DPRD dukung langkah korban Lapindo
A
A
A
Sindonews.com – Ancaman korban lumpur Lapindo untuk kembali menduduki tanggul penampungan dinilai wajar. Sikap itu merupakan reaksi yang pantas terhadap Lapindo yang tak menepati janji.
Anggota Komisi DPRD Jawa Timur Agus Maimun menyatakan dukungannya terhadap korban lumpur. Menurut dia, PT Minarak Lapindo Jaya sudah seharusnya segera melunasi ganti rugi kepada korban lumpur. “Kami bukannya membenarkan cara-cara anarkistis, tapi kalau Minarak tidak menghargai komitmen yang sudah disepakati, ya apa boleh buat?" kata Agus. Politikus Partai Amanat Nasional ini mengatakan, korban lumpur berhak menuntut hak-haknya.
Bila cara-cara prosedural yang ditempuh untuk memperoleh hak tersebut tidak mempan, dapat dimaklumi bila akhirnya mereka menggunakan cara-cara keras. “Upaya keras yang dilakukan adalah bentuk keputusasaan korban lumpur. Karena cara-cara prosedural sudah tidak mempan," ucapnya. Menurut Agus, ancaman korban lumpur tersebut harus dibaca sebagai peringatan akan munculnya gejolak sosial.
Jika hak korban lumpur tak segera dipenuhi, bukan tidak mungkin akan memantik konflik vertikal maupun horizontal. Baik itu konflik antara korban lumpur dengan Minarak, dengan pemerintah maupun konflik dengan masyarakat umum yang merasa dirugikan. Jika konflik sosial itu benar-benar terjadi, masyarakat Jawa Timur juga dirugikan. Sebab laju perekonomian Jatim bisa kembali tersendat.
“PT Minarak dan pemerintah pusat harusnya mencegah konflik ini supaya tidak berlarut. Solusinya segera penuhi komitmen yang sudah disepakati. Kami mendesak keras agar hak korban lumpur segera dipenuhi,“ kata lelaki yang juga sekretaris Pengurus Karang Taruna Jawa Timur ini. Sementara itu, warga mencium indikasi bahwa Minarak akan kembali mengulur waktu pembayaran ganti rugi.
Sesuai dengan yang dijanjikan, pelunasan ganti rugi mulai dibayarkan pada 10 Juni ke rekening korban lumpur yang masuk peta terdampak lumpur sesuai dengan Perpres No 14/2007. Korban lumpur asal Desa Renokenongo, Siring, Jatirejo, Kecamatan Porong dan Kedungbendo, Kecamatan Tanggulangin sudah merasa kesal karena hingga kemarin belum ada transfer dana dari Minarak.
Para perwakilan kelompok warga kemarin kembali berkumpul untuk memastikan rencana pendudukan tanggul di titik 25 bila pada 10 Juni 2012 (hari ini) Minarak belum juga mentransfer dana ganti rugi. ”Kami sudah bersedia meninggalkan tanggul. Tapi lihat kami dibuat kecewa lagi,” kata Bambang, salah satu korban lumpur.
Selama ini, korban lumpur yang masuk peta terdampak sesuai dengan Perpres No 14/2007 terpecah menjadi beberapa kelompok, di antaranya Paguyuban Warga Renokenongo Menolak Kontrak (Pagarekontrak) yang diketuai H Sunarto, GKLL (Gabungan Korban Lumpur Lapindo) yang dikoordinatori Khoirul Huda, Gerakan Pendukung Perpres (Gepres). Saat dimintai konfirmasi, Sunarto mengatakan semakin pesimistis setelah menerima kabar dari Bupati Sidoarjo Saiful Ilah.
Menurut Sunarto, Saiful Ilah yang sebelumnya sangat meyakinkan bahwa Lapindo melalui Minarak tak akan ingkar janji, kemarin terkesan mencabut jaminan tersebut. Kepada warga, Saiful Ilah tidak bisa memastikan bahwa Minarak akan benar-benar mentransfer dana pada hari ini. “Bupati juga sudah kita telepon, tapi belum bisa memberikan kepastian. Kata Bupati, Pak Nirwan masih di luar negeri. Tapi apa pun alasannya, yang jelas kami belum menerima pembayaran,” tandas Sunarto.
Direktur Utama Minarak Andi Darussalam Tabusala pun dalam pesan singkat kepada SINDO mengakui Minarak belum punya dana untuk dicairkan pada 10 Juni 2012. “Ya memang belum ada, Mas. Nanti minggu depan,” tulis Andi dalam pesan pendeknya, Sabtu (9/6/2012). Sekadar informasi, setelah sempat sebulan menduduki tanggul di titik 25, para korban akhirnya bersedia pulang setelah dijanjikan pembayaran ganti rugi akan dimulai pada 10 Juni 2012.
Minarak mengaku telah menyiapkan dana Rp400 miliar untuk pembayaran ganti rugi hingga akhir tahun. Setelah warga korban lumpur hengkang dari tanggul, Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) pun bisa kembali membuang lumpur ke Sungai Porong. Jika awalnya ketinggian lumpur hampir menyamai ketinggian tanggul, kini sudah disedot dan mulai surut. “Kami menyedot lumpur dengan dua mesin dengan kapasitas 0,6 meter kubik per detik yang ada di tanggul titik 33 dan 35,” ujar Humas BPLS Akhmad Kusairi .
