190 Tahun Keris Kiai Nogo Siluman, Pusaka Simbol Kepemimpinan Tanah Jawa

Sabtu, 07 Maret 2020 - 05:00 WIB
190 Tahun Keris Kiai Nogo Siluman, Pusaka Simbol Kepemimpinan Tanah Jawa
190 Tahun Keris Kiai Nogo Siluman, Pusaka Simbol Kepemimpinan Tanah Jawa
A A A
SETELAH Pangeran Diponegoro dijebak dan ditangkap oleh panglima tentara Belanda Letnan Gubernur Jenderal Hendrik Merkus Baron De Kock saat pertemuan di kediaman Residen Kedu, Frans Gerhardus Valck, pada Minggu 28 Maret 1830 atau 2 Syawal 1245 H, perang Jawa (Java Oorlog) yang sudah berkobar selama lima tahun pun padam. Padahal pemimpin perlawanan rakyat Jawa itu datang untuk bersilaturahmi dengan musuhnya itu pada Lebaran hari kedua.

Namun, Pangeran Diponegoro bersama pengikutnya yang tak bersenjata malah dipaksa menyerah dan meletakan senjata. Dari kediaman Residen Kedu di Magelang, Pangeran Diponegoro dipindahkan ke Semarang menggunakan kereta kuda dan dikawal 500 pasukan kavaleri Belanda.

Dalam kurun Mei-Juni 1830, Pangeran Diponegoro bersama keluarga dan beberapa orang dekatnya, dipindahkan ke Batavia dan dibuang ke Manado, Sulawesi. Sebagai tanda kemenangan, De Kock mengirimkan salah satu keris pusaka Pangeran Diponegoro, Kiai Nogo Siluman atau Kiai Naga Siluman kepada Raja Belanda Willem I.

Keris Kiai Nogo Siluman yang merupakan simbol kepemimpinan Pangeran Diponegoro di tanah Jawa, dibawa ke Belanda oleh utusan De Kock, Kolonel Jan-Baptist Cleerens. Sebagai bukti keaslian keris tersebut minlik Pangeran Diponegoro, disertai keterangan dari Sentot Alibasyah Prawirodirdjo, salah satu panglima perang Pangeran Diponegoro.

Pengiriman keris Kiai Nogo Siluman tersebut terekam dalam korespondensi antara De Secretaris van Staat dengan Directeur General van het department voorWaterstaat, NationaleNijverheid en Colonies antara 11-15 Januari 1831. Keris itu kemudian disimpan di Kabinet Kerajaan untuk Barang Antik atau Koninkelijk Kabinet van Zelfzaamheden di Den Haag.

Direktur Koninkelijk Kabinet van Zelfzaamheden, SRP van de Kasteele, juga sempat meminta keterangan dari Raden Saleh (1807-1880) untuk mengidentifikasi keaslian keris tersebut pada Januari 1831. Reden Saleh yang sedang memperdalam ilmu melukis di Eropa sejak 1829, memastikan keaslian keris tersebut dengan membuat penilaian singkat berdasarkan surat keterangan yang dibuat Sentot Alibasyah Prawirodirdjo.

Pada 1876, Keris Kiai Nogo Siluman dipamerkan di Philadelphia, Amerika Serikat. Tercatat dalam katalog pameran menyebutkan keris tersebut milik Pangeran Diponegoro. Pada 1883, ketika Koninkelijk Kabinet van Zelfzaamheden bubar, banyak koleksi yang dimiliki tersebar ke sejumlah museum.

Banyak juga informasi mengenai koleksi ikut hilang, termasuk keris Pangeran Diponegoro Kiai Nogo Siluman yang diserahkan kepada Museum Volkenkunde di Leiden. Sejak 1883, jejak keberadaan keris Kiai Nogo Siluman takdi ketahui dan menyebabkan timbul berbagai spekulasi.

Setelah lebih dari seratus tahun dinyatakan hilang, pencarian kembali keris Kiai Nogo Siluman dimulai pada 1984 oleh Peter Pott, kurator Museum Volkenkunde dan kemudian menjadi direktur museum. Namun, penelitian Pott kemudian terhenti. Pencarian kembali dilakukan Profesor Susan Legene dari Vrije Universiteit Amsterdam, Johanna Leigjfeldt (2017), dan Tom Quist (2019).

Johanna dan Quist menemukan dan menghadirkan tiga dokumen untuk memastikan keris Kiai Nogo Siluman milik Pangeran Diponegoro. PadaJanuari 2020, tim verifikasi dari Wina, Austria, Habil Jani Kuhnt-Saptodewo memperkuat penemuan keris milik Pangeran Diponegoro itu.

