Kejati minta Wali Kota Makassar kooperatif
A
A
A
Sindonews.com - Tim penyidik bidang pidana khusus Kejati Sulsel menjadwalkan pemeriksaan terhadap Wali Kota Makassar Ilham Arief Siradjuddin.
Ilham akan dimintai keterangan dalam kapasitas sebagai Ketua Tim 9 Pengadaan Lahan Pembangunan Celebes Convention Centre (CCC) di Kawasan Tanjung Bunga Makassar pada tahun 2005.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sulsel Chaerul Amir mengatakan, seluruh anggota Tim 9 sudah dimintai keterangan terkait pengadaan lahan CCC tersebut.
"Untuk mengungkap kasus ini, penyidik sudah menjadwalkan pemeriksaan terhadap Ketua Tim 9 (Ilham Arief Suradjuddin). Kami berharap dia (Ilham) bisa membuka tuntas kasus ini melalui keterangannya," ungkapnya, Senin (29/4/2013).
Chaerul menyebutkan, keterangan dari Ilham sangat diperlukan penyidik sebelum menetapkan tersangka baru dalam perkara ini. Pasalnya, pada keterangan Tim 9 lainnya semuanya menyudutkan Pemprov Sulsel sebagai pihak yang mengatur penentuan lokasi pembangunan CCC hingga proses pembayaran yang kemudian belakangan disebut sebagai pemberian santunan.
"Ketua Tim 9 pastinya mengetahui dan menerima laporan semua proses mulai dari penentuan lokasi hingga proses pembayaran santunan. Kalau misalnya Tim 9 ini dibentuk setelah semua kesepakatan selesai ditingkat Pemprov Sulsel, maka keterangan dari Ketua Tim 9 juga penting," ujar mantan Kajari Palopo tersebut.
Diketahui, sebelumnya Sekretaris Tim 9 yang juga mantan Asisten I Pemkot Makassar Tadjuddin Noer dalam keterangannya di hadapan penyidik menyudutkan Pemprov Sulsel utamanya Ketua Tim Koordinas/mantan Kepala Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda) Sulsel Sangkala Ruslan dan mantan Sekprov Sulsel Tjonneng Mallombassang.
Tadjuddin menyebutkan, dalam posisi sebagai tim inventarisasi lahan maka dia melakukan pengecekan lahan dan melakukan inventarisasi pemilik-pemilik lahan, dalam proses tersebut tim inventarisasi sudah menyampaikan kepada Pemprov Sulsel dalam hal ini Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Kadisperindag) Sidik Salam dan Sangkala Ruslan kalau lahan yang ditunjuk Pemprov Sulsel merupakan tanah negara dan tidak bisa dilakukan pembayaran ganti rugi.
Akan tetapi, dengan alasan sudah disiapkan anggaran sebesar Rp3,6 miliar untuk pembebasan lahan tanah seluas enam hektar, pembayaran akhirnya ngotot dilakukan pihak Pemprov. Terlebih setelah keluarnya surat Sekprov Sulsel Tjonneng Mallombassang tertanggal 17 Maret 2005 yang ditujukan kepada panitia sembilan untuk membebaskan lahan Hamid Rahim Sese. Tim melakukan pembayaran atas perintah Sekretaris Provinsi Sulsel atas nama Gubernur Sulsel.
Terpisah, juru bicara Hamid Rahim Sese, Muhammad Arsyad, mengatakan, posisi Hamid Rahim hanya sebagai orang yang menerima pembayaran selaku pemilik lahan. Harusnya, menurut dia kalau terjai penyelewengan anggaran maka bukan Hamid Rahim yang dihukum, akan tetapi pihak yang memberi uang.
"Pak Hamid Rahim memiliki bukti kalau dia pemilik lahan yang ditunjuk sebagai lokasi pembangunan CCC iu. Bukti pajak ada dan putusan Mahkamah Agung juga menguatkan kalau lahan yang awalnya sebagai empang itu adalah milik Hamid Rahim. Kalau terjadi penyelewengan kenapa Pak Hamid yang dihukum ?, harusnya yang dihukum adalah pemberi uang," tegas Arsyad.
