Tingkatkan Pemahaman Mengenai Arbitrase, BANI Kerja Sama dengan UGM
A
A
A
YOGYAKARTA - Keberhasilan pembangunan dan perekonomian sebuah negara dapat tercermin dari kesuksesan negara tersebut dalam menyelesaikan sengketa bisnis di negaranya. Terutama penyelesaian sengketa melalui arbitrase, ini dapat terlihat bagaimana Singapura dan China saling berlomba menelurkan arbiter terbaik guna menyelesaikan sengketa bisnis di negaranya.
“Kita lihat hasilnya, seiring dengan perkembangan arbitrase di Singapura dan China, investasi pun terus berdatangan pada mereka,” ungkap Wakil Rektor Universitas Gajah Mada (UGM), Paripurna, dalam acara Penandatanganan Memorandum Of Understanding (MOU) antara UGM dan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), di University Club UGM, Yogyakarta pada Selasa (18/12/2018).
Dalam penandatangan yang dilakukan di sela Seminar nasional bertema “Forum Arbitrase Sebagai Penyelesaian Sengketa Konstruksi” tersebut, Paripurna menambahkan bahwa penyelesaian sengketa melalui arbitrase lebih banyak keuntungannya bagi pelaku usaha, karena selain prosesnya cepat, biayanya transparan dan terukur jelas, juga proses persidangan bersifat rahasia sehingga dapat melindungi reputasi pihak yang menyelesaikan sengketa.
“Jika dibandingkan dengan pengadilan, selain waktu yang dibutuhkan lebih lama karena ada proses bertingkat dari Pengadilan Negeri, kemudian Pengadilan Tinggi, Kasasi dan seterusnya. Ini perusahaan bisa hancur apalagi jika dimuat di media massa,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima SINDOnews, Kamis (20/12/2018).
Paripurna mengemukakan, pembangunan infrastruktur di Indonesia termasuk di Yogyakarta sendiri sangat pesat, seperti pembangunan airport, pelabuhan, jembatan, gedung, apartemen dan lainnya, yang notabene akan memakan biaya besar dan melibatkan banyak pihak, tentunya sangat rawan sengketa. Karena itu dibutuhkan pengetahuan arbitrase yang semua pihak yang berkepentingan.
Sementara Wakil Dekan Bidang Keuangan, Aset, dan Sumber Daya Manusia Fakultas Hukum UGM, Herliana, menyebutkan bahwa peran lembaga arbitrase akan sangat dibutuhkan dalam penyelesaian sengketa, oleh karenanya dirasakan perlu untuk melakukan kerjasama dengan BANI, sebagai penyeimbang dari teori yang UGM berikan pada mahasiswanya.
“Melalui BANI dengan sejarahnya serta pengalamannya dalam menyelesaian berbagai sengketa, kami yakin dapat mendekatkan dan memberikan pemahaman kepada mahasiswa kami terhadap arbitrase di dunia nyata,” ujarnya.
Ketua BANI Husseyn Umar mengatakan, pihaknya selaku lembaga arbitrase tertua dan terbesar di Indonesia, memang senantiasa terus mensosilisasikan wawasan mengenai arbitrase kepada semua kalangan. “Kerja sama dengan UGM ini adalah salah satu bentuk cara kami mensosialisasikan arbitrase di kalangan akademisi,” ujarnya.
Menurut Husseyn, sangat penting sekali akademisi memahami arbitrase, karena jika perkembangan dunia arbitrase yang sangat cepat ini, jika tidak segera diantisipasi oleh dunia akademik, mahasiswa khususnya dari fakultas hukum bisa ketinggalan.
“Ketika mereka lulus, dan berhadapan langsung di pasar, dan pasar menghendaki semua sengketa bisnis diselesaikan di arbitrase, namun mereka belum paham dan hanya tahu teori, itu bisa jadi problem, karena tidak semua teori sama dengan prakteknya,” ujarnya.
“Kita lihat hasilnya, seiring dengan perkembangan arbitrase di Singapura dan China, investasi pun terus berdatangan pada mereka,” ungkap Wakil Rektor Universitas Gajah Mada (UGM), Paripurna, dalam acara Penandatanganan Memorandum Of Understanding (MOU) antara UGM dan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), di University Club UGM, Yogyakarta pada Selasa (18/12/2018).
Dalam penandatangan yang dilakukan di sela Seminar nasional bertema “Forum Arbitrase Sebagai Penyelesaian Sengketa Konstruksi” tersebut, Paripurna menambahkan bahwa penyelesaian sengketa melalui arbitrase lebih banyak keuntungannya bagi pelaku usaha, karena selain prosesnya cepat, biayanya transparan dan terukur jelas, juga proses persidangan bersifat rahasia sehingga dapat melindungi reputasi pihak yang menyelesaikan sengketa.
“Jika dibandingkan dengan pengadilan, selain waktu yang dibutuhkan lebih lama karena ada proses bertingkat dari Pengadilan Negeri, kemudian Pengadilan Tinggi, Kasasi dan seterusnya. Ini perusahaan bisa hancur apalagi jika dimuat di media massa,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima SINDOnews, Kamis (20/12/2018).
Paripurna mengemukakan, pembangunan infrastruktur di Indonesia termasuk di Yogyakarta sendiri sangat pesat, seperti pembangunan airport, pelabuhan, jembatan, gedung, apartemen dan lainnya, yang notabene akan memakan biaya besar dan melibatkan banyak pihak, tentunya sangat rawan sengketa. Karena itu dibutuhkan pengetahuan arbitrase yang semua pihak yang berkepentingan.
Sementara Wakil Dekan Bidang Keuangan, Aset, dan Sumber Daya Manusia Fakultas Hukum UGM, Herliana, menyebutkan bahwa peran lembaga arbitrase akan sangat dibutuhkan dalam penyelesaian sengketa, oleh karenanya dirasakan perlu untuk melakukan kerjasama dengan BANI, sebagai penyeimbang dari teori yang UGM berikan pada mahasiswanya.
“Melalui BANI dengan sejarahnya serta pengalamannya dalam menyelesaian berbagai sengketa, kami yakin dapat mendekatkan dan memberikan pemahaman kepada mahasiswa kami terhadap arbitrase di dunia nyata,” ujarnya.
Ketua BANI Husseyn Umar mengatakan, pihaknya selaku lembaga arbitrase tertua dan terbesar di Indonesia, memang senantiasa terus mensosilisasikan wawasan mengenai arbitrase kepada semua kalangan. “Kerja sama dengan UGM ini adalah salah satu bentuk cara kami mensosialisasikan arbitrase di kalangan akademisi,” ujarnya.
Menurut Husseyn, sangat penting sekali akademisi memahami arbitrase, karena jika perkembangan dunia arbitrase yang sangat cepat ini, jika tidak segera diantisipasi oleh dunia akademik, mahasiswa khususnya dari fakultas hukum bisa ketinggalan.
“Ketika mereka lulus, dan berhadapan langsung di pasar, dan pasar menghendaki semua sengketa bisnis diselesaikan di arbitrase, namun mereka belum paham dan hanya tahu teori, itu bisa jadi problem, karena tidak semua teori sama dengan prakteknya,” ujarnya.
(rhs)