Ribuan Guru Honorer di Gunungkidul Mogok Kerja, Sekolah Kacau
A
A
A
GUNUNGKIDUL - Aksi mogok kerja ribuan honorer di Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), sejak Senin (15/10/2018) mulai membuat sekolah kerepotan. Tidak jarang siswa dibiarkan di dalam kelas tanpa guru lantaran minimnya pengajar.
Kepala SDN Semanu, Gunungkidul Kusti Dwi Martini mengungkapkan, di sekolahnya terdapat sembilan GTT/PTT. Aksi mogok guru honorer membuat proses belajar mengajar kacau. "Bagaimana tidak kacau kalau kami memiliki 12 kelas pararel. Jadi satu guru harus mengampu dua kelas sekarang, karena aksi mogok nasional GTT," katanya kepada SINDOnews, Selasa (16/10/2018).
Kusti menghormati aksi menuntut hak yang dilakukan para GTT. Untuk itu pemerintah harus mencarikan solusi. Apalagi aksi akan dilakukan hingga akhir bulan. "Kalau tidak ada solusi bersama dari pemerintah, jelas KBM akan semakin kacau," ujarnya.
Disinggung mengenai relawan yang siap menggantikan, Kusti pesimistis. Hal ini lantaran yang dibutuhkan adalah guru yang sesuai dengan kebutuhan anak didik. Untuk itu, yang diharapkan adalah pengganti guru. Jika hendak menjadi relawan, maka ijazahnya harus sesuai. "Karena ini institusi pendidikan. Bukan sekadar mata pelajaran tambahan, tapi harus sesuai kurikulum. Ini sulit kalau sekedar relawan," ujarnya.
Saat ini jumlah siswa di SDN Semanu sebanyak 257 anak. Kusti berharap aksi mogok para GTT tidak sampai akhir bulan. "Kasihan anak didik kami," katanya.
Sementara itu, Ketua Forum Honorer Sekolah Negeri (FHSN) Gunungkidul Aris Wijayanto mengatakan, pihaknya juga memahami anak didik yang membutuhkan guru. Kendati demikian aksi mogok yang dilakukan adalah menuntut keberpihakan pemerintah terhadap honorer. "Kalau tuntutan kami diterima dan tidak ada pembatasan rekrutmen bagi tenaga honorer. Kami segera kembali ke sekolah," katanya.
Kepala SDN Semanu, Gunungkidul Kusti Dwi Martini mengungkapkan, di sekolahnya terdapat sembilan GTT/PTT. Aksi mogok guru honorer membuat proses belajar mengajar kacau. "Bagaimana tidak kacau kalau kami memiliki 12 kelas pararel. Jadi satu guru harus mengampu dua kelas sekarang, karena aksi mogok nasional GTT," katanya kepada SINDOnews, Selasa (16/10/2018).
Kusti menghormati aksi menuntut hak yang dilakukan para GTT. Untuk itu pemerintah harus mencarikan solusi. Apalagi aksi akan dilakukan hingga akhir bulan. "Kalau tidak ada solusi bersama dari pemerintah, jelas KBM akan semakin kacau," ujarnya.
Disinggung mengenai relawan yang siap menggantikan, Kusti pesimistis. Hal ini lantaran yang dibutuhkan adalah guru yang sesuai dengan kebutuhan anak didik. Untuk itu, yang diharapkan adalah pengganti guru. Jika hendak menjadi relawan, maka ijazahnya harus sesuai. "Karena ini institusi pendidikan. Bukan sekadar mata pelajaran tambahan, tapi harus sesuai kurikulum. Ini sulit kalau sekedar relawan," ujarnya.
Saat ini jumlah siswa di SDN Semanu sebanyak 257 anak. Kusti berharap aksi mogok para GTT tidak sampai akhir bulan. "Kasihan anak didik kami," katanya.
Sementara itu, Ketua Forum Honorer Sekolah Negeri (FHSN) Gunungkidul Aris Wijayanto mengatakan, pihaknya juga memahami anak didik yang membutuhkan guru. Kendati demikian aksi mogok yang dilakukan adalah menuntut keberpihakan pemerintah terhadap honorer. "Kalau tuntutan kami diterima dan tidak ada pembatasan rekrutmen bagi tenaga honorer. Kami segera kembali ke sekolah," katanya.
(amm)