Tolong, Janda Penderita Tumor Ini Butuh Bantuan
A
A
A
MAKASSAR - Seorang janda dengan empat anak Nurliah (45) menderita penyakit benjolan (soft tissue tumor) yang bersarang di batok kepala bagian belakang. Menurut dokter, Nurliah mengidap penyakit STT R Parietooccipitalis Residif.
Lantaran tak punya uang untuk berobat, Nurliah hanya bisa terbaring di rumahnya. Alhasil, benjolan kecil yang berada di kepalanya terus menggerogoti hingga kian bertambah membesar.
Saat wartawan mengunjungi rumahnya, di Jalan Beringin Timur STP 7, RT 09/010, Kelurahan Kassi Kassi, Kecamatan Rappocini, tampak Nurliah terbaring lemah. Nurliah sangat membutuhkan uluran tangan para dermawan.
Pengobatan yang dilakukan Nurliah hanya mengandalkan Kartu Indonesia Sehat (KIS) dianggap tidak cukup. Apalagi, sehari-hati, Nurliah bekerja sebagai pembantu rumah tangga (tukang cuci). Hal ini sangat menyulitkannya dalam berobat.
Tidak jarang, hanya sekedar ongkos periksa ke rumah sakit, dia diberikan sumbangan seikhlasnya oleh para tetangga yang peduli dan kasihan dengannya.
“Biaya ke rumah sakitnya, kita warga selalu musyawarah untuk minta bantuan. Hasilnya tidak menentu, kadang ada yang sumbang seikhlasnya Rp5 ribu sampai Rp10 ribu. Tidak tercantum berapa banyaknya, tergantung berapa yang dibutuhkan, termasuk ongkos taksinya, kasihan,” kata Hasna (50), tetangga Nurliah, Rabu (29/6/2016).
Dia menceritakan, meski memiliki empat orang anak, namun tidak ada satupun anak Nurliah yang kondisi keuangannya bisa menopang biaya pengobatan ibunya.
“Satu anaknya ada di Malaysia, rencana mau pulang juga, tapi tidak ada uangnya baru hamil besar juga. Duanya masih bersekolah (satu baru tamat SMA), dan satunya sudah berkeluarga,” sambung Hasna.
Demi mencukupi biaya kebutuhan rumah tangga keluarga, hanya Nurliah yang bekerja menjadi tukang cuci. Itupun kerap dibantu oleh ibunya Kasa (75).
“Sekarang susah, hanya nenek yang bekerja tukang cuci. Kasihan juga nenek, umurnya sudah tua. Mana gajinya hanya berkisar Rp500 ribu perbulannya,” sebut Hasna.
Di samping butuh biaya berobat, Nurliah juga membutuhkan kursi roda. Itu bisa digunakan saat berobat jalan ke rumah sakit rujukan, seperti Rumah Sakit Umum Regional Wahidin Sudirohusodo.
Anak ketiga Nurliah, Ayu (19) berucap sedih melihat kondisi ibunya. Katanya, tak ada lagi penopang biaya hidup keluarganya selain nenek Kasa. Hal itu terjadi semenjak benjolan di kepala ibunya makin membesar. Benjolan itu mulai membesar di tahun 2016. Padahal, Nurliah sudah dioperasi sebanyak tiga kali.
“Mamaku juga sudah dikemo. Ini dokter minta untuk dikemo lagi, dan dioperasi ke empat. Benjolannya semakin besar setelah dioperasi yang ketiga,” tutur Ayu bersedih.
Penyakit ibunya diketahui sejak tahun 2010 lalu. Awalnya dirawat RSUD Labuang Baji. Namun dirujuk ke RSU Regional Wahidin Sudirohusodo untuk dilakukan perawatan insentif. Itupun, operasinya berjalan di tahun 2013.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Makassar Naisyah Tun Azikin yang memperoleh informasi langsung menurunkan tim kesehatan dinas bersama home care Puskesmas Kassi.
“Pak wali langsung perintahkan untuk memantau terus kondisinya itu ibu. Sudah dibujuk untuk dirawat di puskesmas dulu sebelum di kemoterapi lagi. Tapi ternyata ibu itu menolak. Katanya sudah dua kali dioperasi dan dikemo ke 8 kali (laporan tim). Hari Senin depan puskesmas antar kemo,” singkatnya.
