Pemkab Gunungkidul Sebut Wabah Antraks Berasal dari Luar Daerah
A
A
A
GUNUNGKIDUL - Pemkab Gunungkidul meyakini persebaran Antraks di Gunungkidul berasal dari luar daerah. Hal ini diyakini dari sejarah ternak di Gunungkidul yang belum pernah terjangkit Antraks.
Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Gunungkidul Bambang Wisnubroto mengatakan kasus antraks ini terjadi di tahun 2019 di Dea Bejiharjo, kecamatan Karangmojo. Sebelumnya, tidak pernah ada laporan Antraks terjadi di kabupaten yang dikenal penghasil ternak terbesar di DIY ini. "Kasus antraks ini berasal dari lalu lintas sapi dari luar Gunungkidul," terangnya kepada Sindonews, Kamis (30/1/2020).
Dijelaskan, sebelum terjadi di Gunungkidul wabah antraks pernah terjadi di Klaten, Jawa Tengah yang dekat dengan Gunungkidul. Kemudian juga terjadi di Sleman, Boyolali, Kulonprogo, Wonogiri dan beberapa wilayah di Jawa Tengah. "Memang seringkali banyak sapi masuk Gunungkidul kemudian diklaim sapi Gunungkidul," ucapnya.
Dengan lalu lintas ternak ini pihaknya mengakui sulit mendeteksi. Belum lagi sapi tersebut kemudian dibeli warga Gunungkidul, atau disembelih. "Bakteri antraks ini keluar dari tubuh hewan ternak, baik melalui kotoran atau melalui darah ketika disembelih maka akan bereaksi dengan oksigen. Kemudian membentuk kapsul yang disebut spora Antraks dan akan bertahan puluhan tahun di tanah. Akhirnya membawa spora antraks," beber dia. (Baca: Waspada! Sebanyak 30 Warga Gunungkidul Positif Terpapar Virus Antraks).
Tidak hanya itu, faktor lainnya juga bisa berasal dari hijuan makanan ternak. Ini lantaran sudah menjadi kebiasaan petani di Gunungkidul membeli hijauan makanan ternak ketika musim kemarau. "Kebiasaan ini sangat mungkin hijauan makanan ternak berasal dari wilayah yang sudah endemik Antraks," lanjut dia.
Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Gunungkidul Bambang Wisnubroto mengatakan kasus antraks ini terjadi di tahun 2019 di Dea Bejiharjo, kecamatan Karangmojo. Sebelumnya, tidak pernah ada laporan Antraks terjadi di kabupaten yang dikenal penghasil ternak terbesar di DIY ini. "Kasus antraks ini berasal dari lalu lintas sapi dari luar Gunungkidul," terangnya kepada Sindonews, Kamis (30/1/2020).
Dijelaskan, sebelum terjadi di Gunungkidul wabah antraks pernah terjadi di Klaten, Jawa Tengah yang dekat dengan Gunungkidul. Kemudian juga terjadi di Sleman, Boyolali, Kulonprogo, Wonogiri dan beberapa wilayah di Jawa Tengah. "Memang seringkali banyak sapi masuk Gunungkidul kemudian diklaim sapi Gunungkidul," ucapnya.
Dengan lalu lintas ternak ini pihaknya mengakui sulit mendeteksi. Belum lagi sapi tersebut kemudian dibeli warga Gunungkidul, atau disembelih. "Bakteri antraks ini keluar dari tubuh hewan ternak, baik melalui kotoran atau melalui darah ketika disembelih maka akan bereaksi dengan oksigen. Kemudian membentuk kapsul yang disebut spora Antraks dan akan bertahan puluhan tahun di tanah. Akhirnya membawa spora antraks," beber dia. (Baca: Waspada! Sebanyak 30 Warga Gunungkidul Positif Terpapar Virus Antraks).
Tidak hanya itu, faktor lainnya juga bisa berasal dari hijuan makanan ternak. Ini lantaran sudah menjadi kebiasaan petani di Gunungkidul membeli hijauan makanan ternak ketika musim kemarau. "Kebiasaan ini sangat mungkin hijauan makanan ternak berasal dari wilayah yang sudah endemik Antraks," lanjut dia.
(nag)