Lala, Jawara Karate Itu Harus Rela Berpindah-Pindah Kontrakan

Sabtu, 15 Desember 2018 - 20:35 WIB
Lala, Jawara Karate...
Lala, Jawara Karate Itu Harus Rela Berpindah-Pindah Kontrakan
A A A
MAJALENGKA - Menggeluti olahraga karate tidak melulu menjadi milik dari keluarga kalangan menengah ke atas saja. Lahir dan besar di kalangan keluarga sederhana pun memiliki kesempatan yang sama.

Hal itu setidaknya dibuktikan oleh Lala Diah Pitaloka, karateka cilik yang beberapa waktu lalu menjuarai Kejuaran Internasional Karate Belgia. Lahir dari keluarga pas-pasan, bocah kelahiran 17 Mei 2005 itu menjelma menjadi sosok yang disegani lawan-lawannya saat di arena.

Kondisi jauh dari kesan glamour tersebut, masih terlihat pada diri Lala hingga saat ini. Bahkan, sang jawara itu harus rela berpindah dari satu rumah ke rumah lainnya, mengikuti ayahnya yang berpindah-pindah kontrakan.

"Ya pindah-pindah (kontrakan) saja. Di (kontrakan) sini baru empat bulan. Kebetulan yang punya rumahnya masih saudara, jadi nggak terlalu mahal," kata Ayah Lala, Idi Sayidiman di rumah kontrakannya, Rt 5/8, Blok Tajurwangi, Desa Waringin, Kecamatan Palasah, saat berbincang dengan Sindonews, Sabtu (15/12/2018).

Dia mengakui, sejak 2014 lalu Lala memang kerap menjuarai sejumlah kejuaraan. Namun, gelar tersebut tidak lantas membuat dia bergelimang uang. "Kebanyakan hanya medali, piagam, dan tropy saja. Pernah ada kadedeuh (bonus) waktu di O2SN, sebesar Rp5 juta, dipotong pajak. Alhamdulillah, untuk kebutuhan sehari-hari," katanya.

"Baru kemudian setelah juara dunia, saat di Jerman 2016, mulai ada bonus-bonus. Terakhir waktu juara di Belgia kemarin, ada bonus juga dari Pemkab, Rp50 juta. Insya Allah itu akan digunakan untuk usaha," jelas Idi, yang juga pelatih fisik Lala itu.

Hidup di lingkungan keluarga sederhana, sukses membuat Lala tumbuh sebagai sosok yang rendah hati. Meskipun sudah memiliki nama besar, akan tetapi dia tetap seperti halnya anak-anak pada umumnya.

"Dari kecil dia sudah kelihatan mandiri. Alhamdulillah, meskipun dari keluarga sederhana, dia tidak pernah terlihat minder saat mengikuti kejuaraan. Sampai sekarang ya masih kaya anak-anak pada umumnya, mandiri dan tidak membuat jarak dengan orang lain," ungkapnya.

Jauh sebelum menjadi atlet hebat, Idi mengaku kerap mendapat kesulitan saat menyiapkan kebutuhan untuk Lala. Kesulitan semakin terasa saat dia akan berangkat ke Jerman. "Berangkat dari serba keterbatasan, kami ingin membuktikan bahwa karate itu mudah. Ingin menjdi icon Majalengka. Ketika ingat Karate, ingat Majalengka," papar Idi.
(wib)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1994 seconds (0.1#10.140)