Lantaran tak punya uang untuk berobat, Nurliah hanya bisa terbaring di rumahnya. Alhasil, benjolan kecil yang berada di kepalanya terus menggerogoti hingga kian bertambah membesar.
Saat wartawan mengunjungi rumahnya, di Jalan Beringin Timur STP 7, RT 09/010, Kelurahan Kassi Kassi, Kecamatan Rappocini, tampak Nurliah terbaring lemah. Nurliah sangat membutuhkan uluran tangan para dermawan.
Pengobatan yang dilakukan Nurliah hanya mengandalkan Kartu Indonesia Sehat (KIS) dianggap tidak cukup. Apalagi, sehari-hati, Nurliah bekerja sebagai pembantu rumah tangga (tukang cuci). Hal ini sangat menyulitkannya dalam berobat.
Tidak jarang, hanya sekedar ongkos periksa ke rumah sakit, dia diberikan sumbangan seikhlasnya oleh para tetangga yang peduli dan kasihan dengannya.
“Biaya ke rumah sakitnya, kita warga selalu musyawarah untuk minta bantuan. Hasilnya tidak menentu, kadang ada yang sumbang seikhlasnya Rp5 ribu sampai Rp10 ribu. Tidak tercantum berapa banyaknya, tergantung berapa yang dibutuhkan, termasuk ongkos taksinya, kasihan,” kata Hasna (50), tetangga Nurliah, Rabu (29/6/2016).
Dia menceritakan, meski memiliki empat orang anak, namun tidak ada satupun anak Nurliah yang kondisi keuangannya bisa menopang biaya pengobatan ibunya.
“Satu anaknya ada di Malaysia, rencana mau pulang juga, tapi tidak ada uangnya baru hamil besar juga. Duanya masih bersekolah (satu baru tamat SMA), dan satunya sudah berkeluarga,” sambung Hasna.
Demi mencukupi biaya kebutuhan rumah tangga keluarga, hanya Nurliah yang bekerja menjadi tukang cuci. Itupun kerap dibantu oleh ibunya Kasa (75).
“Sekarang susah, hanya nenek yang bekerja tukang cuci. Kasihan juga nenek, umurnya sudah tua. Mana gajinya hanya berkisar Rp500 ribu perbulannya,” sebut Hasna.
Di samping butuh biaya berobat, Nurliah juga membutuhkan kursi roda. Itu bisa digunakan saat berobat jalan ke rumah sakit rujukan, seperti Rumah Sakit Umum Regional Wahidin Sudirohusodo.
Anak ketiga Nurliah, Ayu (19) berucap sedih melihat kondisi ibunya. Katanya, tak ada lagi penopang biaya hidup keluarganya selain nenek Kasa. Hal itu terjadi semenjak benjolan di kepala ibunya makin membesar. Benjolan itu mulai membesar di tahun 2016. Padahal, Nurliah sudah dioperasi sebanyak tiga kali.
“Mamaku juga sudah dikemo. Ini dokter minta untuk dikemo lagi, dan dioperasi ke empat. Benjolannya semakin besar setelah dioperasi yang ketiga,” tutur Ayu bersedih.
Penyakit ibunya diketahui sejak tahun 2010 lalu. Awalnya dirawat RSUD Labuang Baji. Namun dirujuk ke RSU Regional Wahidin Sudirohusodo untuk dilakukan perawatan insentif. Itupun, operasinya berjalan di tahun 2013.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Makassar Naisyah Tun Azikin yang memperoleh informasi langsung menurunkan tim kesehatan dinas bersama home care Puskesmas Kassi.
“Pak wali langsung perintahkan untuk memantau terus kondisinya itu ibu. Sudah dibujuk untuk dirawat di puskesmas dulu sebelum di kemoterapi lagi. Tapi ternyata ibu itu menolak. Katanya sudah dua kali dioperasi dan dikemo ke 8 kali (laporan tim). Hari Senin depan puskesmas antar kemo,” singkatnya.
(san)