Peternak Babi Mulai Khawatir Hewan Ternaknya Terjangkit MSS
A
A
A
DENPASAR - Para peternak babi mulai ketar-ketir terkait merebaknya penyakit Meningitis Streptococcus Suis (MSS) yang disebabkan bakteri pada daging babi. Karena dikhawatirkan bisa membuat usaha peternakan gulung tikar.
Seperti diketahui bahwa penyakit ini ditularkan dari daging babi, yang merupakan makanan khas Pulau Dewata. Penularan penyakit ini dari bakteri pada darah babi, atau dagingnya yang tidak dimasak dengan matang, biasanya terdapat pada makanan lawar atau komoh.
Sekretaris Gabungan Usaha Peternak Babi Indonesia (Gupbi) Bali, Sujendra mengatakan penyakit ini memang telah ada sejak dahulu, hanya saja tidak tenar seperti saat ini.
“Memang kan kalau sudah berbicara tentang hewan, pasti ada penyakitnya, seperti anthrax, flu burung, dan sebagainya. Pola masak atau pengolahan daging babi menjadi pintu masuk penyakit ini," ungkapnya saat dihubungi via telepon, Selasa (14/3/2017).
Pihaknya mengaku akan bersama seluruh jajaran Gupbi akan berkunjung ke Dinas Peternakan Provinsi Bali pada Rabu 15 Maret 2017 untuk membicarakan persoalan tersebut.Menurutnya, adanya penyakit ini tidak hanya merugikan masyarakat, tapi juga merugikan peternak babi.
"Rata-rata peternak babi di Bali kebanyakan dari kalangan menengah ke bawah. Kalau adanya hal tersebut nantinya mempengaruhi usaha ternak mereka pasti kami akan terpukul," ujarnya.
Dia menjelaskan, saat ini harga daging babi hidup di pasaran masih stabil antara Rp26 ribu hingga Rp27 ribu per kilogram. Sementara untuk harga daging babi potong masih berkisar Rp55 ribu per kilogram .
Pihaknya berharap kepada pemerintah mulai mencari solusi terkait hal tersebut. “Harapan kami setelah menghadap nanti, bisa ada solusi. Apakah dengan penyuluhan atau sosialisasi kepada peternak dan sebagainya agar usaha kami tidak gulung tikar," pungkasnya.
Seperti diketahui bahwa penyakit ini ditularkan dari daging babi, yang merupakan makanan khas Pulau Dewata. Penularan penyakit ini dari bakteri pada darah babi, atau dagingnya yang tidak dimasak dengan matang, biasanya terdapat pada makanan lawar atau komoh.
Sekretaris Gabungan Usaha Peternak Babi Indonesia (Gupbi) Bali, Sujendra mengatakan penyakit ini memang telah ada sejak dahulu, hanya saja tidak tenar seperti saat ini.
“Memang kan kalau sudah berbicara tentang hewan, pasti ada penyakitnya, seperti anthrax, flu burung, dan sebagainya. Pola masak atau pengolahan daging babi menjadi pintu masuk penyakit ini," ungkapnya saat dihubungi via telepon, Selasa (14/3/2017).
Pihaknya mengaku akan bersama seluruh jajaran Gupbi akan berkunjung ke Dinas Peternakan Provinsi Bali pada Rabu 15 Maret 2017 untuk membicarakan persoalan tersebut.Menurutnya, adanya penyakit ini tidak hanya merugikan masyarakat, tapi juga merugikan peternak babi.
"Rata-rata peternak babi di Bali kebanyakan dari kalangan menengah ke bawah. Kalau adanya hal tersebut nantinya mempengaruhi usaha ternak mereka pasti kami akan terpukul," ujarnya.
Dia menjelaskan, saat ini harga daging babi hidup di pasaran masih stabil antara Rp26 ribu hingga Rp27 ribu per kilogram. Sementara untuk harga daging babi potong masih berkisar Rp55 ribu per kilogram .
Pihaknya berharap kepada pemerintah mulai mencari solusi terkait hal tersebut. “Harapan kami setelah menghadap nanti, bisa ada solusi. Apakah dengan penyuluhan atau sosialisasi kepada peternak dan sebagainya agar usaha kami tidak gulung tikar," pungkasnya.
(sms)