Solo Menari Gambyong, 5.035 Penari Pecahkan Rekor MURI
A
A
A
SOLO - Sebanyak 5.035 pelajar dan masyarakat menari Tari Gambyong secara serentak di area car free day (CFD) Jalan Slamet Riyadi, Solo, Jawa Tengah, Minggu (29/4/2018) pagi. Acara ini sukses tercatat dan memecahkan rekor Museum Rekor Indonesia (MURI)
Solo Menari Gambyong 5.000 Penari dalam rangka menyemarakkan Hari Tari Sedunia. Lemah gemulai tarian yang biasanya diperuntukkan untuk menyambut para tamu tersebut mampu memukau ribuan masyarakat yang hadir untuk menyaksikan.
“Acara ini tercatat dalam rekor MURI yang ke 8.434,” ujar Manajer MURI Ariyani Siregar usai acara Solo Menari Gambyong 5.000 Penari di Kota Solo, Jawa Tengah, Minggu (29/4/2018) siang. Sekaligus memecahkan rekor sebelumnya dengan melibatkan 1.001 penari pada 29 April 2017 lalu yang juga digelar di Kota Solo.
Kabid Kesenian, Sejarah, dan Sastra Dinas Kebudayaan (Disbud) Solo Maretha Dinar Cahyono mengatakan, Tari Gambyong dipilih karena merupakan salah satu tarian asli Solo atau Surakarta. Pada sisi lain juga membangun pengetahuan mengenai Gambyong dengan cara mengajak generasi muda untuk mengenal dan ikut menari.
“Tari Gambyong adalah tarian Jawa klasik yang berasal dari Surakarta. Biasanya dibawakan untuk pertunjukkan atau menyambut tamu,” ujar Maretha Dinar Cahyono.
Dulunya, Gambyong berawal dari nama seorang penari ledhek di zaman Pakoe Boewono IV di Surakarta. Penari itu juga disebut dalam buku Cariyos Lelampahanipun karya R Ng Ronggowarsito tahun 1803-1873. Dalam buku itu mengungkapkan adanya penari ledhek yang bernama Gambyong yang memiliki kemahiran dalam menari dan kemerduan suara. Sehingga menjadi pujaan kaum muda zaman itu. “Pada dasarnya, Gambyong dicipta untuk penari tunggal,” urainya.
Namun sekarang lebih sering dibawakan oleh beberapa penari putri remaja dengan menambahkan unsur blocking panggung. Sehingga melibatkan garis dan gerak yang serba besar.
Dalam perhelatan Solo Menari Gambyong 5.000 Penari, pesertanya diantaranya berasal dari SMP, SMA, sanggar tari dari lima kecamatan, dan universitas di Kota Solo.
Solo Menari Gambyong 5.000 Penari dalam rangka menyemarakkan Hari Tari Sedunia. Lemah gemulai tarian yang biasanya diperuntukkan untuk menyambut para tamu tersebut mampu memukau ribuan masyarakat yang hadir untuk menyaksikan.
“Acara ini tercatat dalam rekor MURI yang ke 8.434,” ujar Manajer MURI Ariyani Siregar usai acara Solo Menari Gambyong 5.000 Penari di Kota Solo, Jawa Tengah, Minggu (29/4/2018) siang. Sekaligus memecahkan rekor sebelumnya dengan melibatkan 1.001 penari pada 29 April 2017 lalu yang juga digelar di Kota Solo.
Kabid Kesenian, Sejarah, dan Sastra Dinas Kebudayaan (Disbud) Solo Maretha Dinar Cahyono mengatakan, Tari Gambyong dipilih karena merupakan salah satu tarian asli Solo atau Surakarta. Pada sisi lain juga membangun pengetahuan mengenai Gambyong dengan cara mengajak generasi muda untuk mengenal dan ikut menari.
“Tari Gambyong adalah tarian Jawa klasik yang berasal dari Surakarta. Biasanya dibawakan untuk pertunjukkan atau menyambut tamu,” ujar Maretha Dinar Cahyono.
Dulunya, Gambyong berawal dari nama seorang penari ledhek di zaman Pakoe Boewono IV di Surakarta. Penari itu juga disebut dalam buku Cariyos Lelampahanipun karya R Ng Ronggowarsito tahun 1803-1873. Dalam buku itu mengungkapkan adanya penari ledhek yang bernama Gambyong yang memiliki kemahiran dalam menari dan kemerduan suara. Sehingga menjadi pujaan kaum muda zaman itu. “Pada dasarnya, Gambyong dicipta untuk penari tunggal,” urainya.
Namun sekarang lebih sering dibawakan oleh beberapa penari putri remaja dengan menambahkan unsur blocking panggung. Sehingga melibatkan garis dan gerak yang serba besar.
Dalam perhelatan Solo Menari Gambyong 5.000 Penari, pesertanya diantaranya berasal dari SMP, SMA, sanggar tari dari lima kecamatan, dan universitas di Kota Solo.
(sms)