1 kapal asal Sibolga dibakar, 23 ABK disandera
A
A
A
Sindonews.com - Sebanyak 23 orang Anak Buah Kapal (ABK) kapal jaring Murami asal Sibolga dan Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng) dilaporkan disandera oleh panglima laut di wilayah perairan Aceh Selatan, Propinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD), sejak Rabu 16 Januari 2013.
Belum diketahui sampai sekarang bagaimana nasib ke 23 awak kapal itu. Sementara kapal yang ditumpangi mereka tersebut telah dibakar oleh pihak Panglima laut yang menangkap mereka.
Komandan Pangkalan TNI Angkatan Laut (Danlanal) Letnan Kolonel Laut (P) Sibolga yang dikonfirmasi melalui Pasi Intel Kapten (E) Arief Subaedi membenarkan informasi itu setelah mereka mengeceknya.
“Benar, setelah kita cari tahu, ada satu unit kapal jaring Gurami di bakar tapi tentang ke 23 orang awaknya belum kita ketahui pasti apakah disandera atau bagaimana,” ungkap Arief menjawab SINDO melalui telepon selular, Kamis (17/1/2013).
Dia menjelaskan, kapal ikan tersebut informasinya milik warga Sibolga marga Sinambela dan selama ini memilih bersandar di dermaga Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) di Kelurahan Pondok Batu, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng).
“Cuma kita belum dapat komunikasi dengan Sinambela, karena kebetulan orangtua Sinambela selaku pemilik kapal meninggal siang tadi di Medan dan dibawa ke Tarutung,” tuturnya.
Kapten (E) Arief juga menjelaskan, selain kapal itu, disebutkan juga bahwa ada satu unit kapal lainnya berukuran kecil sekitar 10GT bertangkahan di wilayah Ancol, Sibolga, yang dikejar – kejar pada saat yang bersamaan.
Namun sejauh ini pun pihaknya belum mengetahui keberadaan dari kapal itu yang disebut sempat melarikan diri walau mengalami kerusakan mesin.
Dia mengatakan, pihaknya sejauh ini hanya bisa menunggu perkembangan dari peristiwa itu, mengingat kejadiannya berlangsung di luar wilayah hukum Lanal Sibolga yakni berada di propinsi NAD.
“Kita belum dapat informasi dari Lantamal I Belawan selaku yang membawahi wilayah itu dan kita tunggu perkembangannya, termasuk perkembangan di daerah ini,” tukasnya.
Dia menuturkan, peraturan hukum di wilayah NAD berbeda dengan di daerah lain. Pihak penegak hukum pun tidak dapat berbuat apa-apa dengan kondisi otonomi khusus disana.
Pasalnya disana (NAD), mereka memiliki peraturan daerah sendiri sehingga setiap Kelurahan, Lingkungan atau wilayah memiliki panglima laut sendiri - sendiri.
“Salah satu peraturan disana, setiap kapal asing yang masuk ke wilayah perairan mereka ditangkap dan dikenakan denda. Bahkan pada hari Jumat kapal – kapal dilarang melaut melakukan penangkapan ikan, karena dianggap melanggar syariat Islam,” tuturnya.
Menurut Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) kota Sibolga, Ichwan Irvan Tanjung, inilah akibat dari system otonomi daerah yang kebablasan mengakibatkan masyarakat nelayan di daerah penangkapan tidak lagi mematuhi aturan perundang-undangan pemerintah RI.
Tetapi, lebih mendahulukan kapasitas daerah. Ditambah, kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) masyarakat nelayan sehingga mudah sekali untuk diprovokasi atau dimanfaatkan oleh oknum – oknum tertentu.
“Jadi kita dari HNSI sangat prihatin akan kejadian itu dan akan berupaya menjembati atau menghubungi pihak HNSI daerah tempat kejadian,” tandas Irfan.
Belum diketahui sampai sekarang bagaimana nasib ke 23 awak kapal itu. Sementara kapal yang ditumpangi mereka tersebut telah dibakar oleh pihak Panglima laut yang menangkap mereka.
Komandan Pangkalan TNI Angkatan Laut (Danlanal) Letnan Kolonel Laut (P) Sibolga yang dikonfirmasi melalui Pasi Intel Kapten (E) Arief Subaedi membenarkan informasi itu setelah mereka mengeceknya.
“Benar, setelah kita cari tahu, ada satu unit kapal jaring Gurami di bakar tapi tentang ke 23 orang awaknya belum kita ketahui pasti apakah disandera atau bagaimana,” ungkap Arief menjawab SINDO melalui telepon selular, Kamis (17/1/2013).
Dia menjelaskan, kapal ikan tersebut informasinya milik warga Sibolga marga Sinambela dan selama ini memilih bersandar di dermaga Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) di Kelurahan Pondok Batu, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng).
“Cuma kita belum dapat komunikasi dengan Sinambela, karena kebetulan orangtua Sinambela selaku pemilik kapal meninggal siang tadi di Medan dan dibawa ke Tarutung,” tuturnya.
Kapten (E) Arief juga menjelaskan, selain kapal itu, disebutkan juga bahwa ada satu unit kapal lainnya berukuran kecil sekitar 10GT bertangkahan di wilayah Ancol, Sibolga, yang dikejar – kejar pada saat yang bersamaan.
Namun sejauh ini pun pihaknya belum mengetahui keberadaan dari kapal itu yang disebut sempat melarikan diri walau mengalami kerusakan mesin.
Dia mengatakan, pihaknya sejauh ini hanya bisa menunggu perkembangan dari peristiwa itu, mengingat kejadiannya berlangsung di luar wilayah hukum Lanal Sibolga yakni berada di propinsi NAD.
“Kita belum dapat informasi dari Lantamal I Belawan selaku yang membawahi wilayah itu dan kita tunggu perkembangannya, termasuk perkembangan di daerah ini,” tukasnya.
Dia menuturkan, peraturan hukum di wilayah NAD berbeda dengan di daerah lain. Pihak penegak hukum pun tidak dapat berbuat apa-apa dengan kondisi otonomi khusus disana.
Pasalnya disana (NAD), mereka memiliki peraturan daerah sendiri sehingga setiap Kelurahan, Lingkungan atau wilayah memiliki panglima laut sendiri - sendiri.
“Salah satu peraturan disana, setiap kapal asing yang masuk ke wilayah perairan mereka ditangkap dan dikenakan denda. Bahkan pada hari Jumat kapal – kapal dilarang melaut melakukan penangkapan ikan, karena dianggap melanggar syariat Islam,” tuturnya.
Menurut Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) kota Sibolga, Ichwan Irvan Tanjung, inilah akibat dari system otonomi daerah yang kebablasan mengakibatkan masyarakat nelayan di daerah penangkapan tidak lagi mematuhi aturan perundang-undangan pemerintah RI.
Tetapi, lebih mendahulukan kapasitas daerah. Ditambah, kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) masyarakat nelayan sehingga mudah sekali untuk diprovokasi atau dimanfaatkan oleh oknum – oknum tertentu.
“Jadi kita dari HNSI sangat prihatin akan kejadian itu dan akan berupaya menjembati atau menghubungi pihak HNSI daerah tempat kejadian,” tandas Irfan.
(maf)