Petani Tembakau se-Asia Bahas Berbagai Tantangan di Lombok
A
A
A
LOMBOK - Perwakilan para petani tembakau kawasan Asia yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tembakau Internasional (The International Tobacco Growers Association/ITGA) berkumpul di Lombok untuk membahas secara mendalam berbagai tantangan di sektor pertanian dan industri tembakau.
Pertemuan tersebut dilakukan karena sektor tembakau terus menerus mengalami tekanan, yang berakibat pada penurunan permintaan produk tembakau sehingga semakin menyulitkan keadaan petani tembakau.
Petani tembakau menekankan fakta bahwa mereka memiliki komitmen untuk mematuhi penerapan pertanian yang baik dalam upaya memproduksi komoditas pertanian yang memenuhi standar pasar legal bagi lebih dari 900 juta konsumen yang tersebar di seluruh dunia. Selain itu juga memastikan bahwa komoditas pertanian yang dihasilkan mampu menyediakan penghidupan bagi jutaan petani, pekerja pertanian, serta keluarga mereka di seluruh dunia.
Ketua Pelaksana Harian ITGA António Abrunhosamengatakan, selain itu, sejumlah isu penting lainnya juga dibahas dalam pertemuan yang dihadiri oleh delegasi dari Azerbaijan, India, Indonesia dan Filipina, serta perwakilan dari pemangku kepentingan lain. Mulai dari perwakilan pemerintah, dan delegasi dari badan PBB.
“Merupakan sebuah kehormatan besar bagi saya untuk kembali berada di Asia Tenggara, di mana banyak perubahan telah terjadi. Menilik berbagai perubahan ini, kita dapat melihat bahwa pasar untuk tembakau dan produk tembakau telah berubah arah," katanya di Lombok, Nusa Tenggara Barat, Selasa (27/3/2018).
Menurut Abrunhosa, masalah lain yang menjadi pokok bahasan dalam pertemuan tersebut, terutama terkait dengan penurunan permintaan tembakau. Sejumlah penelitian terbaru menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan konsumsi tembakau di seluruh negara penghasil tembakau, bahkan terjadi juga di China. Namun, sejauh ini belum ada upaya alternatif untuk mempertahankan mata pencarian jutaan petani tembakau di kawasan Asia.
Sementara itu, Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), Budidoyo, dalam pidato pembukaan pertemuan ITGA, menyampaikan bahwa petani tembakau telah menerapkan praktik pertanian yang sejalan dengan sejumlah target capaian dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDG).
"Sekali lagi, dapat kita lihat bersama bahwa penerapan Konvensi Kerangka Kerja untuk Pengendalian Tembakau (Framework Convention on Tobacco Control/FCTC) yang hampir 10 tahun dalam programnya tidak pernah melibatkan petani tembakau, di mana petani adalah pihak yang paling dirugikan akibat adanya FCTC. Kami dapat menyebutkan sejumlah tujuan pembangunan seperti yang saya sebut sebelumnya, dan saya percaya bahwa petani tembakau sangat yakin akan komitmen mereka," sebut Budidoyo dalam pernyataan tertulis yang diterima SINDOnews, Selasa (27/3/2018).
Adapun beberapa tujuan pembangunan dari SDG, seperti menghapus kemiskinan, telah terbukti bahwa tembakau adalah komoditas yang sangat menguntungkan dan mendukung stabilitas ekonomi petani dan keluarganya.
Kemudian, untuk SDG kedua, yakni menghapus bahaya kelaparan, salah satu dari praktik umum dalam pertanian tembakau adalah bahwa petani tembakau juga menanam tanaman pangan untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka sekaligus untuk menjaga kondisi lahan pertanian melalui rotasi tanaman.
Selanjutnya dalam SDG ketiga hingga ketujuh, yang meliputi derajat kesehatan dan kesejahteraan yang baik, pendidikan yang bermutu, kesetaraan gender, sarana air bersih dan sanitasi, serta sumber energi bersih dan terjangkau, menurut Budidoyo, sektor tembakau berkomitmen untuk pelaksanaan berbagai program berbeda yang bertujuan untuk meningkatkan penerapan cara-cara berkelanjutan serta memperbaiki derajat kehidupan petani dan kesejahteraan masyarakat petani tembakau.
"Sektor ini memiliki kesadaran yang sangat baik akan pemenuhan prinsip tanggung jawab sosial ekonomi. Oleh karena itu, berbagai upaya dilakukan tiap tahunnya untuk memperbaiki penerapan praktik pertanian berkelanjutan dan ramah lingkungan," kata Budidoyo.
Hal sama terjadi di negara tetangga, contohnya India yang dikenal sebagai eksportir tembakau terbesar ke-2 di dunia dan produsen terbesar ke-2. Di negeri itu, sebanyak 46 juta orang terlibat di seluruh rantai pasokan tembakau. Kemudian di Filipina, tembakau menyediakan lapangan pekerjaan untuk hampir 3 juta orang, dan negara memperoleh lebih dari 100 miliar Peso dari pajak cukai tembakau.
“Di Indonesia sendiri, peraturan produk tembakau sudah lebih ketat dibandingkan dengan negara-negara lain. Misalnya, iklan di Indonesia sudah dilarang untuk menampilkan wujud rokok atau bungkus rokok, sedangkan beberapa negara seperti di Jerman dan Amerika masih menampilkan wujud rokok pada materi iklannya,” pungkas Budidoyo.
