Ini Penjelasan Kepala UPT Bina Marga Gunungsitoli Terkait Blokade Jalan di Nias
A
A
A
NIAS - Kepala UPT Bina Marga Gunungsitoli, Ekuator Daely mengklaim, pihaknya sudah melakukan upaya penanganan awal dengan menyiram aspal minyak dan air setiap hari untuk mengurangi debu hamparan base pada proyek pemeliharaan jalan provinsi di Kecamatan Hiliserangkai.
Masyarakat mengeluhkan banyaknya debu akibat proyek perbaikan jalam yang tak kunjung selesai dikerjakan sejak 2018. Akibatnya warga di Desa Lolofaoso Lalai, Kecamatan Hiliserangkai, melakukan blokade jalan. (Baca juga; Warga Nias Blokade Jalan dan Bakar Ban, Protes Perbaikan Jalan Tak Kunjung Selesai )
"Mengenai keresahan masyarakat akibat debu, pihak UPT telah mengambil langkah penanganan awal dengan penyiraman aspal minyak dan penyiraman setiap hari. Ini merupakan beban moral atas keluhan masyarakat," ujar Ekuator Daely melalui pesan whattapp, Rabu (27/2/2019).
Menurut Ekuator, penanganan lanjutan terhadap paket pekerjaan tersebut terlebih dahulu dilakukan audit untuk menghindari cela hukum di kemudian hari. "Pihak UPT sudah berkoordinasi dengan bapak kepala dinas bina marga dan bina kontruksi provinsi sumut agar secepatnya diundang tim audit untuk selanjutnya diambil langkah penanganan untuk menghindari cela hukum di kemudian hari," katanya
Penyiraman setiap hari, kata Ekuator, dilakukan dengan bekerjasama dengan pemerintah desa setempat bersama tokoh masyarakat dengan memfasilitasi sarana pendukung. “Pada 18 Februari 2019, tokoh masyarakat desa Lolofaoso Lalai dan Humogea didampingi kades sudah kita jelaskan pokok permasalahan sehingga kita bekerja sama dengan kepala desa dan pihak UPT memfasilitasi sarana pendukung untuk penyiraman," sebutnya.
Ekuator Daely menjelaskan, proyek peningkatan ruas jalan Lolowua Dola Kabupaten Nias tersebut senilai Rp7,5 miliar dengan pelaksana PT Putra Bungai Parseroan. Penyerahan lapangan dilakukan Juli 2018 dan berakhir kontrak 17 November 2018. "Akibat dari ketidakmampuan penyedia jasa dalam menyelesaikan proyek sesuai kontrak, maka pada 27 Desember 2018 telah diputus kontrak," ujarnya.
Kelalaian rekanan, lanjut Daely telah dikenakan sanksi pencatuman dalam daftar black list atas rekomendasi Inspektorat Provinsi Sumut dan saat ini telah masuk di portal LKPP. Sampai 31 Desember 2018 pihak kontraktor belum mengajukan permohonan pengajuan pembayaran atas pekerjaan sebagian yang telah dikerjakan, pada opname terakhir oleh tim penelitik kontrak sebesar 23,36%.
Masyarakat mengeluhkan banyaknya debu akibat proyek perbaikan jalam yang tak kunjung selesai dikerjakan sejak 2018. Akibatnya warga di Desa Lolofaoso Lalai, Kecamatan Hiliserangkai, melakukan blokade jalan. (Baca juga; Warga Nias Blokade Jalan dan Bakar Ban, Protes Perbaikan Jalan Tak Kunjung Selesai )
"Mengenai keresahan masyarakat akibat debu, pihak UPT telah mengambil langkah penanganan awal dengan penyiraman aspal minyak dan penyiraman setiap hari. Ini merupakan beban moral atas keluhan masyarakat," ujar Ekuator Daely melalui pesan whattapp, Rabu (27/2/2019).
Menurut Ekuator, penanganan lanjutan terhadap paket pekerjaan tersebut terlebih dahulu dilakukan audit untuk menghindari cela hukum di kemudian hari. "Pihak UPT sudah berkoordinasi dengan bapak kepala dinas bina marga dan bina kontruksi provinsi sumut agar secepatnya diundang tim audit untuk selanjutnya diambil langkah penanganan untuk menghindari cela hukum di kemudian hari," katanya
Penyiraman setiap hari, kata Ekuator, dilakukan dengan bekerjasama dengan pemerintah desa setempat bersama tokoh masyarakat dengan memfasilitasi sarana pendukung. “Pada 18 Februari 2019, tokoh masyarakat desa Lolofaoso Lalai dan Humogea didampingi kades sudah kita jelaskan pokok permasalahan sehingga kita bekerja sama dengan kepala desa dan pihak UPT memfasilitasi sarana pendukung untuk penyiraman," sebutnya.
Ekuator Daely menjelaskan, proyek peningkatan ruas jalan Lolowua Dola Kabupaten Nias tersebut senilai Rp7,5 miliar dengan pelaksana PT Putra Bungai Parseroan. Penyerahan lapangan dilakukan Juli 2018 dan berakhir kontrak 17 November 2018. "Akibat dari ketidakmampuan penyedia jasa dalam menyelesaikan proyek sesuai kontrak, maka pada 27 Desember 2018 telah diputus kontrak," ujarnya.
Kelalaian rekanan, lanjut Daely telah dikenakan sanksi pencatuman dalam daftar black list atas rekomendasi Inspektorat Provinsi Sumut dan saat ini telah masuk di portal LKPP. Sampai 31 Desember 2018 pihak kontraktor belum mengajukan permohonan pengajuan pembayaran atas pekerjaan sebagian yang telah dikerjakan, pada opname terakhir oleh tim penelitik kontrak sebesar 23,36%.
(wib)