Prasasti Tapak Kaki Nenek Moyang Warga Pangandaran Ditemukan
A
A
A
PANGANDARAN - Warga Pangandaran dihebohkan dengan temuan tapak kaki berukuran besar dengan panjang 50 centi meter dan lebar 15 centi meter, di hulu sungai Cijulang tepatnya Blok Dulang Pareket.
Pengurus Kompepar Kabupaten Pangandaran Asep Kartiwa mengatakan, tapak kaki itu ditemukan di perbatasan Desa Jadimulya dan Desa Bangunkarya, Kecamatan Langkaplancar yang berderet dengan Desa Selasari, Kecamatan Parigi, Kabupaten Pangandaran.
"Salah satu tapak kaki atau telapak kaki berukuran besar tersebut diyakini warga sebagai bekas tapak kaki Aki Jongkrang, salah satu nenek moyang warga setempat," katanya, kepada wartawan, Minggu (17/4/2016).
Menurut cerita warga, Aki Jongkrang merupakan seorang pemuda jawara yang memiliki kesaktian dan ilmu yang sangat tinggi.
Aki Jongkrang merupakan keturunan ke dua dari Kiyai Eyang Sembah Agung kasepuhan, dan tokoh penyebar Agama Islam dibabad pakidulan Cijulang yang saat ini menjaid patilasan atau simbol maqomnya berada di Dusun Pasuketan, Desa Batukaras.
Sebutan Aki Jongkrang ini popular di telinga masyarakat, lantaran Aki Jongkrang memiliki postur tubuh tinggi dan besar, hingga dalam istilah silsilah keturunannya Aki Jongkrang disebut dengan julukan Aki Geude dan Nini Geude.
"Artinya Kake besar dan Nini besar. Berdasarkan sejarah, tapak kaki tersebut ada sebagai salah satu simbol yang dibuat oleh Aki Jongkrang sebelum meninggalkan perkampungan tersebut," terangnya.
Perjalanan Aki Jongkrang menuju daerah Padaherang dilakukan untuk mengejar salah satu putri yang sangat dicintainya.
Asep menambahkan, perkampungan tersebut dulunya merupakan kerajaan kecil bernama Harumandala yang dipimpin oleh Raja Laujiana dan tapak kaki tersebut sekaligus dijadikan tapal batas perbatasan kerajaan.
Sementara salah satu kasepuhan di tempat tersebut, Aki Kudik (84) mengatakan, asalnya tapak kaki tersebut terlihat jelas, namun karena faktor cuaca dan alam di lokasi tersebut yang sering terjemur dan tersiram air hujan, kini terlihat kusam.
“Cerita orangtua dulu lokasi ini setelah mengalami pergeseran jaman kerajaan ke jaman modern, merupakan perkampungan,” terang Aki Kudik.
Lokasi tersebut diyakini sebagai perkampungan, dibuktikan dengan adanya tempat pemakaman tua, di antaranya astana Ciceuri, astana Cikaret, dan astana Cilubang.
Sementara itu, Kepala Seksi Destinasi Wisata Aceng Hasyim mengatakan, berdasarkan hasil penelitian Badan Arkeologi, tapak kaki itu merupakan sebuah prasasti yang memiliki keterkaitan dengan tapak Buddha.
Pengurus Kompepar Kabupaten Pangandaran Asep Kartiwa mengatakan, tapak kaki itu ditemukan di perbatasan Desa Jadimulya dan Desa Bangunkarya, Kecamatan Langkaplancar yang berderet dengan Desa Selasari, Kecamatan Parigi, Kabupaten Pangandaran.
"Salah satu tapak kaki atau telapak kaki berukuran besar tersebut diyakini warga sebagai bekas tapak kaki Aki Jongkrang, salah satu nenek moyang warga setempat," katanya, kepada wartawan, Minggu (17/4/2016).
Menurut cerita warga, Aki Jongkrang merupakan seorang pemuda jawara yang memiliki kesaktian dan ilmu yang sangat tinggi.
Aki Jongkrang merupakan keturunan ke dua dari Kiyai Eyang Sembah Agung kasepuhan, dan tokoh penyebar Agama Islam dibabad pakidulan Cijulang yang saat ini menjaid patilasan atau simbol maqomnya berada di Dusun Pasuketan, Desa Batukaras.
Sebutan Aki Jongkrang ini popular di telinga masyarakat, lantaran Aki Jongkrang memiliki postur tubuh tinggi dan besar, hingga dalam istilah silsilah keturunannya Aki Jongkrang disebut dengan julukan Aki Geude dan Nini Geude.
"Artinya Kake besar dan Nini besar. Berdasarkan sejarah, tapak kaki tersebut ada sebagai salah satu simbol yang dibuat oleh Aki Jongkrang sebelum meninggalkan perkampungan tersebut," terangnya.
Perjalanan Aki Jongkrang menuju daerah Padaherang dilakukan untuk mengejar salah satu putri yang sangat dicintainya.
Asep menambahkan, perkampungan tersebut dulunya merupakan kerajaan kecil bernama Harumandala yang dipimpin oleh Raja Laujiana dan tapak kaki tersebut sekaligus dijadikan tapal batas perbatasan kerajaan.
Sementara salah satu kasepuhan di tempat tersebut, Aki Kudik (84) mengatakan, asalnya tapak kaki tersebut terlihat jelas, namun karena faktor cuaca dan alam di lokasi tersebut yang sering terjemur dan tersiram air hujan, kini terlihat kusam.
“Cerita orangtua dulu lokasi ini setelah mengalami pergeseran jaman kerajaan ke jaman modern, merupakan perkampungan,” terang Aki Kudik.
Lokasi tersebut diyakini sebagai perkampungan, dibuktikan dengan adanya tempat pemakaman tua, di antaranya astana Ciceuri, astana Cikaret, dan astana Cilubang.
Sementara itu, Kepala Seksi Destinasi Wisata Aceng Hasyim mengatakan, berdasarkan hasil penelitian Badan Arkeologi, tapak kaki itu merupakan sebuah prasasti yang memiliki keterkaitan dengan tapak Buddha.
(san)