Ketika Esemka harus 'dikandangkan'
A
A
A
Sindonews.com - Mobil Esemka hasil rakitan anak SMK cukup menyedot perhatian publik setelah Wali Kota Solo Joko Widodo menggunakannya sebagai mobil dinas.
Tak urung, pro dan kontra pun menyertai kehadiran mobil ini yang diharapkan sebagai cikal bakal dalam mewujudkan impian Indonesia memiliki mobil nasional.
Ada juga sebagian kalangan yang menganggap terlalu dini menjadikan Esemka ini sebagai mobil nasional yang digunakan resmi pejabat negara. Pasalnya, mobil tersebut belum sepenuhnya layak jalan, termasuk lulus uji emisi meski harganya relatif murah.
Namun demikian, standardisasi produk dan jaminan keamanan mutlak harus dipenuhi, jika Esemka ini akan dijadikan produk massal. Polemik mobil Esemka ini turut memanaskan politik lokal Jawa Tengah yang diketahui sejumlah elitenya akan bersaing di pemilihan kepala daerah. Tak cuma itu, politikus Senayan juga tak luput bersuara.
Wakil Wali Kota FX Hadi Rudyatmo menyesali pernyataan Gubenur Jawa Tengah Bibit Waluyo yang menyatakan Pemerintah Kota Solo sembrono, karena berani menggunakan produk kendaraan yang belum teruji benar sebagai kendaraan dinasnya.
Hal itu diutarakan Bibit saat kunjungannya di acara panen anak sapi di Wonogiri, Selasa 3 Januari kemarin. Sementara, Jokowi beranggapan mobil Esemka ini menunjukkan bangsa Indonesia ternyata bisa memproduksi mobil sendiri dengan harga murah, hanya Rp95 juta per unit.
“Saya akan pakai yang pertama kali di Indonesia. Nanti kalau ke Jakarta atau Semarang, akan saya pakai,” ucapnya.
Agar polemik tersebut tidak berlarut-larut dan dikhawatirkan bisa berimbas terhadap semangat siswa-siswa SMK dalam menciptakan hasil karya yang bermutu, mulai besok, mobil yang dinamai Esemka ini untuk sementara tidak dipergunakannya. “Biar tidak menjadi polemik, saya menggunakan kendaraan dinas yang biasanya,” jelas Rudy, panggilan akrabnya di Solo, Rabu (4/1/2011).
Dia menambahkan, terobosan terbaru yang dilakukan Pemkot Solo menjadikan mobil rakitan siswa SMK sebagai kendaraan dinas, mampu membuka mata semua pihak. Hasil karya cipta dalam negeri ternyata mampu bersaing dengan produk sejenisnya.
Menyangkut izin layak jalan, sebenarnya sudah dilakukan pengurusan sejak dua tahun lalu kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Darat. “Tapi sampai saat ini izin itu belum keluar,” tandas Rudy.
Sebelumnya, Direktur Pembinaan SMK Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Joko Sutrisno mengatakan, izin konstruksi mobil sudah dipegang oleh Kemendikbud.
Menurut dia, memang masih diperlukan uji emisi, namun tidak menjadi syarat penting. Karena, pada tahap awal ini mobil SMK itu masih terus didistribusikan ke kabupaten/kota yang tidak mementingkan izin uji emisi.
Sambil menunggu izin emisi tersebut, pihaknya sudah mendistribusikan mobil yang dinamakan Esemka Rajawali itu ke berbagai pemerintah daerah. Seperti ke Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Jawa Timur, Banten, dan Bandung.
Pihaknya juga sedang menjajaki pihak terkait untuk menjadikan mobil SMK ini menjadi kendaraan dinas bagi para pejabat lainnya.
Tak urung, pro dan kontra pun menyertai kehadiran mobil ini yang diharapkan sebagai cikal bakal dalam mewujudkan impian Indonesia memiliki mobil nasional.
Ada juga sebagian kalangan yang menganggap terlalu dini menjadikan Esemka ini sebagai mobil nasional yang digunakan resmi pejabat negara. Pasalnya, mobil tersebut belum sepenuhnya layak jalan, termasuk lulus uji emisi meski harganya relatif murah.
Namun demikian, standardisasi produk dan jaminan keamanan mutlak harus dipenuhi, jika Esemka ini akan dijadikan produk massal. Polemik mobil Esemka ini turut memanaskan politik lokal Jawa Tengah yang diketahui sejumlah elitenya akan bersaing di pemilihan kepala daerah. Tak cuma itu, politikus Senayan juga tak luput bersuara.
Wakil Wali Kota FX Hadi Rudyatmo menyesali pernyataan Gubenur Jawa Tengah Bibit Waluyo yang menyatakan Pemerintah Kota Solo sembrono, karena berani menggunakan produk kendaraan yang belum teruji benar sebagai kendaraan dinasnya.
Hal itu diutarakan Bibit saat kunjungannya di acara panen anak sapi di Wonogiri, Selasa 3 Januari kemarin. Sementara, Jokowi beranggapan mobil Esemka ini menunjukkan bangsa Indonesia ternyata bisa memproduksi mobil sendiri dengan harga murah, hanya Rp95 juta per unit.
“Saya akan pakai yang pertama kali di Indonesia. Nanti kalau ke Jakarta atau Semarang, akan saya pakai,” ucapnya.
Agar polemik tersebut tidak berlarut-larut dan dikhawatirkan bisa berimbas terhadap semangat siswa-siswa SMK dalam menciptakan hasil karya yang bermutu, mulai besok, mobil yang dinamai Esemka ini untuk sementara tidak dipergunakannya. “Biar tidak menjadi polemik, saya menggunakan kendaraan dinas yang biasanya,” jelas Rudy, panggilan akrabnya di Solo, Rabu (4/1/2011).
Dia menambahkan, terobosan terbaru yang dilakukan Pemkot Solo menjadikan mobil rakitan siswa SMK sebagai kendaraan dinas, mampu membuka mata semua pihak. Hasil karya cipta dalam negeri ternyata mampu bersaing dengan produk sejenisnya.
Menyangkut izin layak jalan, sebenarnya sudah dilakukan pengurusan sejak dua tahun lalu kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Darat. “Tapi sampai saat ini izin itu belum keluar,” tandas Rudy.
Sebelumnya, Direktur Pembinaan SMK Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Joko Sutrisno mengatakan, izin konstruksi mobil sudah dipegang oleh Kemendikbud.
Menurut dia, memang masih diperlukan uji emisi, namun tidak menjadi syarat penting. Karena, pada tahap awal ini mobil SMK itu masih terus didistribusikan ke kabupaten/kota yang tidak mementingkan izin uji emisi.
Sambil menunggu izin emisi tersebut, pihaknya sudah mendistribusikan mobil yang dinamakan Esemka Rajawali itu ke berbagai pemerintah daerah. Seperti ke Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Jawa Timur, Banten, dan Bandung.
Pihaknya juga sedang menjajaki pihak terkait untuk menjadikan mobil SMK ini menjadi kendaraan dinas bagi para pejabat lainnya.
()