Kisah Siti Aisyah, Nenek Penjual Es Lengkong yang Menangis di Depan HT
A
A
A
JAKARTA - Kehadiran Ketua Umum (Ketum) Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo (HT) di sejumlah wilayah dalam masa kampanye terbuka menjadi angin segar untuk masyarakat. Apalagi, HT selalu membaur dan bercengkerama dengan masyarakat setempat serta mendengar keluh kesah mereka dalam setiap kunjungannya.
Seperti Siti Aisyah Dawane, perempuan berusia 75 tahun asal Kabupaten Deliserdang, Sumatera Utara (Sumut). Dia mengadu kepada HT dan berkeluh kesah tentang hidupnya di Lapangan Reformasi, Percut Sei Tuan, Selasa 9 April 2019.
Siti Aisyah menceritakan tentang kondisi kakinya yang tidak lagi bisa berjalan dengan lancar. Kendati demikian, dia tetap harus berjualan es lengkong demi membiayai hidupnya.
Siti Aisyah mengungkapkan, kaki kirinya mulai mengalami penurunan fungsi untuk berjalan sejak 10 tahun lalu. Kini, dia harus berjalan dengan tumpuan seadanya. Hal tersebut disebabkan oleh kolesterol dan asam urat yang tak kunjung sembuh. Meski rutin mengonsumsi obat hingga sekarang, fungsi kakinya tidak pernah kembali seperti semula.
Hidup bersama putranya yang hanya berjualan bakso bakar, Siti Aisyah mengaku tak sampai hati meminta uang untuk berobat dan keperluan lain. Terlebih lagi, putranya masih harus banting tulang untuk menghidupi istri dan dua anaknya. Itu pun terkadang masih belum mencukupi kebutuhan sehari-hari.
“Ini memang kemauan saya untuk jualan es lengkong. Saya tidak sampai hati minta uang sama anak, kadang saya berbohong pada anak tentang kondisi kaki saya. Saya bilang kaki saya tidak sakit biar diizinkan berjualan,” ungkap Siti Aisyah.
Dia sebenarnya memiliki lima anak, namun semuanya sudah menikah dan empat di antaranya tinggal jauh darinya. Rasa sedih terkadang muncul ketika melihat cucu-cucu dari anak pertamanya kekurangan uang jajan. Belum lagi sang anak harus membayar kontrakan dan listrik.
Siti Aisyah menjual es lengkong dengan harga Rp2.000 per bungkus. Namun, terkadang harus ikhlas hanya diberi Rp1.000 oleh anak-anak. Semua dia syukuri sambil berharap ada perubahan kesejahteraan dalam hidupnya.
Beberapa haru lalu ketika mendengar HT akan datang ke Lapangan Reformasi untuk kampanye, Siti Aisyah memutuskan berjualan di lokasi tersebut. Dia berharap dagangan esnya laku di tengah ribuan warga yang hadir. Dia juga punya harapan sendiri untuk Partai Perindo.
“Saya berharap Partai Perindo bisa membuat sembako jadi lebih murah dan keadaan bangsa ini aman dan damai,” ungkapnya.
Mendengar cerita Siti Aisyah, HT menjelaskan beberapa program Partai Perindo jika masuk ke parlemen. Salah satunya memastikan anak-anak Indonesia untuk mendapatkan akses pendidikan yang merata, tak terkecuali untuk cucu-cucu Siti Aisyah.
“Saya yakin pendidikan itu penting sekali. Kalau bisa memenangkan pemilu, kami akan perjuangkan adik-adik yang tidak mampu agar bisa kuliah,” ujar HT.
Seperti Siti Aisyah Dawane, perempuan berusia 75 tahun asal Kabupaten Deliserdang, Sumatera Utara (Sumut). Dia mengadu kepada HT dan berkeluh kesah tentang hidupnya di Lapangan Reformasi, Percut Sei Tuan, Selasa 9 April 2019.
Siti Aisyah menceritakan tentang kondisi kakinya yang tidak lagi bisa berjalan dengan lancar. Kendati demikian, dia tetap harus berjualan es lengkong demi membiayai hidupnya.
Siti Aisyah mengungkapkan, kaki kirinya mulai mengalami penurunan fungsi untuk berjalan sejak 10 tahun lalu. Kini, dia harus berjalan dengan tumpuan seadanya. Hal tersebut disebabkan oleh kolesterol dan asam urat yang tak kunjung sembuh. Meski rutin mengonsumsi obat hingga sekarang, fungsi kakinya tidak pernah kembali seperti semula.
Hidup bersama putranya yang hanya berjualan bakso bakar, Siti Aisyah mengaku tak sampai hati meminta uang untuk berobat dan keperluan lain. Terlebih lagi, putranya masih harus banting tulang untuk menghidupi istri dan dua anaknya. Itu pun terkadang masih belum mencukupi kebutuhan sehari-hari.
“Ini memang kemauan saya untuk jualan es lengkong. Saya tidak sampai hati minta uang sama anak, kadang saya berbohong pada anak tentang kondisi kaki saya. Saya bilang kaki saya tidak sakit biar diizinkan berjualan,” ungkap Siti Aisyah.
Dia sebenarnya memiliki lima anak, namun semuanya sudah menikah dan empat di antaranya tinggal jauh darinya. Rasa sedih terkadang muncul ketika melihat cucu-cucu dari anak pertamanya kekurangan uang jajan. Belum lagi sang anak harus membayar kontrakan dan listrik.
Siti Aisyah menjual es lengkong dengan harga Rp2.000 per bungkus. Namun, terkadang harus ikhlas hanya diberi Rp1.000 oleh anak-anak. Semua dia syukuri sambil berharap ada perubahan kesejahteraan dalam hidupnya.
Beberapa haru lalu ketika mendengar HT akan datang ke Lapangan Reformasi untuk kampanye, Siti Aisyah memutuskan berjualan di lokasi tersebut. Dia berharap dagangan esnya laku di tengah ribuan warga yang hadir. Dia juga punya harapan sendiri untuk Partai Perindo.
“Saya berharap Partai Perindo bisa membuat sembako jadi lebih murah dan keadaan bangsa ini aman dan damai,” ungkapnya.
Mendengar cerita Siti Aisyah, HT menjelaskan beberapa program Partai Perindo jika masuk ke parlemen. Salah satunya memastikan anak-anak Indonesia untuk mendapatkan akses pendidikan yang merata, tak terkecuali untuk cucu-cucu Siti Aisyah.
“Saya yakin pendidikan itu penting sekali. Kalau bisa memenangkan pemilu, kami akan perjuangkan adik-adik yang tidak mampu agar bisa kuliah,” ujar HT.
(mhd)