Buni Yani Dituntut 2 Tahun, Ini Kata Kuasa Hukum
A
A
A
BANDUNG - Tim kuasa hukum Buni Yani, terdakwa kasus ujaran kebencian dan melanggar Pasal 32 ayat 1 Undang-undang Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), akan menyiapkan pembelaan komprehensif agar kliennya lolos dari hukuman.
Seperti diketahui, dalam persidangan di Gedung Perpustakaan dan Kearsipan Kota Bandung, Jalan Sera, Selasa (3/10/2017), tim jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Depok menuntut Buni Yani dengan hukuman dua tahun penjara dan denda Rp100 juta subsidair tiga bulan kurungan.
"Kami menilai, pertama tuntutan JPU tadi didasarkan atas asumsi-asumsi bukan fakta hukum dan keterangan saksi. Kedua, jaksa menggunakan logika terbalik sehingga yang dipakai itu Pasal 32 ayat 1 atau Pasal 48 ayat 1. Artinya tentang memotong video. Sampai hari ini, di fakta persidangan dari awal, jaksa tidak bisa membuktikan bahwa Buni Yani memotong video," kata Aldwin Rahardian, kuasa hukum Buni Yani, seusai persidangan.
JPU, ujar Aldwin, justru meminta Buni Yani untuk membuktikan bahwa dia tidak memotong video. "Ini kan logika hukum yang terbalik, ya. Ini artinya, jaksa tidak mampu membuktikan selama persidangan bahwa Buni Yani memotong video. Bahkan kami sudah membuktikan bahwa video itu di-upload dari media NKRI. Itu sudah kami sampaikan," ujar Aldwin.
Selama persidangan JPU mengaku tidak bisa membuka ponsel, ahli forensif juga mengaku tidak bisa. "Kami meragukan kemampuan ahli forensik yang diajukan jaksa. Dia hanya bisa menunjukkan screen shot. Kalau itu, anak SMA juga bisa," tutur Aldwin.
Menurut Aldwin, semula JPU mendakwa Buni Yani dengan Pasal 28 UU ITE tentang hate speech, sekarang berubah memakai pasal alternatif, Pasal 32. "Ini artinya, tuntutan dua tahun penjara mengada-ada. Bahkan dari awal kami menyatakan kasus ini terlalu dipaksakan dan terlalu politis. Karena ini berkaitan dengan Ahok. Ahok dihukum berapa, dua tahun, nah Buni pun dipaksakan segitu," ungkap dia.
Dengan kondisi seperti ini, tandas Aldwin, Indonesia darurat penegakan hukum, tidak equal. Untuk Buni Yani ini sabgat luar biasa politis. Terdakwa paiin yang dijerat UU ITE, hanya dituntut enam bulan penjara. Ki Gendeng Pamungkas hanya 12 bulan.
“Sedangkan Buni Yani dua tahun. Dengan yang lainnya berbeda. Ini udah gak bener. Tuntutan ini berat bukan karena dua tahunnya, tapi karena tidak berdasar," tandas Aldwin.
Seperti diketahui, dalam persidangan di Gedung Perpustakaan dan Kearsipan Kota Bandung, Jalan Sera, Selasa (3/10/2017), tim jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Depok menuntut Buni Yani dengan hukuman dua tahun penjara dan denda Rp100 juta subsidair tiga bulan kurungan.
"Kami menilai, pertama tuntutan JPU tadi didasarkan atas asumsi-asumsi bukan fakta hukum dan keterangan saksi. Kedua, jaksa menggunakan logika terbalik sehingga yang dipakai itu Pasal 32 ayat 1 atau Pasal 48 ayat 1. Artinya tentang memotong video. Sampai hari ini, di fakta persidangan dari awal, jaksa tidak bisa membuktikan bahwa Buni Yani memotong video," kata Aldwin Rahardian, kuasa hukum Buni Yani, seusai persidangan.
JPU, ujar Aldwin, justru meminta Buni Yani untuk membuktikan bahwa dia tidak memotong video. "Ini kan logika hukum yang terbalik, ya. Ini artinya, jaksa tidak mampu membuktikan selama persidangan bahwa Buni Yani memotong video. Bahkan kami sudah membuktikan bahwa video itu di-upload dari media NKRI. Itu sudah kami sampaikan," ujar Aldwin.
Selama persidangan JPU mengaku tidak bisa membuka ponsel, ahli forensif juga mengaku tidak bisa. "Kami meragukan kemampuan ahli forensik yang diajukan jaksa. Dia hanya bisa menunjukkan screen shot. Kalau itu, anak SMA juga bisa," tutur Aldwin.
Menurut Aldwin, semula JPU mendakwa Buni Yani dengan Pasal 28 UU ITE tentang hate speech, sekarang berubah memakai pasal alternatif, Pasal 32. "Ini artinya, tuntutan dua tahun penjara mengada-ada. Bahkan dari awal kami menyatakan kasus ini terlalu dipaksakan dan terlalu politis. Karena ini berkaitan dengan Ahok. Ahok dihukum berapa, dua tahun, nah Buni pun dipaksakan segitu," ungkap dia.
Dengan kondisi seperti ini, tandas Aldwin, Indonesia darurat penegakan hukum, tidak equal. Untuk Buni Yani ini sabgat luar biasa politis. Terdakwa paiin yang dijerat UU ITE, hanya dituntut enam bulan penjara. Ki Gendeng Pamungkas hanya 12 bulan.
“Sedangkan Buni Yani dua tahun. Dengan yang lainnya berbeda. Ini udah gak bener. Tuntutan ini berat bukan karena dua tahunnya, tapi karena tidak berdasar," tandas Aldwin.
(rhs)