Jangan Sebar Foto Korban Pembunuhan Satu Keluarga dan Kinara
A
A
A
MEDAN - Kinara (4), anak yang selamat dari peristiwa pembunuhan sadis di Kayu Putih, Mabar, Medan Deli, Medan, Sumatera Utara, menjadi saksi kunci kasus pembunuhan terhadap seluruh keluarganya. Untuk itu, Kinara harus dilindungi dari berbagai eksploitasi media dengan cara tidak menyebarkan foto-foto korban pembunuhan dan foto dirinya. Hal ini berlaku untuk media cetak, media online, maupun di media sosial.
"Sebagai saksi kunci tentunya ia memiliki sejumlah informasi penting. Akan tetapi karena usia yang masih balita, seringkali kesaksiannya menjadi berubah tergantung jenis pertanyaan yang diajukan. Terlebih dalam kasus ini ia juga diduga mengalami trauma," kata psikolog dari Minauli Consulting, Irna Minauli kepada SINDOnews, Senin (10/4/2017).
Dia mengatakan, metode yang bisa dilakukan untuk anak seperti Kinara biasanya dengan terapi bermain (play therapy) atau menggambar (art therapy. Sebab, trauma yang dialami oleh anak yang selamat dari bencana yang menghabisi nyawa seluruh anggota keluarga biasanya menjadi semakin besar. Selain dihantui oleh ketakutan juga disertai rasa bersalah karena hanya dia yang selamat.
"Dalam hal ini, media juga memiliki tanggung jawab moral, sehingga setiap kali mempublikasikan berita harus dipikirkan dampak terhadap korban dan keluarganya. Misalnya, metoda self-cencored, menyensor diri sendiri terlebih dahulu harus dikembangkan. Begitupun masyarakat, jangan lagi menyebarkan foto-foto korban di media sosial. Apalagi, foto Kinara," ucapnya.
Hal yang sama dikatakan oleh aktivis anak yang juga Senior Officer Pusat Kajian Perlindungan Anak (PKPA) Misran Lubis. Dia mengatakan, menjadi tugas bersama antara pemerintah dan lembaga perlindungan anak dalam memulihkan kondisi psikis dan kesehatan Kinara selaku saksi dari peristiwa pembunuhan tersebut.
"Dalam hal ini pemerintah harus mendukung pemulihan anak melalui penyediaaan psikolog, terutama psikolog anak," katanya.
Selain itu katanya, yang tak kalah penting adalah media jangan sampai mengeksploitasi Kinara dan korban pembunuhan secara berlebihan. Apalagi, dengan mempublikasikan foto-foto kondisi korban saat dibunuh. Itu akan menganggu psikis anak yang selamat.
"Kadang, foto-foto korban itu sangat cepat tersebar di media sosial. Harusnya itu tidak terjadi, masyarakat harus diberi edukasi supaya tidak menyebarkan foto-foto korban pembunuhan. Kita juga menyayangkan masih ada media yang menampilkan foto yang secara terang-terangan. Ya, sebagai jurnalis harus bijaklah. Mereka harus kita lindungi."
"Sebagai saksi kunci tentunya ia memiliki sejumlah informasi penting. Akan tetapi karena usia yang masih balita, seringkali kesaksiannya menjadi berubah tergantung jenis pertanyaan yang diajukan. Terlebih dalam kasus ini ia juga diduga mengalami trauma," kata psikolog dari Minauli Consulting, Irna Minauli kepada SINDOnews, Senin (10/4/2017).
Dia mengatakan, metode yang bisa dilakukan untuk anak seperti Kinara biasanya dengan terapi bermain (play therapy) atau menggambar (art therapy. Sebab, trauma yang dialami oleh anak yang selamat dari bencana yang menghabisi nyawa seluruh anggota keluarga biasanya menjadi semakin besar. Selain dihantui oleh ketakutan juga disertai rasa bersalah karena hanya dia yang selamat.
"Dalam hal ini, media juga memiliki tanggung jawab moral, sehingga setiap kali mempublikasikan berita harus dipikirkan dampak terhadap korban dan keluarganya. Misalnya, metoda self-cencored, menyensor diri sendiri terlebih dahulu harus dikembangkan. Begitupun masyarakat, jangan lagi menyebarkan foto-foto korban di media sosial. Apalagi, foto Kinara," ucapnya.
Hal yang sama dikatakan oleh aktivis anak yang juga Senior Officer Pusat Kajian Perlindungan Anak (PKPA) Misran Lubis. Dia mengatakan, menjadi tugas bersama antara pemerintah dan lembaga perlindungan anak dalam memulihkan kondisi psikis dan kesehatan Kinara selaku saksi dari peristiwa pembunuhan tersebut.
"Dalam hal ini pemerintah harus mendukung pemulihan anak melalui penyediaaan psikolog, terutama psikolog anak," katanya.
Selain itu katanya, yang tak kalah penting adalah media jangan sampai mengeksploitasi Kinara dan korban pembunuhan secara berlebihan. Apalagi, dengan mempublikasikan foto-foto kondisi korban saat dibunuh. Itu akan menganggu psikis anak yang selamat.
"Kadang, foto-foto korban itu sangat cepat tersebar di media sosial. Harusnya itu tidak terjadi, masyarakat harus diberi edukasi supaya tidak menyebarkan foto-foto korban pembunuhan. Kita juga menyayangkan masih ada media yang menampilkan foto yang secara terang-terangan. Ya, sebagai jurnalis harus bijaklah. Mereka harus kita lindungi."
(zik)