Kisah Petualangan Burhan Kapak Menumpas Gerombolan PKI
A
A
A
YOGYAKARTA - Tragedi 30 September 1965 tidak akan pernah dilupakan oleh bangsa Indonesia. Begitu juga bagi Burhanudin Zainudin Kadarisman. Tokoh yang dikenal dengan nama Burhan Kapak inipun kembali menerawang ketika dirinya terlibat dalam operasi penumpasan PKI di tahun 1966 hingga awal 1968. (Baca juga: Kisah Kebiadaban PKI di Kanigoro, Ribuan Massa Bercelurit Serbu Masjid)
Burhan Kapak saat itu adalah tokoh muda dari Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) yang seringkali bentrok dengan pemuda rakyat di tahun 1965-an benar benar menumpahkan cerita dengan semangatnya.
Tokoh yang sudah masuk usia senja inipun dengan dingin mengaku beberapa kali membunuh tokoh-tokoh pemuda dan tokoh politik yang berafiliasi dengan PKI.
"Kapak memang senjata saya saat bentrok sipil. Beberapa orang pemuda rakyat tewas dengan kapak saya," ungkapnya saat bercerita dengan tenang mengenang kisah bentrok sipil kala itu.
Dalam suasana yang mencekam, PKI merajalela dan melakukan berbagai aksi teror dan pembunuhan, diapun kemudian membuat senjata Kapak. Kapak yang diberikan pegangan panjang menjadi alat sehingga tokoh asal Kauman ini dikenal dengan Burhan Kapak.
"Waktu itu situasi selalu bentrok. Tekad saya dibunuh atau membunuh. Karena memang situasi memaksa saya membunuh," ucapnya sambil menerawang di ruang tamu rumahnya di kawasan Brontokusuman, Mergangsan Yogyakarta.
Sambil mengajak minum teh, Burhan pun mengaku memiliki cerita bahagia disaat malam. "Habis Isya adalah malam- malam gembira bagi saya dan beberapa teman yang pernah dilatih militer," timpalnya.
Pentholan Komando Siaga Islam (Kogalam) kala itu ini mengaku hampir dua bulan didik militer. Diapun diberikan senjata oleh militer kala itu.
Begitu mendengar adzan Isya, sang algojopun mengaku gembira. Malam malah sunyi menjadi saksi tangan dingin Burhan untuk ikut operasi penumpasan G 30 S/PKI.
Diapun tidak segan-segan menembak tokoh PKI yang berusaha melawan saat dilakukan sweeping bersama TNI kala itu. "Saya memang paling banyak meminta peluru. Karena senjata harus saya gunakan," imbuhnya.
Begitulah setiap malam Burhan selalu berpedoman adzan Isya untuk bersiap siap melakukan operasi hingga adzan Subuh. Mereka yang menurut di data dan dilihat sejauhmana keterlibatannya.
Sedang mereka yang membangkang tak segan segan tangan dingin Burhan terpaksa harus melepaskan pelatuk pistol yang berisi 9 peluru di dalamnya. "Operasi kita lakukan sampai Klaten hingga Solo, dan dilakukan malam hari," lanjutnya.
Dan kemenangan-kemenangan kecil menjadi algojo bagi PKI menjadi malam malam bahagia. Setelah penumpasan usai, Burhan Kampak kembali ke kampusnya guna merampungkan sarjana hukumnya.
Diapin tidak mudah menerima iming iming. Meski berjasa, Burhan tetap berusah mandiri. Diapun menggarap media massa Eksponen serta mendirikan sebuah radio swasta untuk kehidupan sehari harinya. Meski sempat bekerja di Jakarta, namun Burhan mengaku tidak betah dan memilih kembali ke Yogya.
Burhan Kapak saat itu adalah tokoh muda dari Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) yang seringkali bentrok dengan pemuda rakyat di tahun 1965-an benar benar menumpahkan cerita dengan semangatnya.
Tokoh yang sudah masuk usia senja inipun dengan dingin mengaku beberapa kali membunuh tokoh-tokoh pemuda dan tokoh politik yang berafiliasi dengan PKI.
"Kapak memang senjata saya saat bentrok sipil. Beberapa orang pemuda rakyat tewas dengan kapak saya," ungkapnya saat bercerita dengan tenang mengenang kisah bentrok sipil kala itu.
Dalam suasana yang mencekam, PKI merajalela dan melakukan berbagai aksi teror dan pembunuhan, diapun kemudian membuat senjata Kapak. Kapak yang diberikan pegangan panjang menjadi alat sehingga tokoh asal Kauman ini dikenal dengan Burhan Kapak.
"Waktu itu situasi selalu bentrok. Tekad saya dibunuh atau membunuh. Karena memang situasi memaksa saya membunuh," ucapnya sambil menerawang di ruang tamu rumahnya di kawasan Brontokusuman, Mergangsan Yogyakarta.
Sambil mengajak minum teh, Burhan pun mengaku memiliki cerita bahagia disaat malam. "Habis Isya adalah malam- malam gembira bagi saya dan beberapa teman yang pernah dilatih militer," timpalnya.
Pentholan Komando Siaga Islam (Kogalam) kala itu ini mengaku hampir dua bulan didik militer. Diapun diberikan senjata oleh militer kala itu.
Begitu mendengar adzan Isya, sang algojopun mengaku gembira. Malam malah sunyi menjadi saksi tangan dingin Burhan untuk ikut operasi penumpasan G 30 S/PKI.
Diapun tidak segan-segan menembak tokoh PKI yang berusaha melawan saat dilakukan sweeping bersama TNI kala itu. "Saya memang paling banyak meminta peluru. Karena senjata harus saya gunakan," imbuhnya.
Begitulah setiap malam Burhan selalu berpedoman adzan Isya untuk bersiap siap melakukan operasi hingga adzan Subuh. Mereka yang menurut di data dan dilihat sejauhmana keterlibatannya.
Sedang mereka yang membangkang tak segan segan tangan dingin Burhan terpaksa harus melepaskan pelatuk pistol yang berisi 9 peluru di dalamnya. "Operasi kita lakukan sampai Klaten hingga Solo, dan dilakukan malam hari," lanjutnya.
Dan kemenangan-kemenangan kecil menjadi algojo bagi PKI menjadi malam malam bahagia. Setelah penumpasan usai, Burhan Kampak kembali ke kampusnya guna merampungkan sarjana hukumnya.
Diapin tidak mudah menerima iming iming. Meski berjasa, Burhan tetap berusah mandiri. Diapun menggarap media massa Eksponen serta mendirikan sebuah radio swasta untuk kehidupan sehari harinya. Meski sempat bekerja di Jakarta, namun Burhan mengaku tidak betah dan memilih kembali ke Yogya.
(sms)