Eksotisme Pagi Watu Payung Gunungkidul Bak Negeri di Atas Awan
A
A
A
GUNUNGKIDUL - Bentang alam karst di Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), yang masuk dalam jaringan UNESCO Global Geopark menyimpan keindahan alam menakjubkan. Begitu juga salah satu geosite Turunan yang berada di Desa Girisuko, Kecamatan Panggang.
Di lokasi ini, pandangan mata kita bakal disuguhi pemandangan bentang alam nan indah dengan latar belakang Sungai Oya. Ketika pagi hari sebuah pemandangan alam yang luar biasa bakal kita nikmati di lokasi berjarak sekitar 18 km dari pusat Kota Wonosari ini. Bagaimana tidak, sebuah spot foto dengan hiasan layaknya tujuh kapal bakal menjadi saksi ketika kita berdiri di ujung bukit. Bahkan, tidak terasa kita seakan dibawa berada di atas awan.
Lokasi yang belum genap satu bulan diluncurkan ini pun mulai ramai dikunjungi wisatawan. Rata-rata setiap hari sedikitnya 70-100 wisatawan berkunjung di objek wisata berada di perbatasan Gunungkidul dengan Imogiri serta Mangunan, Dlingo, Bantul ini.
Linawati, salah satu pengunjung mengaku, sengaja datang mengunjungi objek wisata Watu Payung karena melihat unggahan Facebook dan Instagram mengenai objek wisata baru yang berada di Gisiuko, Panggang ini. Dia pun bersama teman-temannya dari Kota Yogyakarta sengaja datang pagi hari untuk bisa mendapatkan spot foto di atas awan.
"Namun sedikit kesiangan, saya sampai sini sudah pukul 06.00 WIB, semestinya lebih awal sehingga awannya lebih bagus," ungkapnya.
Menurut salah satu pengelola objek wisata Watu Payung, Iwan Saputra, pihaknya sempat putus asa mengembangkan kawasan bentang karts geosite Turunan, terutama Watu Payung tersebut. Dengan berbagai inovasi dan bimbingan beberapa pihak, akhirnya pada akhir 2017 beberapa lembaga pendamping bersama masyarakat menuangkan ide kreatif untuk membuat spot foto. Selain itu, juga mulai digali legenda-legenda untuk membangkitkan nuansa.
"Akhirnya ada empat spot foto di sini," ujarnya. Empat spot foto tersebut adalah Hasto Hapsari dengan ide cerita tujuh bidadari dalam legenda Joko Tarub, yaitu bidadari Mejikuhibiniu. Jika digabungkan, warna-warna tersebut menjadi satu warna yaitu putih. "Makanya, dalam spot foto kami ada delapan bidadari, satu adalah warna putih yang melambangkan diri kita," ungkapnya.
Spot foto berikutnya adalah Jembatan Goro-Goro sebagai lambang kegotongroyongan, kemudian menara sebagai sebuah awal cahaya dari keputusasaan sehingga bisa mengarahkan warga untuk bersatu dan terarah. Kemudian spot foto Andum Tuntum sebagai simbol keuletan dan keterkaitan warga dan kebersamaan untuk saling berbagi mengurangi beban.
Untuk menuju lokasi ini, para wisatawan bisa mengambil arah dari Yogyakarta menuju Gunungkidul. Kemudian ambil arah objek wisata Sri Gethuk di Playen dan langsung menuju ke Panggang melewati Banyusoco. Untuk bus besar belum direkomendasikan karena tanjakan yang lumayan tinggi. Hanya bus bus mikro dan kendaraan roda empat bisa sampai lokasi. Tiket masuk masih sangat murah yaitu Rp3.000 setiap pengunjung.
Di lokasi ini, pandangan mata kita bakal disuguhi pemandangan bentang alam nan indah dengan latar belakang Sungai Oya. Ketika pagi hari sebuah pemandangan alam yang luar biasa bakal kita nikmati di lokasi berjarak sekitar 18 km dari pusat Kota Wonosari ini. Bagaimana tidak, sebuah spot foto dengan hiasan layaknya tujuh kapal bakal menjadi saksi ketika kita berdiri di ujung bukit. Bahkan, tidak terasa kita seakan dibawa berada di atas awan.
Lokasi yang belum genap satu bulan diluncurkan ini pun mulai ramai dikunjungi wisatawan. Rata-rata setiap hari sedikitnya 70-100 wisatawan berkunjung di objek wisata berada di perbatasan Gunungkidul dengan Imogiri serta Mangunan, Dlingo, Bantul ini.
Linawati, salah satu pengunjung mengaku, sengaja datang mengunjungi objek wisata Watu Payung karena melihat unggahan Facebook dan Instagram mengenai objek wisata baru yang berada di Gisiuko, Panggang ini. Dia pun bersama teman-temannya dari Kota Yogyakarta sengaja datang pagi hari untuk bisa mendapatkan spot foto di atas awan.
"Namun sedikit kesiangan, saya sampai sini sudah pukul 06.00 WIB, semestinya lebih awal sehingga awannya lebih bagus," ungkapnya.
Menurut salah satu pengelola objek wisata Watu Payung, Iwan Saputra, pihaknya sempat putus asa mengembangkan kawasan bentang karts geosite Turunan, terutama Watu Payung tersebut. Dengan berbagai inovasi dan bimbingan beberapa pihak, akhirnya pada akhir 2017 beberapa lembaga pendamping bersama masyarakat menuangkan ide kreatif untuk membuat spot foto. Selain itu, juga mulai digali legenda-legenda untuk membangkitkan nuansa.
"Akhirnya ada empat spot foto di sini," ujarnya. Empat spot foto tersebut adalah Hasto Hapsari dengan ide cerita tujuh bidadari dalam legenda Joko Tarub, yaitu bidadari Mejikuhibiniu. Jika digabungkan, warna-warna tersebut menjadi satu warna yaitu putih. "Makanya, dalam spot foto kami ada delapan bidadari, satu adalah warna putih yang melambangkan diri kita," ungkapnya.
Spot foto berikutnya adalah Jembatan Goro-Goro sebagai lambang kegotongroyongan, kemudian menara sebagai sebuah awal cahaya dari keputusasaan sehingga bisa mengarahkan warga untuk bersatu dan terarah. Kemudian spot foto Andum Tuntum sebagai simbol keuletan dan keterkaitan warga dan kebersamaan untuk saling berbagi mengurangi beban.
Untuk menuju lokasi ini, para wisatawan bisa mengambil arah dari Yogyakarta menuju Gunungkidul. Kemudian ambil arah objek wisata Sri Gethuk di Playen dan langsung menuju ke Panggang melewati Banyusoco. Untuk bus besar belum direkomendasikan karena tanjakan yang lumayan tinggi. Hanya bus bus mikro dan kendaraan roda empat bisa sampai lokasi. Tiket masuk masih sangat murah yaitu Rp3.000 setiap pengunjung.
(amm)