Ancaman korban lumpur Lapindo untuk kembali menduduki tanggul tentu bakal membuat masalah lagi bagi BPLS. Menurut Kusairi, aksi pendudukan itu akan mengganggu aktivitas penanganan lumpur. “Ya kalau memang mau kembali, kami tidak bisa berbuat apa-apa. Yang pasti, aktivitas penguatan tanggul dan pembuangan lumpur kembali terganggu,” kata Kusairi. (lil)
Anggota Komisi DPRD Jawa Timur Agus Maimun menyatakan dukungannya terhadap korban lumpur. Menurut dia, PT Minarak Lapindo Jaya sudah seharusnya segera melunasi ganti rugi kepada korban lumpur. “Kami bukannya membenarkan cara-cara anarkistis, tapi kalau Minarak tidak menghargai komitmen yang sudah disepakati, ya apa boleh buat?" kata Agus. Politikus Partai Amanat Nasional ini mengatakan, korban lumpur berhak menuntut hak-haknya.
Bila cara-cara prosedural yang ditempuh untuk memperoleh hak tersebut tidak mempan, dapat dimaklumi bila akhirnya mereka menggunakan cara-cara keras. “Upaya keras yang dilakukan adalah bentuk keputusasaan korban lumpur. Karena cara-cara prosedural sudah tidak mempan," ucapnya. Menurut Agus, ancaman korban lumpur tersebut harus dibaca sebagai peringatan akan munculnya gejolak sosial.
Jika hak korban lumpur tak segera dipenuhi, bukan tidak mungkin akan memantik konflik vertikal maupun horizontal. Baik itu konflik antara korban lumpur dengan Minarak, dengan pemerintah maupun konflik dengan masyarakat umum yang merasa dirugikan. Jika konflik sosial itu benar-benar terjadi, masyarakat Jawa Timur juga dirugikan. Sebab laju perekonomian Jatim bisa kembali tersendat.
“PT Minarak dan pemerintah pusat harusnya mencegah konflik ini supaya tidak berlarut. Solusinya segera penuhi komitmen yang sudah disepakati. Kami mendesak keras agar hak korban lumpur segera dipenuhi,“ kata lelaki yang juga sekretaris Pengurus Karang Taruna Jawa Timur ini. Sementara itu, warga mencium indikasi bahwa Minarak akan kembali mengulur waktu pembayaran ganti rugi.
Sesuai dengan yang dijanjikan, pelunasan ganti rugi mulai dibayarkan pada 10 Juni ke rekening korban lumpur yang masuk peta terdampak lumpur sesuai dengan Perpres No 14/2007. Korban lumpur asal Desa Renokenongo, Siring, Jatirejo, Kecamatan Porong dan Kedungbendo, Kecamatan Tanggulangin sudah merasa kesal karena hingga kemarin belum ada transfer dana dari Minarak.
Para perwakilan kelompok warga kemarin kembali berkumpul untuk memastikan rencana pendudukan tanggul di titik 25 bila pada 10 Juni 2012 (hari ini) Minarak belum juga mentransfer dana ganti rugi. ”Kami sudah bersedia meninggalkan tanggul. Tapi lihat kami dibuat kecewa lagi,” kata Bambang, salah satu korban lumpur.
Selama ini, korban lumpur yang masuk peta terdampak sesuai dengan Perpres No 14/2007 terpecah menjadi beberapa kelompok, di antaranya Paguyuban Warga Renokenongo Menolak Kontrak (Pagarekontrak) yang diketuai H Sunarto, GKLL (Gabungan Korban Lumpur Lapindo) yang dikoordinatori Khoirul Huda, Gerakan Pendukung Perpres (Gepres). Saat dimintai konfirmasi, Sunarto mengatakan semakin pesimistis setelah menerima kabar dari Bupati Sidoarjo Saiful Ilah.
Menurut Sunarto, Saiful Ilah yang sebelumnya sangat meyakinkan bahwa Lapindo melalui Minarak tak akan ingkar janji, kemarin terkesan mencabut jaminan tersebut. Kepada warga, Saiful Ilah tidak bisa memastikan bahwa Minarak akan benar-benar mentransfer dana pada hari ini. “Bupati juga sudah kita telepon, tapi belum bisa memberikan kepastian. Kata Bupati, Pak Nirwan masih di luar negeri. Tapi apa pun alasannya, yang jelas kami belum menerima pembayaran,” tandas Sunarto.
Direktur Utama Minarak Andi Darussalam Tabusala pun dalam pesan singkat kepada SINDO mengakui Minarak belum punya dana untuk dicairkan pada 10 Juni 2012. “Ya memang belum ada, Mas. Nanti minggu depan,” tulis Andi dalam pesan pendeknya, Sabtu (9/6/2012). Sekadar informasi, setelah sempat sebulan menduduki tanggul di titik 25, para korban akhirnya bersedia pulang setelah dijanjikan pembayaran ganti rugi akan dimulai pada 10 Juni 2012.
Minarak mengaku telah menyiapkan dana Rp400 miliar untuk pembayaran ganti rugi hingga akhir tahun. Setelah warga korban lumpur hengkang dari tanggul, Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) pun bisa kembali membuang lumpur ke Sungai Porong. Jika awalnya ketinggian lumpur hampir menyamai ketinggian tanggul, kini sudah disedot dan mulai surut. “Kami menyedot lumpur dengan dua mesin dengan kapasitas 0,6 meter kubik per detik yang ada di tanggul titik 33 dan 35,” ujar Humas BPLS Akhmad Kusairi .
Ancaman korban lumpur Lapindo untuk kembali menduduki tanggul tentu bakal membuat masalah lagi bagi BPLS. Menurut Kusairi, aksi pendudukan itu akan mengganggu aktivitas penanganan lumpur. “Ya kalau memang mau kembali, kami tidak bisa berbuat apa-apa. Yang pasti, aktivitas penguatan tanggul dan pembuangan lumpur kembali terganggu,” kata Kusairi. (lil)
()