Awal Tahun Tercatat 33 Kasus DBD di Sleman
A
A
A
SLEMAN - Masyarakat Sleman, Provinsi DIY diminta waspadai terhadap penyakit deman berdarah dengue (DBD) pada tahun 2018. Hal tersebut, bukan tanpa alasan. Selain untuk angka bebas jentik (ABJ) masih rendah, yaitu di bawah standar 95%. Kasus DBD juga sudah merata di 17 kecamatan yang ada di Sleman.
Pemkab Sleman mencatat hingga awal Maret ini, sudah ada 33 kasus di DBD. Dimana dari 17 kecamatan, lima kecamatan yakni, Ganmping, Godean, Mlati, Depok dan Kalasan paling banyak kasusnya. Atas kondisi tesebut, pengendalian DBD tetap menjadi prioritas di kabupaten dengan semboyan Sembada itu.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Sleman, Nurulhayah mengatakan meski secara kualitas dan kuantitas dalam dua terakhir kasus DBD di Sleman menurun. Yaitu dari 880 kasus pada tahun 2016 sembilan orang di antaranya meninggal dunia dan di tahun 2017 menjadi 427 kasus, tiga
orang di antaranya meninggal dunia, namun DBD tetap harus diwaspadai. Apalagi dari hasil monitoring untuk ABJ masih dibawah standar, yaitu kurang dari 95%.
“Hasil pemantauan hampir semua wilayah Sleman untuk ABJ masih di bawah standar,” kata Nurulhayah, soal kasus DBD di Sleman di awal tahun 2018, Minggu (11/3/2018).
Nurulhayah menjelaskan karena ABJ masih rendah, selain terus mendorong dan mengedukasi masyarakat agar berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), terutama dengan menjaga kebersihan lingkungan dan membersihkan tempat-tempat yang berpotensi sebagai sarang nyamuk
sumber DBD, yakni aedes aegypti. Juga dengan mengaktifkan kelompok kerja operasional (Pokjanal) DBD, baik di tingkat kabupaten, kecamatan dan desa.
Hal lainnya, yaitu dengan meningkatkan pemberdayaan masyarakat dan memperluas kader jumantik di beberapa Puskesmas. Termasuk dengan membentuk Jumantik cilik. Untuk jumantik cilik sendiri sudah ada 46 kelompok dengan 3438 kader cilik dan remaja.
“Diharapkan dengan langkah ini akan meningkat kesedaran dalam meningkatkan PHBS dan ABJ minimal sesuai dengan yang ditetapkan yaitu 95% dari tempat-tempat yang menjadi sarang nyamuk,” terangnya.
Menurut Nurulhayah karena penyakit DBD merupakan penyakit yang memerlukan penanganan yang komprehensif, maka penangganannya harus melibatkan dan partispasi semua elemen masyarakat, bukan hanya dinas kesehatan sendiri.
Wakil Bupati Sleman, Sri Muslimatun menambahkan meski sudah ada penurunan kasus DBD, namun penyakit ini tetap perlu diwaspadai. Sebab untuk jumlahnya masih cukup banyak, termasuk menelan korban jiwa.
“Karena itu saya minta semua pihak tidak terlena dengan penurunan kasus DBD tersebut,” tandasnya.
Pemkab Sleman mencatat hingga awal Maret ini, sudah ada 33 kasus di DBD. Dimana dari 17 kecamatan, lima kecamatan yakni, Ganmping, Godean, Mlati, Depok dan Kalasan paling banyak kasusnya. Atas kondisi tesebut, pengendalian DBD tetap menjadi prioritas di kabupaten dengan semboyan Sembada itu.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Sleman, Nurulhayah mengatakan meski secara kualitas dan kuantitas dalam dua terakhir kasus DBD di Sleman menurun. Yaitu dari 880 kasus pada tahun 2016 sembilan orang di antaranya meninggal dunia dan di tahun 2017 menjadi 427 kasus, tiga
orang di antaranya meninggal dunia, namun DBD tetap harus diwaspadai. Apalagi dari hasil monitoring untuk ABJ masih dibawah standar, yaitu kurang dari 95%.
“Hasil pemantauan hampir semua wilayah Sleman untuk ABJ masih di bawah standar,” kata Nurulhayah, soal kasus DBD di Sleman di awal tahun 2018, Minggu (11/3/2018).
Nurulhayah menjelaskan karena ABJ masih rendah, selain terus mendorong dan mengedukasi masyarakat agar berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), terutama dengan menjaga kebersihan lingkungan dan membersihkan tempat-tempat yang berpotensi sebagai sarang nyamuk
sumber DBD, yakni aedes aegypti. Juga dengan mengaktifkan kelompok kerja operasional (Pokjanal) DBD, baik di tingkat kabupaten, kecamatan dan desa.
Hal lainnya, yaitu dengan meningkatkan pemberdayaan masyarakat dan memperluas kader jumantik di beberapa Puskesmas. Termasuk dengan membentuk Jumantik cilik. Untuk jumantik cilik sendiri sudah ada 46 kelompok dengan 3438 kader cilik dan remaja.
“Diharapkan dengan langkah ini akan meningkat kesedaran dalam meningkatkan PHBS dan ABJ minimal sesuai dengan yang ditetapkan yaitu 95% dari tempat-tempat yang menjadi sarang nyamuk,” terangnya.
Menurut Nurulhayah karena penyakit DBD merupakan penyakit yang memerlukan penanganan yang komprehensif, maka penangganannya harus melibatkan dan partispasi semua elemen masyarakat, bukan hanya dinas kesehatan sendiri.
Wakil Bupati Sleman, Sri Muslimatun menambahkan meski sudah ada penurunan kasus DBD, namun penyakit ini tetap perlu diwaspadai. Sebab untuk jumlahnya masih cukup banyak, termasuk menelan korban jiwa.
“Karena itu saya minta semua pihak tidak terlena dengan penurunan kasus DBD tersebut,” tandasnya.
(rhs)