Sekolah dinilai tak transparan, siswa unjuk rasa
A
A
A
Sindonews.com - Ratusan siswa Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) Winongan Kabupaten Pasuruan menggelar unjuk rasa di halaman sekolah. Para siswa menuntut transparansi keuangan dan penggunaan biaya yang dipungut oleh pihak sekolah.
Aksi para pelajar ini dipicu dari kebijakan guru yang mengeluarkan siswa dari ruangan pra Ujian Nasional (UN) karena tidak bisa menunjukkan nomor peserta ujian. Mereka diperbolehkan mengikuti ujian setelah orangtuanya menyelesaikan persyaratan administasi.
Dengan membawa sejumlah poster dan spanduk, para siswa meneriakkan yel-yel di depan para pendidiknya. Mereka meminta agar pihak sekolah mengklarifikasi penggunaan keuangan sekolah yang tidak jelas dan transparan.
Menurut Maki Hasanudin, salah seorang siswa, selama ini pihak sekolah menarik pungutan pada awal tahun pelajaran sebesar Rp75.000 per siswa kelas 1 dan kelas 2 untuk kegiatan ekstra kurikuler (ekskul). Namun kenyataannya, kegiatan ekskul tersebut tidak pernah ada.
"Biaya-biaya yang dibayarkan siswa untuk kegiatan ekskul tidak pernah ada. Fasilitas untuk ekskul tersebut juga tidak tersedia," kata Maki Hasanudin.
Selain pungutan kepada siswa, materi pembelajaran di SMK Winongan juga dianggap tidak memberikan nilai lebih. Para siswa kelas 3 juga tidak mendapatkan tambahan jam belajar seperti yang dijanjikan. Sementara biaya untuk kegiatan tambahan tersebut sudah dibayar para siswa pada awal tahun pelajaran.
"Kami tidak mendapatkan apa-apa dari sekolah. Siswa kelas 3 tidak mendapat tambahan jam belajar. Padahal menjelang UN, para siswa dituntut untuk memperbanyak tambahan jam belajar," ujar Yuni, siswa kelas 3 SMKN Winongan.
Kepala SMKN Winongan, Nur Cholis, menepis tudingan korupsi para siswa yang dialamatkan padanya. Menurutnya, penarikan dan penggunaan keuangan siswa tersebut dapat dipertanggungjawabkan.
"Kegiatan ekskul siswa sudah berjalan. Biaya yang digunakan juga dapat dipertanggungjawabkan. Semua laporan keuangan ada di bendahara sekolah," kata Nur Cholis.
Dikatakan, semua kegiatan siswa sudah sesuai dengan rencana anggaran kegiatan sekolah (RAKS) yang ditetapkan. Persoalan ini muncul karena kesalahpahaman siswa terhadap penggunaan anggaran.(azh)
Aksi para pelajar ini dipicu dari kebijakan guru yang mengeluarkan siswa dari ruangan pra Ujian Nasional (UN) karena tidak bisa menunjukkan nomor peserta ujian. Mereka diperbolehkan mengikuti ujian setelah orangtuanya menyelesaikan persyaratan administasi.
Dengan membawa sejumlah poster dan spanduk, para siswa meneriakkan yel-yel di depan para pendidiknya. Mereka meminta agar pihak sekolah mengklarifikasi penggunaan keuangan sekolah yang tidak jelas dan transparan.
Menurut Maki Hasanudin, salah seorang siswa, selama ini pihak sekolah menarik pungutan pada awal tahun pelajaran sebesar Rp75.000 per siswa kelas 1 dan kelas 2 untuk kegiatan ekstra kurikuler (ekskul). Namun kenyataannya, kegiatan ekskul tersebut tidak pernah ada.
"Biaya-biaya yang dibayarkan siswa untuk kegiatan ekskul tidak pernah ada. Fasilitas untuk ekskul tersebut juga tidak tersedia," kata Maki Hasanudin.
Selain pungutan kepada siswa, materi pembelajaran di SMK Winongan juga dianggap tidak memberikan nilai lebih. Para siswa kelas 3 juga tidak mendapatkan tambahan jam belajar seperti yang dijanjikan. Sementara biaya untuk kegiatan tambahan tersebut sudah dibayar para siswa pada awal tahun pelajaran.
"Kami tidak mendapatkan apa-apa dari sekolah. Siswa kelas 3 tidak mendapat tambahan jam belajar. Padahal menjelang UN, para siswa dituntut untuk memperbanyak tambahan jam belajar," ujar Yuni, siswa kelas 3 SMKN Winongan.
Kepala SMKN Winongan, Nur Cholis, menepis tudingan korupsi para siswa yang dialamatkan padanya. Menurutnya, penarikan dan penggunaan keuangan siswa tersebut dapat dipertanggungjawabkan.
"Kegiatan ekskul siswa sudah berjalan. Biaya yang digunakan juga dapat dipertanggungjawabkan. Semua laporan keuangan ada di bendahara sekolah," kata Nur Cholis.
Dikatakan, semua kegiatan siswa sudah sesuai dengan rencana anggaran kegiatan sekolah (RAKS) yang ditetapkan. Persoalan ini muncul karena kesalahpahaman siswa terhadap penggunaan anggaran.(azh)
()