12 Jam Mantan Setwan DPRD Cimahi Dimintai Keterangan Kejari

Jum'at, 22 November 2019 - 21:35 WIB
12 Jam Mantan Setwan DPRD Cimahi Dimintai Keterangan Kejari
12 Jam Mantan Setwan DPRD Cimahi Dimintai Keterangan Kejari
A A A
CIMAHI - Hampir 12 jam, mantan Sekretaris Dewan (Setwan) DPRD Cimahi 2018, Budi Raharja dimintai keterangan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Cimahi pada Kamis 21 November 2019.

Budi merupakan satu dari delapan pejabat mantan Setwan DPRD Kota Cimahi yang dimintai keterangan oleh penyelidik Kejari Cimahi atas dugaan korupsi anggaran reses DPRD Kota Cimahi 2018 sebesar Rp6,7 miliar

"Dimintai keterangan dari pukul 09.00 sampai sekitar 21.00 WIB. Tapi tidak terus menerus duduk di ruangan dan menjawab pertanyaan. Ada istirahat dan sempat ngobrol sama penyidik," kata Budi, Jumat (22/11/2019).

Budi menjelaskan, beberapa pertanyaan yang dilontarkan penyelidik di antaranya tentang proses pengajuan jasa peserta kegiatan reses, apa dasar hukumnya. Kemudian berapa pagu anggarannya, seperti apa mekanisme pendistribusian jasa non pns, dan apa saja aturan perundangan yang digunakan.

Aturan yang dipakai PP 24/2004 tentang Hak Keuangan Protokol, Pimpinan, dan Anggota DPRD. Direvisi ke PP 18/2017 tentang Hak Keuangan Administrasi Pimpinan dan Anggota DPRD.

Sementara soal jasa yang diterima oleh peserta non CPNS dalam masa reses. Uang saku yang diterima peserta kegiatan non CPNS tersebut mengacu pada Standar Biaya Belanja Daerah (SBBD) Pemerintah Kota Cimahi.

Uang saku itu kebutuhan anggota dewan untuk konstituen atau peserta non PNS. Teknisnya sama seperti OPD mengundang warga untuk ikut sosialisasi, saat reses juga begitu sehingga tidak melanggar PP 24 maupun PP 18.

"Saya juga bertanya dulu ke bagian anggaran, dan ternyata nomenklaturnya bukan uang saku, tapi jasa peserta kegiatan non PNS," ucapnya.

Selama pemeriksaan, dirinya dan penyelidik juga saling menyamakan persepsi soal aturan perundangan dan pasal-pasal yang menjadi payung hukum pelaksanaan reses dan belanja anggaran, khususnya untuk non PNS yang dipermasalahkan. Hal ini untuk menyamakan pemahaman dan agar tidak terjadi salah persepsi soal pasal dan undang-undang.

"Kita punya cara tersendiri memaknai aturan itu, jadi saya jelaskan secara terperinci, sampai muncul kesimpulan yang ditanyakan," jelasnya.
(wib)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8400 seconds (0.1#10.140)