Sidang pembunuhan polisi dihujani cacian
A
A
A
Sindonews.com - Sidang perdana perkara pembunuhan anggota Polsek Sananwetan, Kota Blitar Brigadir Inspektur Satu Prayoga Ardi Priyanto (25) diwarnai amarah pihak keluarga.
Selain melontarkan sumpah serapah dan cacian, pihak keluarga menuntut terdakwa Mohammad Muad alias Ustadz (30) warga Panjangjiwo, Surabaya untuk dihukum mati.
“Nyawa dibayar nyawa. Pelaku harus dihukum mati,“ teriak Rudianto ayah kandung Briptu Yoga di Pengadilan Negeri Blitar, Senin (8/4/2013) sore.
Untungnya, luapan amarah Rudi dengan Ninik Dwi Kurnini istrinya itu tidak sampai mengarah pada aksi main hakim sendiri.
Sejumlah petugas kepolisian setempat langsung mencegahnya. Sementara Muad, lelaki bertubuh kerempeng dengan baju tahanan Lapas Blitar itu terus menundukkan kepala.
Begitu juga saat duduk di kursi pesakitan dan jaksa penuntut umum mulai membacakan berkas dakwaanya, pembunuh bayaran yang keseharianya sebagai pengumpul barang bekas (rosok) itu terus menunduk.
Peristiwa pembunuhan yang terjadi dimalam pergantian tahun baru 2012 itu bermotif asmara cinta segitiga. Setelah tidak mampu memisahkan hubungan Briptu Yoga dengan Wati (seorang pemandu lagu) melalui cara supranatural, Muad diminta saksi Ruslan untuk menyudahi hidup Yoga.
Ruslan merupakan perwira polisi yang pernah menjabat sebagai Wakapolres Kota Blitar. Ia marah dan tidak bisa menerima kenyataan begitu mengetahui Yoga yang notabene anak buahnya menjalin hubungan dengan perempuan simpananya (Wati).
Dalam kasus pembunuhan sadis ini terdakwa dijerat dengan pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana junto pasal 338, 354 dan 351 dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Sementara kuasa hukum terdakwa, yakni Sutomo SH dan Beni Wahyudi, SH kepada ketua majelis hakim mengatakan akan menjawab semua dakwaan JPU pada agenda eksepsi.
“Kita akan menjawab pada sidang pembacaan eksepsi mendatang,“ ujar Sutomo singkat.
Selain melontarkan sumpah serapah dan cacian, pihak keluarga menuntut terdakwa Mohammad Muad alias Ustadz (30) warga Panjangjiwo, Surabaya untuk dihukum mati.
“Nyawa dibayar nyawa. Pelaku harus dihukum mati,“ teriak Rudianto ayah kandung Briptu Yoga di Pengadilan Negeri Blitar, Senin (8/4/2013) sore.
Untungnya, luapan amarah Rudi dengan Ninik Dwi Kurnini istrinya itu tidak sampai mengarah pada aksi main hakim sendiri.
Sejumlah petugas kepolisian setempat langsung mencegahnya. Sementara Muad, lelaki bertubuh kerempeng dengan baju tahanan Lapas Blitar itu terus menundukkan kepala.
Begitu juga saat duduk di kursi pesakitan dan jaksa penuntut umum mulai membacakan berkas dakwaanya, pembunuh bayaran yang keseharianya sebagai pengumpul barang bekas (rosok) itu terus menunduk.
Peristiwa pembunuhan yang terjadi dimalam pergantian tahun baru 2012 itu bermotif asmara cinta segitiga. Setelah tidak mampu memisahkan hubungan Briptu Yoga dengan Wati (seorang pemandu lagu) melalui cara supranatural, Muad diminta saksi Ruslan untuk menyudahi hidup Yoga.
Ruslan merupakan perwira polisi yang pernah menjabat sebagai Wakapolres Kota Blitar. Ia marah dan tidak bisa menerima kenyataan begitu mengetahui Yoga yang notabene anak buahnya menjalin hubungan dengan perempuan simpananya (Wati).
Dalam kasus pembunuhan sadis ini terdakwa dijerat dengan pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana junto pasal 338, 354 dan 351 dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Sementara kuasa hukum terdakwa, yakni Sutomo SH dan Beni Wahyudi, SH kepada ketua majelis hakim mengatakan akan menjawab semua dakwaan JPU pada agenda eksepsi.
“Kita akan menjawab pada sidang pembacaan eksepsi mendatang,“ ujar Sutomo singkat.
(ysw)