Terus Berpindah Kantor, Gafatar di Bantul Tetap Ditolak Warga
A
A
A
BANTUL - Perjalanan Organisasi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) di Kabupaten Bantul ternyata tidak pernah mulus.
Meski secara resmi pemerintah kabupaten (Pemkab) Bantul melalui Kantor Kesatuan Kebangsaan dan Perlindungan Masyarakat (Kesbanglinmas) telah mengeluarkan surat keterangan terdaftar pada tanggal 27 Desember 2011 lalu, tetapi penolakan warga terus menyeruak di wilayah ini.
Kepala Kesbangpol Bantul Sumasriyana mengungkapkan sejak mendaftarkan diri pertama kali di Bantul, Gafatar memiliki sekretariat di Dusun Ngentak tepatnya di Jalan Bibis, Desa Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, awalnya kegiatan mereka direstui.
Kegiatan-kegiatan sosial banyak dilaksanakan oleh Gafatar mulai dari kerja bakti makam, pemeriksaan kesehatan hingga pelatihan masak-memasak untuk ibu PKK.
"Nah, Desember 2011 kami mengeluarkan SKT, bulan April 2012 muncul surat Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) yang melarang dari melayani permohonan SKT Gafatar menyusul ditemukannya nama Ahmad Musadek di daftar kepengurusan," tuturnya, Rabu (13/1/2016).
Kendati demikian, pihaknya tidak bisa langsung menggugurkan SKT tersebut karena harus melalui syarat administratif yang berbelit bahkan hingga ke persidangan.
Setelah itu, di bulan Januari 2013 bekerjasama dengan intelejen negara, pihaknya lantas menghimbau kepada lurah, camat dan kepala Satuan Kerja Perangkat Dinas (SKPD) untuk tidak melayani kegiatan Gafatar.
Sejak saat itu, warga di seputaran Kasihan lantas menolak keberadaan kantor sekretariat di Kasihan. Berkali-kali Gafatar berusaha mendirikan kantor sekretariat di wilayah lain.
Usai di Kecamatan Kasihan, terpantau Gafatar hendak mendirikan kantor sekretariat di Dusun Bakulan, Desa Patalan, Kecamatan Jetis tetapi juga ditolak warga.
Mereka lantas bergerak ke Piyungan dan terakhir akan mendirikan di Kecamatan Sewon tetapi juga ditolak.
"Mereka berkantor keliling. Kegiatan tetap banyak di Bantul, tetapi rapatnya di luar Bantul," tambahnya.
Organisasi dengan simbol matahari terbit yang memancarkan 12 sinar dengan bertuliskan Gerakan Fajar Nusantara ini juga sempat berkeinginan membangun makam khusus anggota Gafatar.
Mereka bahkan sudah membeli sebidang tanah di Kasihan untuk keperluan makam tersebut. Namun lantas juga mendapat penolakan dari masyarakat Bantul, tanah tersebut kemudian dijual.
Sumasriyana mengaku terakhir melakukan komunikasi dengan Gafatar awal tahun 2015 lalu. Saat itu ada tiga orang yang mengaku pengurus baru dari Gafatar menghadap dirinya.
Tiga orang pengurus tersebut mengeluh mereka mendapatkan penolakan dari lurah dan camat terhadap mereka yang hendak melakukan audiensi.
Alasan hukum yang mereka bawa saat itu adalah keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang keormasan yang merubah beberapa pasal. "Tetapi saya tetap menolak mereka," tegasnya.
Pejabat Bupati Bantul, Sigit Sapto Raharjo mengaku masih akan melakukan kajian terkait Gafatar. Pihaknya belum bisa membekukan dan menunggu laporan dari Kesbangpol serta perintah dari Pemerintah DIY.
Namun karena sudah dinyatakan dilarang maka secara otomatis Gafatar juga dibekukan di daerah. "Saya belum berkomunikasi lebih luas dengan Kesbangpol," pungkasnya.
Meski secara resmi pemerintah kabupaten (Pemkab) Bantul melalui Kantor Kesatuan Kebangsaan dan Perlindungan Masyarakat (Kesbanglinmas) telah mengeluarkan surat keterangan terdaftar pada tanggal 27 Desember 2011 lalu, tetapi penolakan warga terus menyeruak di wilayah ini.
Kepala Kesbangpol Bantul Sumasriyana mengungkapkan sejak mendaftarkan diri pertama kali di Bantul, Gafatar memiliki sekretariat di Dusun Ngentak tepatnya di Jalan Bibis, Desa Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, awalnya kegiatan mereka direstui.
Kegiatan-kegiatan sosial banyak dilaksanakan oleh Gafatar mulai dari kerja bakti makam, pemeriksaan kesehatan hingga pelatihan masak-memasak untuk ibu PKK.
"Nah, Desember 2011 kami mengeluarkan SKT, bulan April 2012 muncul surat Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) yang melarang dari melayani permohonan SKT Gafatar menyusul ditemukannya nama Ahmad Musadek di daftar kepengurusan," tuturnya, Rabu (13/1/2016).
Kendati demikian, pihaknya tidak bisa langsung menggugurkan SKT tersebut karena harus melalui syarat administratif yang berbelit bahkan hingga ke persidangan.
Setelah itu, di bulan Januari 2013 bekerjasama dengan intelejen negara, pihaknya lantas menghimbau kepada lurah, camat dan kepala Satuan Kerja Perangkat Dinas (SKPD) untuk tidak melayani kegiatan Gafatar.
Sejak saat itu, warga di seputaran Kasihan lantas menolak keberadaan kantor sekretariat di Kasihan. Berkali-kali Gafatar berusaha mendirikan kantor sekretariat di wilayah lain.
Usai di Kecamatan Kasihan, terpantau Gafatar hendak mendirikan kantor sekretariat di Dusun Bakulan, Desa Patalan, Kecamatan Jetis tetapi juga ditolak warga.
Mereka lantas bergerak ke Piyungan dan terakhir akan mendirikan di Kecamatan Sewon tetapi juga ditolak.
"Mereka berkantor keliling. Kegiatan tetap banyak di Bantul, tetapi rapatnya di luar Bantul," tambahnya.
Organisasi dengan simbol matahari terbit yang memancarkan 12 sinar dengan bertuliskan Gerakan Fajar Nusantara ini juga sempat berkeinginan membangun makam khusus anggota Gafatar.
Mereka bahkan sudah membeli sebidang tanah di Kasihan untuk keperluan makam tersebut. Namun lantas juga mendapat penolakan dari masyarakat Bantul, tanah tersebut kemudian dijual.
Sumasriyana mengaku terakhir melakukan komunikasi dengan Gafatar awal tahun 2015 lalu. Saat itu ada tiga orang yang mengaku pengurus baru dari Gafatar menghadap dirinya.
Tiga orang pengurus tersebut mengeluh mereka mendapatkan penolakan dari lurah dan camat terhadap mereka yang hendak melakukan audiensi.
Alasan hukum yang mereka bawa saat itu adalah keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang keormasan yang merubah beberapa pasal. "Tetapi saya tetap menolak mereka," tegasnya.
Pejabat Bupati Bantul, Sigit Sapto Raharjo mengaku masih akan melakukan kajian terkait Gafatar. Pihaknya belum bisa membekukan dan menunggu laporan dari Kesbangpol serta perintah dari Pemerintah DIY.
Namun karena sudah dinyatakan dilarang maka secara otomatis Gafatar juga dibekukan di daerah. "Saya belum berkomunikasi lebih luas dengan Kesbangpol," pungkasnya.
(nag)