Anggap Hanya Asumsi, Buni Yani Tolak Semua Tuntutan Jaksa
A
A
A
BANDUNG - Buni Yani, terdakwa kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) menolak semua tuntutan Jaksa dari Kejari Depok.
Penolakan itu disampaikan Buni Yani melalui tim kuasa hukum dalam sidang pembelaan atau pleidoi di Gedung Perpustakaan dan Kearsipan (Bapusipda) Kota Bandung, Jalan Seram, Selasa (17/10/2017).
Koordinator tim kuasa hukum Buni Yani, Aldwin Rahardian mengatakan, selama penggalian keterangan saksi, baik dari ahli maupun fakta, sama sekali tidak menunjukan unsur tindak pidana oleh Buni Yani.
"Tidak ada saksi yang dihadirkan melihat betul klien kami Buni Yani memotong video Ahok. Analisis yuridis yang dilakukan, itu asumsi JPU. Tidak ada ujaran kebencian, itu untuk ajakan berdiskusi," kata Aldwin.
Menurut Aldwin, alat bukti, petunjuk dan barang bukti yang disodorkan jaksa penuntut selama persidangan, tidak menunjukan keakuratan atas pasal yang disangkakan kepada Buni Yani.
"Tidak ada alat bukti yang lengkap di persidangan. Dengan demikian, kami memohon majelis hakim meminta memutus perkara ini seadil-adilnya," ujar dia.
Aldwin menilai, kasus yang menjerat Buni Yani dianggap tuntas dan tak perlu dilanjutkan karena pelaku utama yaitu Ahok yang menyindir Alquran, Surat Al Maidah ayat 51 dalam kunjungan kerja di Kepulauan Seribu, telah divonis 2 tahun penjara oleh majelis hakim PN Jakarta Utara.
"Kasus ini berawal dari kekeliruan bicara pejabat publik, yaitu Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Saudara Basuki menyindir surat Al Maidah yang sama sekali tidak ada hubungannya (dengan Buni Yani)," tutir Aldwin.
Diketahui, tim JPU Kejari Depok menuntut terdakwa Buni Yani dengan hukuman dua tahun penjara dan denda Rp100 juta atau subsidair 3 bulan kurungan.
Penolakan itu disampaikan Buni Yani melalui tim kuasa hukum dalam sidang pembelaan atau pleidoi di Gedung Perpustakaan dan Kearsipan (Bapusipda) Kota Bandung, Jalan Seram, Selasa (17/10/2017).
Koordinator tim kuasa hukum Buni Yani, Aldwin Rahardian mengatakan, selama penggalian keterangan saksi, baik dari ahli maupun fakta, sama sekali tidak menunjukan unsur tindak pidana oleh Buni Yani.
"Tidak ada saksi yang dihadirkan melihat betul klien kami Buni Yani memotong video Ahok. Analisis yuridis yang dilakukan, itu asumsi JPU. Tidak ada ujaran kebencian, itu untuk ajakan berdiskusi," kata Aldwin.
Menurut Aldwin, alat bukti, petunjuk dan barang bukti yang disodorkan jaksa penuntut selama persidangan, tidak menunjukan keakuratan atas pasal yang disangkakan kepada Buni Yani.
"Tidak ada alat bukti yang lengkap di persidangan. Dengan demikian, kami memohon majelis hakim meminta memutus perkara ini seadil-adilnya," ujar dia.
Aldwin menilai, kasus yang menjerat Buni Yani dianggap tuntas dan tak perlu dilanjutkan karena pelaku utama yaitu Ahok yang menyindir Alquran, Surat Al Maidah ayat 51 dalam kunjungan kerja di Kepulauan Seribu, telah divonis 2 tahun penjara oleh majelis hakim PN Jakarta Utara.
"Kasus ini berawal dari kekeliruan bicara pejabat publik, yaitu Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Saudara Basuki menyindir surat Al Maidah yang sama sekali tidak ada hubungannya (dengan Buni Yani)," tutir Aldwin.
Diketahui, tim JPU Kejari Depok menuntut terdakwa Buni Yani dengan hukuman dua tahun penjara dan denda Rp100 juta atau subsidair 3 bulan kurungan.
(nag)