4 Ulama Bahas Masalah Kebangsaan di Pesantren Bina Insan Mulia Cirebon
A
A
A
CIREBON - Secara bersamaan 3 ulama mendatangi pesantren Bina Insan Mulia, Cisaat, Cirebon, Jawa Barat. Kehadiran mereka untuk membahas masalah-masalah kekinian berkaitan dengan keumatan dan kebangsaan. Tiga ulama yang juga tokoh nasional itu yakni ketua umum PBNU KH Said Aqil Siroj, pengasuh Pesantren Amanatul Ummah KH Asep Saefuddin Chalim, dan pengasuh pesantren Darul Quran Ustaz Yusuf Mansur. Mereka diterima pengasuh pengasuh pesantren Bina Insan Mulia KH Imam Jazuli (Kiai Imjaz) pada Sabtu (7/3/2020) secara tertutup. Selanjutnya dilakukan pertemuan umum bersama ribuan santri.
Kiai Imjaz menjelaskan, dalam pertemuan dibahas permasalahan keumatan dan kebangsaan, di antaranya tentang intoleransi ekonomi yang membuat bangsa Indonesia berada dalam kondisi mengkhawatirkan, serta pentingnya menguatkan semangat kebangsaan. "Negara kita sesungguhnya dalam kondisi berbahaya karena kapitalisme telah mengakar di negeri ini," kata Kiai Imjaz dalam keterangan tertulisnya. (Baca juga: Bertemu Ulama di Kuningan, Ma'ruf Amin Bahas Kemandirian Pangan)
Karena itu, pihaknya ingin memberi kritik kepada pemerintah terkait masalah ekonomi kerakyatan sebagai amanat undang-undang yang faktanya saat ini tidak berjalan. "Negara sudah semakin oleng, hingga kaum kapitalis dan oligarki telah menguasai bangsa kita melalui tangan-tangan lokal. Maka kita tidak boleh diam dan harus bangkit, kebangkitan akan kita mulai dari pesantren," katanya.
Meski demikian, dia mengingatkan kritik terhadap pemerintah harus tetap objektif. Termasuk juga tetap mengapresiasi jika ada kebijakan-kebijakan pemerintah yang masih pro dengan kepetingan rakyat.
Sedangkan KH Asep Saefuddin Chalim menyampaikan bahwa saat ini banyak oknum birokrat telah dibeli pihak asing. Sehingga rakyat menjadi objek eksploitasi. "Kita ini bagai mayat yang sudah tersedia liang lahatnya dan tinggal menunggu dikuburkan. Dulu Singapura milik orang Melayu, tapi sekarang orang Melayu di Singapura hanya 10 persen, yang sekarang menguasai orang asing. Jangan sampai Indonesia seperti Singapura. Saat ini produk-produk asing telah memenuhi pasar Indonesia, sedangkan produk kita terpinggirkan," katanya.
Di sisi lain, Uustaz Yusuf Mansur menyampaikan solusi ekonomi kerakyatan bagi umat Islam. "Kita harus menjadi tuan rumah di negeri sendiri, bahkan di negeri orang lain," tegasnya. Caranya, yang pertama dengan penyatuan uang dan transaksi, kemudian yang kedua dengan penyatuan manajemen dan aset.
"Bayangkan jika umat Islam menyatukan uang dan transaksinya untuk membeli aset-aset di dunia dalam satu menejemen untuk manfaat dan kepentingan umat, maka akan menjadi luar biasa umat Islam ke depannya," sebutnya.
Sedangkan Said Aqil mengamini serta mengapresiasi pertemuan ini dan menyampaikan Islam Nusantara merupakan solusi atas kebuntuan permasalahan di Indonesia, di mana Islam dibangun di atas budaya, dan budaya menjadi infrastruktur dari Agama.
