Penderita Gizi Buruk di Asmat Tembus 15.000 Orang

Kamis, 25 Januari 2018 - 17:00 WIB
Penderita Gizi Buruk...
Penderita Gizi Buruk di Asmat Tembus 15.000 Orang
A A A
JAYAPURA - Upaya penanganan wabah penyakit campak dan gizi buruk yang menyerang warga di 23 distrik dan 240 kampung di Kabupaten Asmat, Papua belum membuahkan hasil. Kapolda Papua Irjen Pol Boy Rafli Amar memperkirakan jumlah warga yang terserang mencapai 15.000 jiwa.

Mantan Kepala Divisi Humas Mabes Polri ini menganalisis penyebab bencana manusia tersebut karena faktor geografi sehingga sulit dijangkau. Boy menggambarkan betapa tak memadai kondisi puskesmas serta tenaga medis di sana. Taraf perekonomian masyarakat juga sangat rendah serta terbatasnya sarana transportasi dan akses distribusi makanan bergizi. Celakanya, beberapa aliran sungai pasang surut sehingga tidak bisa dilewati kapal untuk mendistribusikan bahan makanan.

"Kami telah meminta Pusat Kedokteran dan Kesehatan Mabes Polri untuk mengirimkan sejumlah dokter untuk ditempatkan di sejumlah puskesmas di Asmat," ungkap Boy di Jakarta, Rabu (24/1/2018).

Boy menyebutkan, saat ini warga Asmat masih membutuhkan 2.000-3.000 vaksin campak. Semua itu diutamakan untuk memvaksin anak-anak. Polda Papua dan Kodam Cendrawasih, kata mantan kepala Polda Banten ini, akan membuat satgas kesehatan untuk memetakan sejumlah daerah rawan penyakit dan mendatangi daerah itu untuk penanganan.

Satgas akan menelusuri daerah-daerah rawan dan sementara ini didapat informasi wabah penyakit menyasar ke Pegunungan Bintang. Di Kabupaten Asmat, proses pelayanan kesehatan untuk wabah campak dan gizi buruk masih terus dilakukan. Selain itu, bantuan makanan bergizi dan obat-obatan terus mengalir baik dari pemerintah maupun swasta. Kejadian luar biasa (KLB) campak dan gizi buruk terjadi di Kabupaten Asmat sejak September 2017.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menilai pemerintah gagal menangani problem wabah gizi buruk di Kabupaten Asmat. Wakil Ketua DPR Fadli Zon menyesalkan semakin menyebarnya wabah campak dan kasus gizi di Kabupaten Asmat. Padahal, dana otonomi khusus (otsus) untuk Papua yang berasal dari APBN sudah sangat besar. "Seharusnya ini tidak boleh terjadi karena dana Otsus Papua sudah besar. Ini satu musibah di Asmat," ucapnya di Gedung DPR.

Dia menjelaskan, selama ini pemerintah terlalu berkutat pada pembangunan infrastruktur. Pembangunan manusia serta persoalan mendasar lain seperti kebutuhan pendidikan, kesejahteraan, dan kesehatan kurang menjadi prioritas. Hal ini yang seharusnya menjadi evaluasi kinerja pemerintah.

"Di satu sisi, kita selalu membanggakan kemajuan, termasuk soal kedaulatan pangan. Selain persoalan impor beras, penanganan yang terjadi di Asmat ini satu hal yang ironis. Pemerintah harus melihat ini hal serius, jangan terlalu banyak infrastruktur, tetapi pembangunan manusianya tidak dipikirkan," tegasnya.

Menteri Kesehatan Nila F Moelek mengatakan, kasus gizi buruk dan campak di Kabupaten Asmat bukan karena salah pemerintah semata. Menurut dia, masalah tersebut sangat kompleks dan harus diselesaikan lintas kementerian. "Gizi buruk jangan dilihat hanya karena kesehatan. Ini kompleks dan kita harus bersama-sama," katanya di Denpasar, Bali.

Kompleksitas yang dimaksud Nila yaitu bertemunya masalah ketahanan pangan, permukiman, transportasi, sanitasi, air bersih, hingga pendidikan. Dia memaparkan, kondisi geografis di Asmat yang sebagian besar rawa-rawa mengakibatkan penduduk kesulitan mendapat pasokan bahan makanan yang memadai. Penduduk di sana hampir semuanya tinggal di atas rawa dengan rumah kayu.

Akses air bersih juga tidak ada sehingga hanya mengandalkan air hujan. Akses pendidikan juga tidak tersedia. "Jadi, memang pengetahuan mereka rendah sehingga tidak mengerti cara memberikan makan dalam keluarga maupun kepada anak-anaknya," ungkap Nila.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1697 seconds (0.1#10.140)