Mobilisasi Anak dalam Kampanye dan Demonstrasi Bisa Diancam Pidana
A
A
A
SIPIROK - Aksi mobilisasi di luar hak anak seperti, kampanye, unjuk rasa (demonstrasi) dan kepentingan lainnya dapat dipidana. Pasalnya, tindakan tersebut mengancam keselamatan jiwa dan kesehatan anak-anak.
Ketua Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak (PA), Arist Merdeka Sirait mengatakan, tindakan mobilisasi anak itu sudah bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 17/2016, tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU Nomor 1/2016, tentang perubahan kedua atas UU Nomor 23/2002 tentang perlindungan anak.
”Apabila terjadi seperti itu, maka dapat dipidana selama 5 sampai 12 tahun kurungan,” ujarnya kepada SINDOnews ketika ditemui, Selasa (31/10/2017).
Menurutnya, ancama pidana tersebut hanya berlaku terhadap panitia penyelenggara kegiatan seperti, unjuk rasa, kampanye, yang sengaja memobilisasi anak.
”Jadi, ancaman pidana itu diberlakukan kepada panitia penyelenggara kegiatan, bukan orang tua,” tuturnya. Lebih lanjut dia mengatakan, kegiatan-kegiatan seperti itu dapat mengajak anak ajaran radikalisme dan kebencian terhadap masyarakat.
Kegiatan mobilisasi anak pada saat unjuk rasa dan kampanye tidak ada kepentingannya dengan hak anak, sehingga, pada saat terjadi kegiatan itu keselamatan jiwa anak sangat terancam.”Lebih kronis lagi apabila anak menjadi korban pada saat terjadi kerusuhan,” timpalnya.
Dijelaskannya, ada sepuluh hak anak Indonesia yang harus dipenuhi oleh orangtua yaitu, bermain, pendidikan, mendapatkan perlindungan baik fisik, verbal dan seksual. Selanjutnya, hak mempunyai nama. Setiap anak berhak untuk mendapatkan nama dan mengganti nama anak yang dapat merendahkan harkat dan martabat anak dapat dikenakan pidana.
Selain itu, hak kebangsaan, makanan, pelayanan kesehatan, rekreasi, hak kesamaan dan hak didengar pendapat (peran dalam pembangunan). Menurutnya, pemerintah diharuskan untuk mengikut-sertakan anak dalam menentukan kebijakan pembangunan yang menyangkut terhadap kebutuhannya.
Ketua Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak (PA), Arist Merdeka Sirait mengatakan, tindakan mobilisasi anak itu sudah bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 17/2016, tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU Nomor 1/2016, tentang perubahan kedua atas UU Nomor 23/2002 tentang perlindungan anak.
”Apabila terjadi seperti itu, maka dapat dipidana selama 5 sampai 12 tahun kurungan,” ujarnya kepada SINDOnews ketika ditemui, Selasa (31/10/2017).
Menurutnya, ancama pidana tersebut hanya berlaku terhadap panitia penyelenggara kegiatan seperti, unjuk rasa, kampanye, yang sengaja memobilisasi anak.
”Jadi, ancaman pidana itu diberlakukan kepada panitia penyelenggara kegiatan, bukan orang tua,” tuturnya. Lebih lanjut dia mengatakan, kegiatan-kegiatan seperti itu dapat mengajak anak ajaran radikalisme dan kebencian terhadap masyarakat.
Kegiatan mobilisasi anak pada saat unjuk rasa dan kampanye tidak ada kepentingannya dengan hak anak, sehingga, pada saat terjadi kegiatan itu keselamatan jiwa anak sangat terancam.”Lebih kronis lagi apabila anak menjadi korban pada saat terjadi kerusuhan,” timpalnya.
Dijelaskannya, ada sepuluh hak anak Indonesia yang harus dipenuhi oleh orangtua yaitu, bermain, pendidikan, mendapatkan perlindungan baik fisik, verbal dan seksual. Selanjutnya, hak mempunyai nama. Setiap anak berhak untuk mendapatkan nama dan mengganti nama anak yang dapat merendahkan harkat dan martabat anak dapat dikenakan pidana.
Selain itu, hak kebangsaan, makanan, pelayanan kesehatan, rekreasi, hak kesamaan dan hak didengar pendapat (peran dalam pembangunan). Menurutnya, pemerintah diharuskan untuk mengikut-sertakan anak dalam menentukan kebijakan pembangunan yang menyangkut terhadap kebutuhannya.
(sms)