Pertemuan tersebut dilakukan karena sektor tembakau terus menerus mengalami tekanan, yang berakibat pada penurunan permintaan produk tembakau sehingga semakin menyulitkan keadaan petani tembakau.
Petani tembakau menekankan fakta bahwa mereka memiliki komitmen untuk mematuhi penerapan pertanian yang baik dalam upaya memproduksi komoditas pertanian yang memenuhi standar pasar legal bagi lebih dari 900 juta konsumen yang tersebar di seluruh dunia. Selain itu juga memastikan bahwa komoditas pertanian yang dihasilkan mampu menyediakan penghidupan bagi jutaan petani, pekerja pertanian, serta keluarga mereka di seluruh dunia.
Ketua Pelaksana Harian ITGA António Abrunhosamengatakan, selain itu, sejumlah isu penting lainnya juga dibahas dalam pertemuan yang dihadiri oleh delegasi dari Azerbaijan, India, Indonesia dan Filipina, serta perwakilan dari pemangku kepentingan lain. Mulai dari perwakilan pemerintah, dan delegasi dari badan PBB.
“Merupakan sebuah kehormatan besar bagi saya untuk kembali berada di Asia Tenggara, di mana banyak perubahan telah terjadi. Menilik berbagai perubahan ini, kita dapat melihat bahwa pasar untuk tembakau dan produk tembakau telah berubah arah," katanya di Lombok, Nusa Tenggara Barat, Selasa (27/3/2018).
Menurut Abrunhosa, masalah lain yang menjadi pokok bahasan dalam pertemuan tersebut, terutama terkait dengan penurunan permintaan tembakau. Sejumlah penelitian terbaru menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan konsumsi tembakau di seluruh negara penghasil tembakau, bahkan terjadi juga di China. Namun, sejauh ini belum ada upaya alternatif untuk mempertahankan mata pencarian jutaan petani tembakau di kawasan Asia.
Sementara itu, Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), Budidoyo, dalam pidato pembukaan pertemuan ITGA, menyampaikan bahwa petani tembakau telah menerapkan praktik pertanian yang sejalan dengan sejumlah target capaian dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDG).
"Sekali lagi, dapat kita lihat bersama bahwa penerapan Konvensi Kerangka Kerja untuk Pengendalian Tembakau (Framework Convention on Tobacco Control/FCTC) yang hampir 10 tahun dalam programnya tidak pernah melibatkan petani tembakau, di mana petani adalah pihak yang paling dirugikan akibat adanya FCTC. Kami dapat menyebutkan sejumlah tujuan pembangunan seperti yang saya sebut sebelumnya, dan saya percaya bahwa petani tembakau sangat yakin akan komitmen mereka," sebut Budidoyo dalam pernyataan tertulis yang diterima SINDOnews, Selasa (27/3/2018).
Adapun beberapa tujuan pembangunan dari SDG, seperti menghapus kemiskinan, telah terbukti bahwa tembakau adalah komoditas yang sangat menguntungkan dan mendukung stabilitas ekonomi petani dan keluarganya.
Kemudian, untuk SDG kedua, yakni menghapus bahaya kelaparan, salah satu dari praktik umum dalam pertanian tembakau adalah bahwa petani tembakau juga menanam tanaman pangan untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka sekaligus untuk menjaga kondisi lahan pertanian melalui rotasi tanaman.
Selanjutnya dalam SDG ketiga hingga ketujuh, yang meliputi derajat kesehatan dan kesejahteraan yang baik, pendidikan yang bermutu, kesetaraan gender, sarana air bersih dan sanitasi, serta sumber energi bersih dan terjangkau, menurut Budidoyo, sektor tembakau berkomitmen untuk pelaksanaan berbagai program berbeda yang bertujuan untuk meningkatkan penerapan cara-cara berkelanjutan serta memperbaiki derajat kehidupan petani dan kesejahteraan masyarakat petani tembakau.
"Sektor ini memiliki kesadaran yang sangat baik akan pemenuhan prinsip tanggung jawab sosial ekonomi. Oleh karena itu, berbagai upaya dilakukan tiap tahunnya untuk memperbaiki penerapan praktik pertanian berkelanjutan dan ramah lingkungan," kata Budidoyo.
Hal sama terjadi di negara tetangga, contohnya India yang dikenal sebagai eksportir tembakau terbesar ke-2 di dunia dan produsen terbesar ke-2. Di negeri itu, sebanyak 46 juta orang terlibat di seluruh rantai pasokan tembakau. Kemudian di Filipina, tembakau menyediakan lapangan pekerjaan untuk hampir 3 juta orang, dan negara memperoleh lebih dari 100 miliar Peso dari pajak cukai tembakau.
“Di Indonesia sendiri, peraturan produk tembakau sudah lebih ketat dibandingkan dengan negara-negara lain. Misalnya, iklan di Indonesia sudah dilarang untuk menampilkan wujud rokok atau bungkus rokok, sedangkan beberapa negara seperti di Jerman dan Amerika masih menampilkan wujud rokok pada materi iklannya,” pungkas Budidoyo.
(sms)