat saat mengamen.
"Saya memang bawa pisau, itu dimasukkan tas, hanya untuk jaga - jaga saja, itu kan pisau dapur," ungkapnya.
Kapolrestabes Semarang, Komisaris Besar (Polisi) Elan Subilan mengatakan banyaknya tersangka kejahatan ini adalah salah satu jawaban pihaknya kepada masyarakat yang selama ini resah dengan keamanan di wilayah hukumnya.
"Memang masih jauh dari harapan masyarakat, saya akui itu, kami akan terus bekerja," timpalnya.
Terkait puluhan orang yang diklaim sebagai preman itu, ujar dia, akan dilakukan pendataan. Pihaknya juga bekerja sama dengan instansi terkait, semisal Dinas Sosial.
"Akan kami proses, bisa pembinaan, diserahkan ke Dinas Sosial atau sampai ke pengadilan (proses hukum), karena sebelumnya kami sempat menggelar razia preman, ternyata mereka yang berkeliaran di jalan terbukti melakukan tindak pidana, jadi diproses hukum, selama ini memang meresahkan warga," tandasnya.
Masing - masing tersangka; dua pelajar kelas 2 SMK; AA (17) dan LC (17). Tersangka lain; NR alias Bagong (17), yang keluar sekolah SMK, dan S alias Tetet (15), pelajar kelas 3 SMP.
Penjambretan dilakukan oleh NR dan S, menyerobot tas milik perempuan berboncengan sepeda motor di Jalan Brigjen Sudiarto Semarang pada 29 Maret lalu. Dari tas itu, mereka mendapat uang tunai Rp4juta.
AA dan LC diberi uang masing - masing Rp700ribu oleh NR dan S dengan kesepakatan tidak membocorkan aksi penjambretannya.
"Saya kenal mereka satu tongkrongan sepeda motor, saya tidak ikut menjambret, tetapi mengetahui dari cerita - cerita, saya dikasih uang Rp700ribu dengan syarat tidak membocorkan aksi mereka, jambretnya pakai motor Honda Absolute Revo," kata AA saat gelar perkara di Mapolrestabes Semarang, Kamis (18/4/2013).
Uang itu, kata AA, digunakan untuk jajan. Ia mengaku sempat menyisihkan Rp200ribu untuk diberikan ke anak jalanan Semarang. "Untuk amal," katanya datar.
Sementara tersangka LC mengaku uang Rp700ribu yang diterimanya, digunakan untuk mentraktir teman - temannya jajan.
Mereka adalah 4 dari total 18 penjahat yang ditangkap Polrestabes Semarang bersama polsek - polsek. Selain itu, turut ditangkap pula 29 orang yang diklaim polisi sebagai preman.
Salah satu yang ditangkap bernama Satu (60). Ia mengaku berasal dari Madura yang sudah satu tahun terkahir tinggal di Semarang.
"Saya tinggal di kawasan Perbalan Semarang Utara, saya tidak tahu kenapa ditangkap polisi, tiap harinya saya hanya meminta - minta," kata bapak dua anak ini.
Sementara Dwiyantoro (28), pengamen warga Mranggen Demak, mengaku ditangkap di daerah Semarang Barat saat mengamen.
"Saya memang bawa pisau, itu dimasukkan tas, hanya untuk jaga - jaga saja, itu kan pisau dapur," ungkapnya.
Kapolrestabes Semarang, Komisaris Besar (Polisi) Elan Subilan mengatakan banyaknya tersangka kejahatan ini adalah salah satu jawaban pihaknya kepada masyarakat yang selama ini resah dengan keamanan di wilayah hukumnya.
"Memang masih jauh dari harapan masyarakat, saya akui itu, kami akan terus bekerja," timpalnya.
Terkait puluhan orang yang diklaim sebagai preman itu, ujar dia, akan dilakukan pendataan. Pihaknya juga bekerja sama dengan instansi terkait, semisal Dinas Sosial.
"Akan kami proses, bisa pembinaan, diserahkan ke Dinas Sosial atau sampai ke pengadilan (proses hukum), karena sebelumnya kami sempat menggelar razia preman, ternyata mereka yang berkeliaran di jalan terbukti melakukan tindak pidana, jadi diproses hukum, selama ini memang meresahkan warga," tandasnya.
(rsa)