Ilham akan dimintai keterangan dalam kapasitas sebagai Ketua Tim 9 Pengadaan Lahan Pembangunan Celebes Convention Centre (CCC) di Kawasan Tanjung Bunga Makassar pada tahun 2005.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sulsel Chaerul Amir mengatakan, seluruh anggota Tim 9 sudah dimintai keterangan terkait pengadaan lahan CCC tersebut.
"Untuk mengungkap kasus ini, penyidik sudah menjadwalkan pemeriksaan terhadap Ketua Tim 9 (Ilham Arief Suradjuddin). Kami berharap dia (Ilham) bisa membuka tuntas kasus ini melalui keterangannya," ungkapnya, Senin (29/4/2013).
Chaerul menyebutkan, keterangan dari Ilham sangat diperlukan penyidik sebelum menetapkan tersangka baru dalam perkara ini. Pasalnya, pada keterangan Tim 9 lainnya semuanya menyudutkan Pemprov Sulsel sebagai pihak yang mengatur penentuan lokasi pembangunan CCC hingga proses pembayaran yang kemudian belakangan disebut sebagai pemberian santunan.
"Ketua Tim 9 pastinya mengetahui dan menerima laporan semua proses mulai dari penentuan lokasi hingga proses pembayaran santunan. Kalau misalnya Tim 9 ini dibentuk setelah semua kesepakatan selesai ditingkat Pemprov Sulsel, maka keterangan dari Ketua Tim 9 juga penting," ujar mantan Kajari Palopo tersebut.
Diketahui, sebelumnya Sekretaris Tim 9 yang juga mantan Asisten I Pemkot Makassar Tadjuddin Noer dalam keterangannya di hadapan penyidik menyudutkan Pemprov Sulsel utamanya Ketua Tim Koordinas/mantan Kepala Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda) Sulsel Sangkala Ruslan dan mantan Sekprov Sulsel Tjonneng Mallombassang.
Tadjuddin menyebutkan, dalam posisi sebagai tim inventarisasi lahan maka dia melakukan pengecekan lahan dan melakukan inventarisasi pemilik-pemilik lahan, dalam proses tersebut tim inventarisasi sudah menyampaikan kepada Pemprov Sulsel dalam hal ini Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Kadisperindag) Sidik Salam dan Sangkala Ruslan kalau lahan yang ditunjuk Pemprov Sulsel merupakan tanah negara dan tidak bisa dilakukan pembayaran ganti rugi.
Akan tetapi, dengan alasan sudah disiapkan anggaran sebesar Rp3,6 miliar untuk pembebasan lahan tanah seluas enam hektar, pembayaran akhirnya ngotot dilakukan pihak Pemprov. Terlebih setelah keluarnya surat Sekprov Sulsel Tjonneng Mallombassang tertanggal 17 Maret 2005 yang ditujukan kepada panitia sembilan untuk membebaskan lahan Hamid Rahim Sese. Tim melakukan pembayaran atas perintah Sekretaris Provinsi Sulsel atas nama Gubernur Sulsel.
Terpisah, juru bicara Hamid Rahim Sese, Muhammad Arsyad, mengatakan, posisi Hamid Rahim hanya sebagai orang yang menerima pembayaran selaku pemilik lahan. Harusnya, menurut dia kalau terjai penyelewengan anggaran maka bukan Hamid Rahim yang dihukum, akan tetapi pihak yang memberi uang.
"Pak Hamid Rahim memiliki bukti kalau dia pemilik lahan yang ditunjuk sebagai lokasi pembangunan CCC iu. Bukti pajak ada dan putusan Mahkamah Agung juga menguatkan kalau lahan yang awalnya sebagai empang itu adalah milik Hamid Rahim. Kalau terjadi penyelewengan kenapa Pak Hamid yang dihukum ?, harusnya yang dihukum adalah pemberi uang," tegas Arsyad.
(rsa)