Ini analisia PVMG terhadap longsor Cililin
A
A
A
Sindonews.com - Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi, Surono, menyatakan lokasi longsor di Desa Mukapayung, Cililin, Bandung Barat, tersebut termasuk dalam zona kerentanan tinggi.
"Artinya daerah ini sering terjadi gerakan tanah, salah satunya longsoran," katanya kepada wartawan, Senin (25/3/2013).
Berdasarkan catatan PVMBG, Cililin sudah beberapa kali terkena longsor. Namun, banyak masyarakat yang justru tinggal di daerah yang tingkat kerawanan longsornya sangat tinggi.
"Banyak masyarakat yang tinggal di bawah lereng terjal sekira 30 sampai 45 meter di bawah bukit. Parahnya, di atas lereng justru ditanami oleh tanaman semusim. Sehingga tanah di atas lereng sudah digemburkan dan memudahkan air meresap. Sedangkan di bagian bawah, terdapat tanah keras dan bebatuan. Di daerah tersebutlah warga mendirikan rumah-rumah dan juga bertani," jelas Surono.
Menurut Surono, hujan yang terjadi semalaman membuat tanah di atas lereng seolah menjadi bubur yang memicu gerakan tanah yang sangat cepat esok harinya.
"Ciri tanah yang zona kerentanannya tinggi ya seperti ini, tanahnya subur, mudah diolah, banyak memiliki mata air yang bergerak di antara tanah gembur dan keras," terang Surono, yang juga pakar pergerakan tanah selain pakar gunung api.
Longsoran terjadi karena adanya air yang bergerak di antara tanah gembur dan keras. "Dengan adanya mata air membuat ada bidang batas tanah gembur dan keras, di situlah terjadi longsor," terangnya.
Menurutnya, tanah yang gembur menjadikan air seperti pelicin atau oli di antara bidang tanah gembur dan keras. Pengaruh air membuat tanah makin berat dan bergerak.
Upaya penanaman pohon keras di atas bukit tidak akan mengubah zona kerawanan tinggi ke zona rendah. Paling tidak pohon hanya akan menghambat gerakan tanah, itu pun jika akar tunggangnya mampu menembus batu yang ada di lapisan bawah.
"Artinya daerah ini sering terjadi gerakan tanah, salah satunya longsoran," katanya kepada wartawan, Senin (25/3/2013).
Berdasarkan catatan PVMBG, Cililin sudah beberapa kali terkena longsor. Namun, banyak masyarakat yang justru tinggal di daerah yang tingkat kerawanan longsornya sangat tinggi.
"Banyak masyarakat yang tinggal di bawah lereng terjal sekira 30 sampai 45 meter di bawah bukit. Parahnya, di atas lereng justru ditanami oleh tanaman semusim. Sehingga tanah di atas lereng sudah digemburkan dan memudahkan air meresap. Sedangkan di bagian bawah, terdapat tanah keras dan bebatuan. Di daerah tersebutlah warga mendirikan rumah-rumah dan juga bertani," jelas Surono.
Menurut Surono, hujan yang terjadi semalaman membuat tanah di atas lereng seolah menjadi bubur yang memicu gerakan tanah yang sangat cepat esok harinya.
"Ciri tanah yang zona kerentanannya tinggi ya seperti ini, tanahnya subur, mudah diolah, banyak memiliki mata air yang bergerak di antara tanah gembur dan keras," terang Surono, yang juga pakar pergerakan tanah selain pakar gunung api.
Longsoran terjadi karena adanya air yang bergerak di antara tanah gembur dan keras. "Dengan adanya mata air membuat ada bidang batas tanah gembur dan keras, di situlah terjadi longsor," terangnya.
Menurutnya, tanah yang gembur menjadikan air seperti pelicin atau oli di antara bidang tanah gembur dan keras. Pengaruh air membuat tanah makin berat dan bergerak.
Upaya penanaman pohon keras di atas bukit tidak akan mengubah zona kerawanan tinggi ke zona rendah. Paling tidak pohon hanya akan menghambat gerakan tanah, itu pun jika akar tunggangnya mampu menembus batu yang ada di lapisan bawah.
(rsa)