Pramono, Pengusaha Pecel Siram Beromzet Rp3,5 Juta per Hari

Senin, 30 November 2015 - 07:15 WIB
Pramono, Pengusaha Pecel...
Pramono, Pengusaha Pecel Siram Beromzet Rp3,5 Juta per Hari
A A A
BATAM - Pramono merupakan orang yang gigih berwirausaha. Banting setir dari guru honorer, Pramono memulai usaha warung Pecel Siram dengan modal awal Rp300 ribu. Kini, ia punya tiga cabang dengan omzet per hari Rp3,5 juta.

Para karyawan warung yang terletak di Perumahan Taman Batuaji Indah (PJB) Batam itu tengah mengemasi barang dagangannya. Jam makan siang telah usai. Tidak ada lagi yang bisa disantap oleh pembeli.

"Setiap jam 3 siang kami biasanya memang tutup," tutur salah satu karyawan.

Pecel Siram, begitulah nama warung makan tersebut. Berdiri sejak 2012, warung itu milik Pramono, mantan guru Teknologi Informasi di berbagai sekolah di Batam. Setiap hari sejak pukul 05.30 hingga pukul 15.00 sore, Pecel Siram yang terletak di Batuaji itu mulai buka dan melayani pembeli.

Meskipun bersiap tutup, para karyawan di tempat makan itu masih tetap melakukan berbagai aktivitas seperti memotong kangkung dan mengupas bawang. Mereka melakukannya dengan santai.

Pecel yang terdiri dari sayur-sayuran rebus itu lumayan mengobati kerinduan orang Madiun yang merantau di Batam. Menurut Pramono yang lahir dan besar di Malang ini, istrinya memang asli Madiun. Pecel Siram yang dijualnya merupakan buatan istrinya, tapi telah dimodifikasi sesuai dengan cita rasa masyarakat Sumatera.

"Pecel Siram di sini sudah disesuaikan dengan lidah masyarakat Batam yang terdiri dari berbagai suku," kata Pramono.

Pecel Siram ala Pramono rasanya memang lebih pedas dan asinnya terasa. Seperti biasanya pecel ini berisi sayuran. Ada bayam, tauge, kacang panjang, kenikir, kemangi, dan daun singkong. Sementara untuk lauk ada tambahan telur, tempe goreng, dan bakwan. Tak lupa rempeyek tanpa kacang juga menjadi teman makan pecel.

Satu porsi pecel ini juga sangat ramah di kantong, hanya Rp8 ribu tanpa tambahan teman makan yang lain seperti telur, tempe dan bakwan. Hanya dalam waktu tiga tahun, Pramono telah membuka cabang Pecel Siramnya.

"Cabangnya ada dua di Batuaji, di perum ini juga tapi agak ke dalam, lalu ada juga di Tiban. Jadi total Pecel Siramnya ada tiga tempat," ujar suami dari Sri Susanti ini.

Dari ketiga tempat itu, tiap dua hari sekali Pecel Siramnya menghabiskan 14 kilogram kacang dan jika sudah dicampur dengan bumbu maka sambal kacang kering itu habis 50 kilogram.

"Sambal itu biasanya habis dalam dua hari, tapi kalau disimpan di kulkas sebenarnya sambal buatan sendiri itu bisa tahan selama tiga bulan," tambah Pramono.

Bapak tiga anak itu mengawali usaha pecel siramnya dari modal Rp300 ribu. Sampai kini setiap harinya ia bisa mengumpulkan omzet Rp3,5 juta dari tiga tempat itu. Namun, sebelum menemukan usaha yang bisa mengantarnya memiliki mobil Honda Mobilio itu, dahulu Pramono hanyalah seorang tenaga honorer yang mengabdi untuk pendidikan.

Laki-laki yang dilahirkan 43 tahun lalu di Malang itu pindah ke Batam pada tahun 1993. Berbeda dengan orang-orang yang datang ke Batam untuk mencari nafkah, ia ke kota industri ini untuk menyembuhkan diri dari ketergantungan narkoba.

Dalam perjalanannya, lulusan D3 Teknik Informatika salah satu perguruan tinggi di Malang itu ditawari untuk mengajar di SMPN 4 Batam pada tahun 1996. Setahun kemudian ia pindah ke SMPN 6 Batam, tahun 2000 ia lalu pindah ke SMPN 10 Batam. Tahun 2003 ia kembali ditarik ke SMPN 6 Batam.

"Tahun 2005 saya pindah ke Dinas Pendidikan Kepri, lalu 2009 saya bantu di Dinas Pendidikan Batam. Pengalaman saya di bidang komputer membuat saya direkrut sebagai supporting consultant di Dinas Pendidikan," katanya.

Tahun 2009 hingga 2010 ia sempat membuka usaha bimbingan belajar di Seipanas. Ia juga mengajar komputer tanpa dipungut biaya bagi yang tidak mampu. Hanya delapan bulan usahanya itu berjalan.

"Tahun 2013 saya kembali ke Dinas Pendidikan Kepri, saya lalu tinggal di Tanjungpinang meninggalkan keluarga di Batam. Hanya sesekali saat weekend saya menjenguk kemari," kenangnya.

Mengingat aktivitasnya yang mengharuskan ia meninggalkan keluarganya, dia memutuskan untuk menekuni saja usaha Pecel Siramnya. Lagi pula penghasilannya sebagai tenaga honor juga kecil. Menurutnya penghargaan pemerintah terhadap guru honor masih minim.

"Dulu saat masih jadi tenaga honor, saya hanya sanggup beli motor. Sekarang alhamdulillah sudah bisa beli mobil, meskipun masih kredit," kata laki-laki yang pernah terlibat di klinik TIK Pengembang Media Pembelajaran di Dinas Pendidikan ini.

Baginya, hidup itu sederhana. Yang penting bisa tertawa dan bersama-sama anak dan istrinya. Tak perlu muluk-muluk untuk mengejar kebahagiaan. Karena bahagia itu bukan dikejar, tapi diciptakan.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1065 seconds (0.1#10.140)