Virus Corona di China karena Konsumsi Kelelawar, Warga Sulut Tetap Doyan Kelelawar
A
A
A
MANADO - Munculnya virus Corona di Wuhan, China, yang ditenggarai karena mengkonsumsi kelelawar, tidak membuat warga Sulawesi Utara (Sulut) takut makan kelelawar. Warga Sulut tetap doyan makan kelelawar, mereka biasa saja menanggapi berita tersebut, mereka menganggap itu baru hanya sebatas dugaan.
“Makanan daging kelelawar atau orang Minahasa menyebutnya Paniki sudah menjadi salah satu kuliner khas Minahasa. Ini bukan baru ada sekarang, melainkan sejak dulu berlangsung cukup lama. Tapi dari cerita orang tua dulu sampai saat ini, gak pernah ada masalah sih,” kata R Rumampuk, Jumat (24/1/2020).
Apalagi kata warga Tondano, Kabupaten Minahasa itu, setahu dirinya tidak pernah dibuat dalam bentuk sup. Sepengetahuannya, masaknya saja ketat, yakni pertama harus diblower dengan api supaya baunya hilang karena harus agak kering. Gegitu juga bumbunya, beragam agar bisa menghilangkan bau amisnya.
“Kalau di sup membayangkan rasanya saja terasa bagaimana gitu. Selama ini, setahu saya, masak di santan tapi bumbunya sama tinggal beda dipenggunaan santan. Karena di santan saja bumbunya harus banyak rempah-rempahnya supaya rasa dan bau hamisnya hilang,” jelasnya.
Menurut R Rumampuk, kelelawar hidupnya bergelantungan, jadi kotoran dari dirinya lah yang dijadikan pelindung dirinya dari predator. Keterangan serupa disampaikan Sondakh warga Minahasa Utara. Menurutnya, memasak kelelawar biasanya di santan hingga kering.
Bahkan sebelum dimasak dibakar dulu dengan api untuk mengeluarkan bulu-bulu halusnya. “Diikeluarkan bulu-bulu halusnya dengan menggunakan semprotan api,”terangnya.
Diketahui, makanan yang menggunakan daging kelelawar sebagai bahan utamanya memiliki rasa yang sedikit gurih meski tekstur daging terasa alot.
Apalagi kelelawar setelah dibersihkan, kemudian ditumis dengan campuran rempah-rempah seperti cabai merah, bawang merah, bawang putih, jahe, sereh, cengkeh, tomat dan dicampur dengan santan kelapa sebagai kuahnya. Unsur pedas di sini menjadi siasat mencegah daging kelelawar berbau amis.
Menurut keduanya, tidak semua kelelawar dapat digunakan sebagai olahan paniki. Hanya kelelawar pemakan buah sajalah yang digunakan untuk membuat kuliner khas ini. Meski demikian kuliner yang satu ini dinilai sebagai salah satu kuliner ekstrim yang ada di Manado.
“Makanan daging kelelawar atau orang Minahasa menyebutnya Paniki sudah menjadi salah satu kuliner khas Minahasa. Ini bukan baru ada sekarang, melainkan sejak dulu berlangsung cukup lama. Tapi dari cerita orang tua dulu sampai saat ini, gak pernah ada masalah sih,” kata R Rumampuk, Jumat (24/1/2020).
Apalagi kata warga Tondano, Kabupaten Minahasa itu, setahu dirinya tidak pernah dibuat dalam bentuk sup. Sepengetahuannya, masaknya saja ketat, yakni pertama harus diblower dengan api supaya baunya hilang karena harus agak kering. Gegitu juga bumbunya, beragam agar bisa menghilangkan bau amisnya.
“Kalau di sup membayangkan rasanya saja terasa bagaimana gitu. Selama ini, setahu saya, masak di santan tapi bumbunya sama tinggal beda dipenggunaan santan. Karena di santan saja bumbunya harus banyak rempah-rempahnya supaya rasa dan bau hamisnya hilang,” jelasnya.
Menurut R Rumampuk, kelelawar hidupnya bergelantungan, jadi kotoran dari dirinya lah yang dijadikan pelindung dirinya dari predator. Keterangan serupa disampaikan Sondakh warga Minahasa Utara. Menurutnya, memasak kelelawar biasanya di santan hingga kering.
Bahkan sebelum dimasak dibakar dulu dengan api untuk mengeluarkan bulu-bulu halusnya. “Diikeluarkan bulu-bulu halusnya dengan menggunakan semprotan api,”terangnya.
Diketahui, makanan yang menggunakan daging kelelawar sebagai bahan utamanya memiliki rasa yang sedikit gurih meski tekstur daging terasa alot.
Apalagi kelelawar setelah dibersihkan, kemudian ditumis dengan campuran rempah-rempah seperti cabai merah, bawang merah, bawang putih, jahe, sereh, cengkeh, tomat dan dicampur dengan santan kelapa sebagai kuahnya. Unsur pedas di sini menjadi siasat mencegah daging kelelawar berbau amis.
Menurut keduanya, tidak semua kelelawar dapat digunakan sebagai olahan paniki. Hanya kelelawar pemakan buah sajalah yang digunakan untuk membuat kuliner khas ini. Meski demikian kuliner yang satu ini dinilai sebagai salah satu kuliner ekstrim yang ada di Manado.
(zil)