"Aqidah dan syariat kita sempurna, tapi peradaban dan ilmu pengetahuan kita jauh ketinggalan," katanya. Oleh karena itu, untuk menjadi bangsa yang bermartabat, maka harus bersatu dalam wadah persatuan umat Islam dalam segala bidang dan semangat nasionalis berbangsa dan bernegara.
"Sebagai mana jargon dari mbah Hasyim yakni Hubbul Wathon Minal Iman. Kecintaan kita kepada bangsa ini harus dibuktikan dengan menegakkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, karenanya intoleransi ekonomi harus dihentikan," tandasnya.
Kiai Imjaz menjelaskan, dalam pertemuan dibahas permasalahan keumatan dan kebangsaan, di antaranya tentang intoleransi ekonomi yang membuat bangsa Indonesia berada dalam kondisi mengkhawatirkan, serta pentingnya menguatkan semangat kebangsaan. "Negara kita sesungguhnya dalam kondisi berbahaya karena kapitalisme telah mengakar di negeri ini," kata Kiai Imjaz dalam keterangan tertulisnya. (Baca juga: Bertemu Ulama di Kuningan, Ma'ruf Amin Bahas Kemandirian Pangan)
Karena itu, pihaknya ingin memberi kritik kepada pemerintah terkait masalah ekonomi kerakyatan sebagai amanat undang-undang yang faktanya saat ini tidak berjalan. "Negara sudah semakin oleng, hingga kaum kapitalis dan oligarki telah menguasai bangsa kita melalui tangan-tangan lokal. Maka kita tidak boleh diam dan harus bangkit, kebangkitan akan kita mulai dari pesantren," katanya.
Meski demikian, dia mengingatkan kritik terhadap pemerintah harus tetap objektif. Termasuk juga tetap mengapresiasi jika ada kebijakan-kebijakan pemerintah yang masih pro dengan kepetingan rakyat.
Sedangkan KH Asep Saefuddin Chalim menyampaikan bahwa saat ini banyak oknum birokrat telah dibeli pihak asing. Sehingga rakyat menjadi objek eksploitasi. "Kita ini bagai mayat yang sudah tersedia liang lahatnya dan tinggal menunggu dikuburkan. Dulu Singapura milik orang Melayu, tapi sekarang orang Melayu di Singapura hanya 10 persen, yang sekarang menguasai orang asing. Jangan sampai Indonesia seperti Singapura. Saat ini produk-produk asing telah memenuhi pasar Indonesia, sedangkan produk kita terpinggirkan," katanya.
Di sisi lain, Uustaz Yusuf Mansur menyampaikan solusi ekonomi kerakyatan bagi umat Islam. "Kita harus menjadi tuan rumah di negeri sendiri, bahkan di negeri orang lain," tegasnya. Caranya, yang pertama dengan penyatuan uang dan transaksi, kemudian yang kedua dengan penyatuan manajemen dan aset.
"Bayangkan jika umat Islam menyatukan uang dan transaksinya untuk membeli aset-aset di dunia dalam satu menejemen untuk manfaat dan kepentingan umat, maka akan menjadi luar biasa umat Islam ke depannya," sebutnya.
Sedangkan Said Aqil mengamini serta mengapresiasi pertemuan ini dan menyampaikan Islam Nusantara merupakan solusi atas kebuntuan permasalahan di Indonesia, di mana Islam dibangun di atas budaya, dan budaya menjadi infrastruktur dari Agama.
"Aqidah dan syariat kita sempurna, tapi peradaban dan ilmu pengetahuan kita jauh ketinggalan," katanya. Oleh karena itu, untuk menjadi bangsa yang bermartabat, maka harus bersatu dalam wadah persatuan umat Islam dalam segala bidang dan semangat nasionalis berbangsa dan bernegara.
"Sebagai mana jargon dari mbah Hasyim yakni Hubbul Wathon Minal Iman. Kecintaan kita kepada bangsa ini harus dibuktikan dengan menegakkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, karenanya intoleransi ekonomi harus dihentikan," tandasnya.
(shf)