Konsumsi Avigan dan Chloroquine Harus dengan Monitoring Medis
A
A
A
SURABAYA - Setelah diumumkannya Avigan dan Chloroquine sebagai obat untuk menangani Covid-19, masyarakat berbondong-bondong membeli kedua obat itu sebagai persediaan di rumah. Meski masih asing di telinga masyarakat, kedua obat tersebut sudah terbukti memiliki mekanisme yang sangat dibutuhkan untuk menangani Covid-19.
Dosen Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, Mahardian Rahmadi menuturkan, Avigan merupakan nama dagang obat favipiravir yang dikembangkan oleh Toyama Chemical, grup dari Fujifilm. "Favipiravir digunakan untuk menangani infeksi Virus RNA,” kata Mahardian, Rabu (1/4/2020).
Ia melanjutkan, Favipravir telah disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Jepang sejak 2014 untuk mengobati berbagai virus yang tidak responsif pada antivirus yang sudah ada. Selain itu, Favipravir juga telah disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) atau Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat untuk digunakan sebagai antivirus untuk mengatasi Influenza.
“Kalau Chloroquine sendiri merupakan obat yang sudah lama digunakan untuk mengatasi infeksi parasite, khususnya plasmodium yang menyebabkan penyakit malaria,” ucapnya. (Baca juga: Lawan Corona, Pemerintah Siapkan 5 Juta Avigan dan Chloroquine )
Ia menambahkan, pada berbagai penelitian invitro (tidak pada makhluk hidup manusia atau hewan, Red) sebelumnya, Chloroquine efektif sebagai antiviral melawan berbagai jenis Virus RNA termasuk SARS-CoV1, Virus hepatitis A, Virus hepatitis C, Virus Influenza A dan B, Virus flu burung (H5N1), Virus Dengue dan Virus Zika.
Mahardian juga mengungkapkan, menurut beberapa penelitian, hasil uji klinik di berbagai negara kalau favipiravir dan chloroquine cukup efektif untuk mengatasi Covid-19. Meskipun untuk memastikan perlu pengujian dengan jumlah pasien yang lebih banyak lagi. Selain itu, Chloroquine juga ditengarai memiliki aktivitas sebagai anti radang dan immunomodulator yang dapat membantu proses pemulihan pada pasien Covid-19.
Sebagai seorang Apoteker dan akademisi, Mahardian mengaku setuju dengan pilihan yang dibuat oleh pemerintah. Menurutnya, dengan adanya data uji pre klinis yang menjanjikan dan bukti bahwa kedua obat tersebut sudah banyak digunakan oleh berbagai negara, Avigan dan Chloroquin merupakan pilihan yang cukup baik.
“Keamanannya juga sudah relatif terjamin karena kedua obat tersebut sudah menjalani berbagai tahapan uji klinis dan sudah lama digunakan untuk penyakit lain,” jelasnya.
Dengan fenomena masyarakat yang berbondong-bondong membeli kedua obat itu, sebaiknya obat tersebut hanya digunakan di rumah sakit. "Harus di bawah pengawasan dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Terlalu berisiko bagi masyarakat untuk menggunakan obat tersebut tanpa resep dokter,” tegasnya.
Mahardian menambahkan, kedua obat tersebut sebaiknya hanya diberikan pada para pasien yang positif mengidap Covid-19 dengan pengawasan ketat dari para tenaga medis. Sama seperti obat-obatan pada umumnya, Chloroquine juga dapat menimbulkan efek samping. Untuk itulah, masyarakat harus sangat berhati-hati dan tidak sembarangan dalam mengonsumsi obat tersebut.
Dosen Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, Mahardian Rahmadi menuturkan, Avigan merupakan nama dagang obat favipiravir yang dikembangkan oleh Toyama Chemical, grup dari Fujifilm. "Favipiravir digunakan untuk menangani infeksi Virus RNA,” kata Mahardian, Rabu (1/4/2020).
Ia melanjutkan, Favipravir telah disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Jepang sejak 2014 untuk mengobati berbagai virus yang tidak responsif pada antivirus yang sudah ada. Selain itu, Favipravir juga telah disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) atau Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat untuk digunakan sebagai antivirus untuk mengatasi Influenza.
“Kalau Chloroquine sendiri merupakan obat yang sudah lama digunakan untuk mengatasi infeksi parasite, khususnya plasmodium yang menyebabkan penyakit malaria,” ucapnya. (Baca juga: Lawan Corona, Pemerintah Siapkan 5 Juta Avigan dan Chloroquine )
Ia menambahkan, pada berbagai penelitian invitro (tidak pada makhluk hidup manusia atau hewan, Red) sebelumnya, Chloroquine efektif sebagai antiviral melawan berbagai jenis Virus RNA termasuk SARS-CoV1, Virus hepatitis A, Virus hepatitis C, Virus Influenza A dan B, Virus flu burung (H5N1), Virus Dengue dan Virus Zika.
Mahardian juga mengungkapkan, menurut beberapa penelitian, hasil uji klinik di berbagai negara kalau favipiravir dan chloroquine cukup efektif untuk mengatasi Covid-19. Meskipun untuk memastikan perlu pengujian dengan jumlah pasien yang lebih banyak lagi. Selain itu, Chloroquine juga ditengarai memiliki aktivitas sebagai anti radang dan immunomodulator yang dapat membantu proses pemulihan pada pasien Covid-19.
Sebagai seorang Apoteker dan akademisi, Mahardian mengaku setuju dengan pilihan yang dibuat oleh pemerintah. Menurutnya, dengan adanya data uji pre klinis yang menjanjikan dan bukti bahwa kedua obat tersebut sudah banyak digunakan oleh berbagai negara, Avigan dan Chloroquin merupakan pilihan yang cukup baik.
“Keamanannya juga sudah relatif terjamin karena kedua obat tersebut sudah menjalani berbagai tahapan uji klinis dan sudah lama digunakan untuk penyakit lain,” jelasnya.
Dengan fenomena masyarakat yang berbondong-bondong membeli kedua obat itu, sebaiknya obat tersebut hanya digunakan di rumah sakit. "Harus di bawah pengawasan dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Terlalu berisiko bagi masyarakat untuk menggunakan obat tersebut tanpa resep dokter,” tegasnya.
Mahardian menambahkan, kedua obat tersebut sebaiknya hanya diberikan pada para pasien yang positif mengidap Covid-19 dengan pengawasan ketat dari para tenaga medis. Sama seperti obat-obatan pada umumnya, Chloroquine juga dapat menimbulkan efek samping. Untuk itulah, masyarakat harus sangat berhati-hati dan tidak sembarangan dalam mengonsumsi obat tersebut.
(pur)