Miris, Satu Keluarga di Serang Tinggal Dibekas Kandang Kambing
A
A
A
SERANG - Sarbini (52) bersama kesepuluh anaknya menghabiskan hari-harinya di sebuah gubuk bekas kandang kambing. Warga Kampung Palembangan, Desa Dukuh, Kecamatan Kragilan, Kabupaten Serang, Banten itu terpaksa tinggal di gubuk berukuran 3x3 itu.
Sarbini menceritakan, sebelum terjadi musibah banjir akibat luapan sungai Ciujung pada tahun 2012 lalu, rumahnya beridiri kokoh dan layak untuk ditinggali. Namun, musibah itu menghancurkan rumahnya dan menghilangkan seluruh harta bendanya termasuk 15 ekor kambing peliharaanya.
"Tadinya ini kandang kambing. Berhubung rumahnya roboh karna banjir terpaksa tinggal disini (bekas kandang kambing)," ujar Sarbini ditemui dikediamannya, Selasa (1/8/2017).
Karna keterbatasan ekonomi, Sarbini tak mampu untuk membangun kembali rumahnya. Sarbini pun memutuskan untuk menyulap kandang kambing menjadi rumah yang ditempat kesepuluh anaknya.
Ukuran kandang kambing dirasa kecil sehingga tak cukup untuk ditempati bersama kesepuluh anaknya. Sarbini kembali menyulap kandang ayam yang berada di belakang kandang kambing menjadi tempat tinggalnya.
"Yang ini bekas kandang kambing, yang di belakang bekas kandang ayam. Kalau hujan yah bocor. Nyaman enggak nyaman," kata anak kelima Sarbini, Sahril Abror (18) ditemui di tempat yang sama.
Kondisi keluarganya diperparah dengan meninggalnya Istri Sarbini, Tikah akibat sakit paru-paru yang dideritanya. Sehingga sarbini harus mengurusi ke-13 anaknya seorang diri.
"Ada 13 anak, tiga orang sudah menikah dan sudah bekerja. Kakak pertama kerja di Malaysia, di kebun kelapa sawit, yang kedua kerja di Brunai, yang ketiga dagang di Sentul," ungkap sahril.
Berdasarkan pengamatan SINDOnews, ada dua gubuk ditempati oleh keluarga Sarbini. Gubuk di depan bekas kandang kambing berukuran 5x3 dengan beralaskan tanah dilapisi tikar tipis untuk tempat tidur anak-anak yang sudah dewasa.
Atap hanya terbuat dari bekas triplek ditambal dengan pelastik. Tak ada pintu mau pun jendela, apalagi teras, dinding gubuk hanya terbuat kawat ditutupi spanduk bekas.
Sementata itu, gubuk di belakangnya yang di tempat Sarbini bersama anak-anaknya yang masih kecil hanya berukuran 3x3. Tampak pengap karena tak ada jendela. Gubuk ini juga dikatagorikan tidak layak huni. Dinding terbuat dari potongan bambu, bekas permadani dijadikan pintu.
Di samping gubuk oleh sarbini dijadikan dapur untuk memasak bersebelahan dengan kandang ayam dan kubangan lumpur. Bau tak sedap juga tercium sehingga rawan terjangkit penyakit.
Sarbini menceritakan, sebelum terjadi musibah banjir akibat luapan sungai Ciujung pada tahun 2012 lalu, rumahnya beridiri kokoh dan layak untuk ditinggali. Namun, musibah itu menghancurkan rumahnya dan menghilangkan seluruh harta bendanya termasuk 15 ekor kambing peliharaanya.
"Tadinya ini kandang kambing. Berhubung rumahnya roboh karna banjir terpaksa tinggal disini (bekas kandang kambing)," ujar Sarbini ditemui dikediamannya, Selasa (1/8/2017).
Karna keterbatasan ekonomi, Sarbini tak mampu untuk membangun kembali rumahnya. Sarbini pun memutuskan untuk menyulap kandang kambing menjadi rumah yang ditempat kesepuluh anaknya.
Ukuran kandang kambing dirasa kecil sehingga tak cukup untuk ditempati bersama kesepuluh anaknya. Sarbini kembali menyulap kandang ayam yang berada di belakang kandang kambing menjadi tempat tinggalnya.
"Yang ini bekas kandang kambing, yang di belakang bekas kandang ayam. Kalau hujan yah bocor. Nyaman enggak nyaman," kata anak kelima Sarbini, Sahril Abror (18) ditemui di tempat yang sama.
Kondisi keluarganya diperparah dengan meninggalnya Istri Sarbini, Tikah akibat sakit paru-paru yang dideritanya. Sehingga sarbini harus mengurusi ke-13 anaknya seorang diri.
"Ada 13 anak, tiga orang sudah menikah dan sudah bekerja. Kakak pertama kerja di Malaysia, di kebun kelapa sawit, yang kedua kerja di Brunai, yang ketiga dagang di Sentul," ungkap sahril.
Berdasarkan pengamatan SINDOnews, ada dua gubuk ditempati oleh keluarga Sarbini. Gubuk di depan bekas kandang kambing berukuran 5x3 dengan beralaskan tanah dilapisi tikar tipis untuk tempat tidur anak-anak yang sudah dewasa.
Atap hanya terbuat dari bekas triplek ditambal dengan pelastik. Tak ada pintu mau pun jendela, apalagi teras, dinding gubuk hanya terbuat kawat ditutupi spanduk bekas.
Sementata itu, gubuk di belakangnya yang di tempat Sarbini bersama anak-anaknya yang masih kecil hanya berukuran 3x3. Tampak pengap karena tak ada jendela. Gubuk ini juga dikatagorikan tidak layak huni. Dinding terbuat dari potongan bambu, bekas permadani dijadikan pintu.
Di samping gubuk oleh sarbini dijadikan dapur untuk memasak bersebelahan dengan kandang ayam dan kubangan lumpur. Bau tak sedap juga tercium sehingga rawan terjangkit penyakit.
(nag)