Alasan Teroris di Jakarta Berpakaian Trendi
A
A
A
BANDUNG - Ada yang berbeda dari pelaku teror di Jakarta. Saat beraksi, mereka berpakaian cukup trendi. Seperti dalam foto yang beredar, pelaku teror yang membawa pistol terlihat memakai kaos, celana jeans, dan bertopi.
Jika dibandingkan dengan aksi teror di berbagai dunia, termasuk di Indonesia, pakaian yang dikenakan pelaku di Jakarta terbilang tidak lazim. Sebab selama ini para pelaku teror selalu mengatasnamakan Islam dan memperlihatkan identitas ke-Islaman.
Salah satu cirinya adalah para pelaku memiliki jenggot. Selain itu, mereka biasanya memakai celana cingkrang alias di atas mata kaki dan bersorban.
Pengamat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran (Unpad), Muradi, mengatakan bahwa identitas ke-Islaman tidak lagi dipakai oleh para pelaku teror. Itu karena pelaku teror saat ini berbeda generasi dengan pelaku teror yang lebih dulu muncul.
Identitas ke-Islaman pun hanya berlaku hingga generasi ketiga yaitu generasi Nurdin M. Top. Generasi setelah itu justru tidak lagi memakai identitas ke-Islaman.
Santoso dan kelompoknya misalnya, ini merupakan teroris generasi keempat. Kelompok ini sudah menanggalkan identitas berbau Islam saat melancarkan teror.
"Santoso itu generasi keempat, yang sekarang ini generasi kelima. Mereka tidak lagi memedulikan badan atau tampilan," kata Muradi, Selasa (19/1/2016).
Di benak para pelaku teror sekarang, yang terpenting adalah bagaimana melancarkan aksinya. "Tugas mereka menjadikan Indonesia sebagai negara Islam atau sesuai syariat yang mereka bayangkan. Itu lebih dari cukup dan mereka tidak perlu tampil seperti orang-orang yang sebelumnya," ungkapnya.
Hal serupa berlaku di kalangan pelaku teror yang tergabung dalam ISIS secara langsung. Dalam aksinya di berbagai negara, pelaku teror juga berpenampilan trendi.
"Paradigma itu mirip dengan ISIS. ISIS itu paradimanya dia begitu. Coba saja lihat, perhatikan, mereka tidak kemudian benar-benar mengikuti pola (berpakaian) syariah seperti yang dibayangkan, tapi lebih kepada soal bagaimana target tujuan, itu lebih penting," jelas Muradi.
"Makanya kalau sampai generasi ketiga itu orang pakai jeans itu haram, generasi keempat-kelima sudah pakai jeans. Seperti Santoso kan sudah pakai jeans dia, kemudian sekarang Afif dan teman-teman pakai jeans," bebernya.
Hal itu menurutnya menegaskan bahwa ada tren yang berubah di kalangan para pelaku teror. Itu justru akan membuat aparat keamanan makin sulit memberantas terorisme. Apalagi para pelaku sekarang berbaur dengan masyarakat dan gaya berpakaiannya tidak lagi ekslusif.
Jika dibandingkan dengan aksi teror di berbagai dunia, termasuk di Indonesia, pakaian yang dikenakan pelaku di Jakarta terbilang tidak lazim. Sebab selama ini para pelaku teror selalu mengatasnamakan Islam dan memperlihatkan identitas ke-Islaman.
Salah satu cirinya adalah para pelaku memiliki jenggot. Selain itu, mereka biasanya memakai celana cingkrang alias di atas mata kaki dan bersorban.
Pengamat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran (Unpad), Muradi, mengatakan bahwa identitas ke-Islaman tidak lagi dipakai oleh para pelaku teror. Itu karena pelaku teror saat ini berbeda generasi dengan pelaku teror yang lebih dulu muncul.
Identitas ke-Islaman pun hanya berlaku hingga generasi ketiga yaitu generasi Nurdin M. Top. Generasi setelah itu justru tidak lagi memakai identitas ke-Islaman.
Santoso dan kelompoknya misalnya, ini merupakan teroris generasi keempat. Kelompok ini sudah menanggalkan identitas berbau Islam saat melancarkan teror.
"Santoso itu generasi keempat, yang sekarang ini generasi kelima. Mereka tidak lagi memedulikan badan atau tampilan," kata Muradi, Selasa (19/1/2016).
Di benak para pelaku teror sekarang, yang terpenting adalah bagaimana melancarkan aksinya. "Tugas mereka menjadikan Indonesia sebagai negara Islam atau sesuai syariat yang mereka bayangkan. Itu lebih dari cukup dan mereka tidak perlu tampil seperti orang-orang yang sebelumnya," ungkapnya.
Hal serupa berlaku di kalangan pelaku teror yang tergabung dalam ISIS secara langsung. Dalam aksinya di berbagai negara, pelaku teror juga berpenampilan trendi.
"Paradigma itu mirip dengan ISIS. ISIS itu paradimanya dia begitu. Coba saja lihat, perhatikan, mereka tidak kemudian benar-benar mengikuti pola (berpakaian) syariah seperti yang dibayangkan, tapi lebih kepada soal bagaimana target tujuan, itu lebih penting," jelas Muradi.
"Makanya kalau sampai generasi ketiga itu orang pakai jeans itu haram, generasi keempat-kelima sudah pakai jeans. Seperti Santoso kan sudah pakai jeans dia, kemudian sekarang Afif dan teman-teman pakai jeans," bebernya.
Hal itu menurutnya menegaskan bahwa ada tren yang berubah di kalangan para pelaku teror. Itu justru akan membuat aparat keamanan makin sulit memberantas terorisme. Apalagi para pelaku sekarang berbaur dengan masyarakat dan gaya berpakaiannya tidak lagi ekslusif.
(nag)