Pada Februari 2020, Ketua Departemen Sejarah Universitas Gadjah Mada Sri Margana diminta Dirjen Kebudayaan Kemendikbud untuk menverifikasi hasil temuan Provenant Research di Museum Volkenkunde Leiden itu. Dia pun memastikan bahwa keris milik Pangeran Diponegoro itu, adalah keris Kiai Nogo Siluman yang telah lama hilang. (Baca juga; Sejarawan UGM Pastikan Keris Pangeran Diponegoro yang Dikembalikan Belanda adalah Kiai Nogo Siluman )

Jadi, sebenarnya keris Kiai Nogo Siluman tidak hilang dan bentuk fisiknya ada di museum Volkenkunde. Hanya saja catatan bukti tentang keris tersebut yang hilang. Kemudian, keris tersebut diserahkan Menteri Pendidikan Belanda Ingrid Katharina van Engelshoven kepada Duta Besar Indonesia untuk Belanda I Gusti Agung Wesaka Puja di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Den Haag, Selasa 3 Maret 2020. (Baca juga; Keris Pusaka Pangeran Diponegoro Ditemukan, Apakah Ini Keris Keramat Kiai Nogo Siluman? )

Keris milik Pangeran Diponegoro lalu diserahkan ke Museum Nasional Indonesia di Jakarta, Kamis 5 Maret 2020. Penyerahan keris Kiai Nogo Siluman itu dilakukan Duta Besar Indonesia untuk Belanda I Gusti Agung Wesaka Puja dan diterima langsung oleh Kepala Museum Nasional Indonesia Siswanto. Hampir sekitar 190 tahun, akhirnya keris Kiai Nogo Siluman, simbol kepemimpinan Pangeran Diponegoro kembali lagi ke tanah Jawa.

Filosofi Keris Kiai Nogo Siluman
Pelukis Raden Saleh Syarif Bustaman yang pernah melihat langsung Keris Kiai Nogo Siluman di Belanda padaJanuari 1831 memberikan penjelasan mengagumkan tentang keris keramat milik Pangeran Diponegoro. Apalagi keris Kiai Nogo Siluman sarat makna dan simbol tentang kepemimpinan.
190 Tahun Keris Kiai Nogo Siluman, Pusaka Simbol Kepemimpinan Tanah Jawa

Raden Saleh menjelaskan, Kiai berarti tuan. Semua benda milik raja memakai nama Kiai sebagai penghormatan. Sedangkan Nogo atau Naga, dalam mitologi Jawa adalah ular raksasa bermahkota di kepala. Sedangkan Siluman dimaknai dengan bakat atau kemampuan luar biasa, seperti mampu menghilang.

“Jadi, nama keris Kiai Nogo Siluman berarti Raja Ular Penyihir. Mungkin, ini untuk mengambarkan sebuah nama yang megah,” katanya yang mengaku hampir menangis dan berlutut, karena perasaannya bergetar hebat saat menggenggam pusaka Pangeran Diponegoro itu. (Baca juga; Empu Kesayangan Sunan Kali Jaga Pembuat Sejumlah Keris Sakti )

Keris Kiai Nogo Siluman memiliki luk 13 dengan gandhik berbentuk kepala Naga mengenakan mahkota, sumping, dan kalung. Pada bagian badan Naga sedikit tersamar yang kemudian menghilang pada luk pertama. Secara simbolis itu bermakna, sebagai seorang pemimpin tidak boleh sewenang-wenang, karena apa yang dimiliki adalah sampiran ing urip atau titipan sementara.

Pada bagian mulut Naga terbuka lebar pada umumnya disumpal dengan butiran emas atau batu mulia. Makna filosofinya adalah manusia harus mampu mengendalikan ucapannya. Dalam falsafah Jawa disebutkan; aji ning diri soko kedaling lati, yang berarti kehormatan seseorang berasal dari ucapan atau kata-katanya.

Apabila dihubungkan dengan sifat-sifat kepemimpinan, pesan yang tersirat dalam dhapur keris Nogo Siluman, maka bisa dipahami ucapan seorang pemimpin tidak boleh berubah-ubah atau sabda pandita ratu tan keno wola-wali. Sebab, kemuliaan seorang pemimpin dilihat dari kemampuan menyelaraskan perkataan dengan perbuatan.

Diolah dari berbagai sumber;
sumekarart, lensanaga, wikipedia
(wib)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3076 seconds (0.1#10.140)