Kader Hanura Ungkap Mahar Politik Siti Mashita-Amir Mirza Rp200 Juta
A
A
A
SEMARANG - Kader Partai Hanura membongkar praktik mahar politik oleh pasangan Siti Mashita-Amir Mirza yang hendak mengikuti Pilwalkot Tegal. Namun, rencana keduanya kandas karena terlanjur ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus yang berbeda.
Hal itu disampaikan mantan Ketua DPD Partai Hanura Jateng, Supito, saat menjadi saksi dalam persidangan dugaan kasus suap RSUD Kardinah Kota Tegal. Uang ratusan juta rupiah itu diserahkan secara bertahap selanjutnya dibagi untuk DPC, DPD, dan DPP.
"Ini (mahar politik) memang instruksi dari DPP. Terus pembagiannya untuk DPC dan DPD masing-masing 25%. Sedangkan DPP dapat 50%. Jadi ketika dapat Rp200 juta DPC dan DPD dapat Rp50 juta dan DPP Rp100 juta," ujar Supito di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (28/2/2018).
Dia menyatakan, besaran mahar politik bagi partai bergantung pada hasil survei elektabalilitas dan popularitas pasangan calon. Jika keduanya dinyatakan mumpuni oleh lembaga survei dan pemberitaan media, cukup membayar mahar politik dengan nilai minimal.
"Rp200 juta itu angka minimal. Itu karena berdasarkan hasil survei, media, dan masukan dari DPC pasangan Siti Mashita-Amir Mirza itu sangat bagus. Jika kemarin mereka jadi (maju ke Pilkada Kota Tegal), maka tiada lawan. Tapi sayang sudah keburu ditangkap KPK," jelasnya disambut senyum saksi yang lain.
Wakil Sekjen DPD Partai Hanura Jateng itu menambahkan, uang mahar politik tersebut segera diserahkan ke KPK setelah keduanya tertangkap. "Langsung kita serahkan ke KPK. Ya takutlah," pungkasnya.
Pada sidang yang dipimpin oleh Majelis Hakim Andi Astara dengan anggota Muhammad Sainal dan Kalimatul Jumro itu dengan agenda mendengarkan tujuh saksi. "Rencananya KPK menghadirkan 13 saksi, namun yang hadir ternyata cuma tujuh. Sejauh ini keterangan saksi-saksi tak memberatkan Pak Amir," ujar pengacara Amir Mirza, Wahyudiansyah.
Hal itu disampaikan mantan Ketua DPD Partai Hanura Jateng, Supito, saat menjadi saksi dalam persidangan dugaan kasus suap RSUD Kardinah Kota Tegal. Uang ratusan juta rupiah itu diserahkan secara bertahap selanjutnya dibagi untuk DPC, DPD, dan DPP.
"Ini (mahar politik) memang instruksi dari DPP. Terus pembagiannya untuk DPC dan DPD masing-masing 25%. Sedangkan DPP dapat 50%. Jadi ketika dapat Rp200 juta DPC dan DPD dapat Rp50 juta dan DPP Rp100 juta," ujar Supito di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (28/2/2018).
Dia menyatakan, besaran mahar politik bagi partai bergantung pada hasil survei elektabalilitas dan popularitas pasangan calon. Jika keduanya dinyatakan mumpuni oleh lembaga survei dan pemberitaan media, cukup membayar mahar politik dengan nilai minimal.
"Rp200 juta itu angka minimal. Itu karena berdasarkan hasil survei, media, dan masukan dari DPC pasangan Siti Mashita-Amir Mirza itu sangat bagus. Jika kemarin mereka jadi (maju ke Pilkada Kota Tegal), maka tiada lawan. Tapi sayang sudah keburu ditangkap KPK," jelasnya disambut senyum saksi yang lain.
Wakil Sekjen DPD Partai Hanura Jateng itu menambahkan, uang mahar politik tersebut segera diserahkan ke KPK setelah keduanya tertangkap. "Langsung kita serahkan ke KPK. Ya takutlah," pungkasnya.
Pada sidang yang dipimpin oleh Majelis Hakim Andi Astara dengan anggota Muhammad Sainal dan Kalimatul Jumro itu dengan agenda mendengarkan tujuh saksi. "Rencananya KPK menghadirkan 13 saksi, namun yang hadir ternyata cuma tujuh. Sejauh ini keterangan saksi-saksi tak memberatkan Pak Amir," ujar pengacara Amir Mirza, Wahyudiansyah.
(wib)