Buku SD Memuat Banci Jadi Imam Menuai Protes
A
A
A
PALEMBANG - Beredarnya buku paket siswa kelas II Madrasah Ibtidaiyah (tingkat SD) di Kota Palembang yang memperbolehkan banci sebagai imam salat menjadi kontroversial bagi masyarakat.
Karena untuk bacaan siswa kelas II tingkat SD notabene berumur 7 tahun kata-kata banci atau dikenal wanita pria (waria) dalam istilah tersebut dikhawatirkan tidak bisa diserap oleh para siswa.
Buku dengan sampul putih judul FIQIH kurikulum 2008 penerbit Yudhistira pada halaman 82 pelajaran syarat menjadi imam itu menuai kontroversi.
Hal tersebut disikapi oleh Pengamat pendidikan sekaligus Ketua Dewan Pendidikan Sumatera Selatan (Sumsel) Prof Sirozi mengatakan, buku agama sangat rentan mengalami kesalahan karena banyak paham ajaran atau mazhab.
Dia menilai hal itu seharusnya tidak terjadi karena siswa tingkat SD hanya butuh pemahaman dan pengalaman.
"Itu saja sudah cukup, karena apabila bersifat kontroversial janganlah menjadi buku paket anak SD. Pemahaman mereka juga tidak sampai. Seperti sekarang GLBT itu juga sangat kontroversial sekarang, berat dan anak kecil takutnya salah mengartikan," kata Sirozi.
Dia berharap Kementerian Pendidikan dan Kementerian Agama meninjau ulang kembali menyebarnya buku tersebut di tingkat sekolah dasar madrasah ibtidaiyah.
Karena apabila respon dari masyarakat tidak digubris dikhawatirkan akan berdampak buruk bagi generasi muda.
"Saya tidak meminta buku itu ditarik atau dimusnahkan. Tetapi dinas pendidikan segera melakukan verifikasi dan meninjau buku tersebut. Kalau benar ada kesalahan tentunya barulah mereka menarik semua buku tersebut," pungkasnya.
Kerisauan beredarnya buku paket bermula dari seorang wali murid bernama Yenni warga Talang Kelapa.
Ketika itu, Sabtu malam 5 Maret dia memantau anaknya yang sekolah di salah satu SD Islam belajar. Dia terkejut melihat ada kata banci di dalam buku agama milik anaknya.
"Kenapa ada banci di buku Islam anak SD, saya baca mungkin benar maksudnya. Tapi saya takut anak SD tidak mengerti apa lagi anak saya ini masih kelas 2 loh," timpalnya.
Karena khawatir Yenni memposting buku itu ke jejaring sosial FB dan juga dilampirkan kepada akun Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) Widodo sekitar pukul 20.00 WIB. Akhirnya para netizen heboh dan banyak meminta dinas menarik buku tersebut dari peredarannya.
Karena untuk bacaan siswa kelas II tingkat SD notabene berumur 7 tahun kata-kata banci atau dikenal wanita pria (waria) dalam istilah tersebut dikhawatirkan tidak bisa diserap oleh para siswa.
Buku dengan sampul putih judul FIQIH kurikulum 2008 penerbit Yudhistira pada halaman 82 pelajaran syarat menjadi imam itu menuai kontroversi.
Hal tersebut disikapi oleh Pengamat pendidikan sekaligus Ketua Dewan Pendidikan Sumatera Selatan (Sumsel) Prof Sirozi mengatakan, buku agama sangat rentan mengalami kesalahan karena banyak paham ajaran atau mazhab.
Dia menilai hal itu seharusnya tidak terjadi karena siswa tingkat SD hanya butuh pemahaman dan pengalaman.
"Itu saja sudah cukup, karena apabila bersifat kontroversial janganlah menjadi buku paket anak SD. Pemahaman mereka juga tidak sampai. Seperti sekarang GLBT itu juga sangat kontroversial sekarang, berat dan anak kecil takutnya salah mengartikan," kata Sirozi.
Dia berharap Kementerian Pendidikan dan Kementerian Agama meninjau ulang kembali menyebarnya buku tersebut di tingkat sekolah dasar madrasah ibtidaiyah.
Karena apabila respon dari masyarakat tidak digubris dikhawatirkan akan berdampak buruk bagi generasi muda.
"Saya tidak meminta buku itu ditarik atau dimusnahkan. Tetapi dinas pendidikan segera melakukan verifikasi dan meninjau buku tersebut. Kalau benar ada kesalahan tentunya barulah mereka menarik semua buku tersebut," pungkasnya.
Kerisauan beredarnya buku paket bermula dari seorang wali murid bernama Yenni warga Talang Kelapa.
Ketika itu, Sabtu malam 5 Maret dia memantau anaknya yang sekolah di salah satu SD Islam belajar. Dia terkejut melihat ada kata banci di dalam buku agama milik anaknya.
"Kenapa ada banci di buku Islam anak SD, saya baca mungkin benar maksudnya. Tapi saya takut anak SD tidak mengerti apa lagi anak saya ini masih kelas 2 loh," timpalnya.
Karena khawatir Yenni memposting buku itu ke jejaring sosial FB dan juga dilampirkan kepada akun Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) Widodo sekitar pukul 20.00 WIB. Akhirnya para netizen heboh dan banyak meminta dinas menarik buku tersebut dari peredarannya.
(sms)