Pendiri Jakatarub: Krisis Rohingya Jangan Dibawa ke Indonesia
A
A
A
BANDUNG - Krisis Rohingya mengundang simpati dunia. isu pembersihan etnis muslim Rohingya oleh tentara Myanmar dikecam sejumlah pihak. Isu-isu terkait krisis Rohingya telah melebar dan menyinggung suku agama ras dan antargolongan (SARA).
Pendiri dan koordinator Jaringan Kerja Antar Umat Beragama (Jakatarub) Wawan Gunawan mengatakan, Jakatarub turut prihatin atas kejadian di Rohingya. Peristiwa itu merupakan tragedi kemanusiaan, meskipun yang terlibat memiliki latar belakang agama masing-masing. Tetapi yang lebih besar ini adalah penistaan terhadap martabat kemanusiaan.
"Seandainya kita masih percaya bahwa agama berfungsi untuk mengangkat harkat kemanusiaan agar dia beradab dan berkebudayaan, maka di sini persoalannya bukan lagi pada agama yang dianut, tetapi pada manusia yang tak lagi bisa mengendalikan angkara murka dan kehilangan belas kasih antarsesama makhluk ciptaan Tuhan," kata Wawan, Senin (4/9/2017).
Menurut Wawan, pemberitaan yang masuk ke Indonesia tidak menutup kemungkinan sekian persen sudah tercampuri opini, sehingga objektivitasnya menjadi kabur. Karena itu, penting bagi masyarakat Indonesia mengkonsumsi pemberitaan tentang Rohingya secara kritis. Jangan terpancing untuk turut memetakan relasi Islam dan Budha di Indonesia, sebagaimana hubungan sebagian Islam dan Budha di Myanmar.
"Mari kita letakan persoalan Rohingya pada tempat dan konteksnya. Jangan bawa-bawa permasalahan yang ada di sana ke Indonesia. Setahu saya umat Budha di Indonesia sudah mengeluarkan sikap yang menyatakan keprihatinan tentang Rohingya. Itu artinya, relasi Budha dan Islam yang sudah terbangun baik di Indonesia jangan jadi rusak karena terprovokasi seolah-olah ini masalah agama," tandas Wawan yang merupakan dosen di Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati (UIN SGD) Bandung ini.
Pendiri dan koordinator Jaringan Kerja Antar Umat Beragama (Jakatarub) Wawan Gunawan mengatakan, Jakatarub turut prihatin atas kejadian di Rohingya. Peristiwa itu merupakan tragedi kemanusiaan, meskipun yang terlibat memiliki latar belakang agama masing-masing. Tetapi yang lebih besar ini adalah penistaan terhadap martabat kemanusiaan.
"Seandainya kita masih percaya bahwa agama berfungsi untuk mengangkat harkat kemanusiaan agar dia beradab dan berkebudayaan, maka di sini persoalannya bukan lagi pada agama yang dianut, tetapi pada manusia yang tak lagi bisa mengendalikan angkara murka dan kehilangan belas kasih antarsesama makhluk ciptaan Tuhan," kata Wawan, Senin (4/9/2017).
Menurut Wawan, pemberitaan yang masuk ke Indonesia tidak menutup kemungkinan sekian persen sudah tercampuri opini, sehingga objektivitasnya menjadi kabur. Karena itu, penting bagi masyarakat Indonesia mengkonsumsi pemberitaan tentang Rohingya secara kritis. Jangan terpancing untuk turut memetakan relasi Islam dan Budha di Indonesia, sebagaimana hubungan sebagian Islam dan Budha di Myanmar.
"Mari kita letakan persoalan Rohingya pada tempat dan konteksnya. Jangan bawa-bawa permasalahan yang ada di sana ke Indonesia. Setahu saya umat Budha di Indonesia sudah mengeluarkan sikap yang menyatakan keprihatinan tentang Rohingya. Itu artinya, relasi Budha dan Islam yang sudah terbangun baik di Indonesia jangan jadi rusak karena terprovokasi seolah-olah ini masalah agama," tandas Wawan yang merupakan dosen di Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati (UIN SGD) Bandung ini.
(sms)