Ki Bagus Hadikusumo, Pahlawan Nasional yang Tak Bermakam
A
A
A
YOGYAKARTA - Presiden Joko Widodo belum lama ini menganugerahkan gelar pahlawan kepada lima orang tokoh. Penganugerahan melalui Keppres 116/TK Tahun 2015. Salah satunya adalah Ki Bagus Hadikusumo.
Ki Bagus Hadikusumo merupakan mantan Ketua PP Muhammadiyah periode 1942-1945. Pemberian gelar pahlawan ini karena pria kelahiran Yogyakarta 24 November 1890 ini dianggap sudah berjasa bagi bangsa dan negara.
Salah satu cucu Ki Bagus, Afnan Hadikusumo mengatakan, penghargaan yang diberikan kepada kakenya merupakan bentuk penghargaan atas perjuangannya selama ini.
"Tapi yang mengajukan menjadi pahlawan sebenarnya bukan ahli waris atau keluarga," katanya, Sabtu (7/11/2015).
Anggota DPD RI ini mengungkapkan, pihak yang mengajukan Ki Bagus Hadikusumo menjadi pahlawan tidak lain adalah PP Muhammadiyah.
"Kita (keluarga) tidak pernah mengajukannya karena membela negara, mengadvokasi masyarakat adalah sudah pekerjaaan beliau (Ki Bagus Hadikusumo)," ungkapnya.
Terlepas siapa yang mengajukannya sebagai pahlawan nasional, Afnan mengaku memiliki cerita unik tentang kakeknya yang meninggal pada 4 November 1954 saat berusia 64 tahun. Saat meninggal, Afnan belum lahir. Cerita-cerita itu banyak didapatkan dari ayahnya.
Menurut Senator dari Dapil DIY ini, kakeknya sepanjang hidupnya keberatan kalau difoto. Tak heran, keluarga pun tidak memiliki banyak foto Ki Bagus. Alasannya sederhana, karena Ki Bagus Hadikusumo merupakan sosok yang tidak mau dikultuskan.
"Sangat jarang difoto.Kita pun hanya memiliki beberapa foto saja. Karena beliau tidak mau dikultuskan," paparnya.
Bahkan, kata Afnan, makam Ki Bagus Hadikusumo yang berada di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Kuncen, Kecamatan Wirobrajan, Kota Yogyakarta pun tidak ada tandanya. Tidak ada patok nama apalagi batu nisan. "Saat itu tengernya (tandanya) hanya sebongkah batu," ungkapnya.
Saat Afnan masih kecil pernah diajak oleh ayahnya di TPU Kuncen. Saat itu, penanda berupa bongkahan batu masih ada. Namun sejak kuliah, saat ke TPU lagi, batu penanda itu sudah tidak ada.
"Jangankan batu, tulangnya (jazad) mungkin sudah tidak ada, karena sudah dipakai makam orang lain," akunya.
Afnan maupun pihak keluarga sama sekali tidak mempersoalkan makam sang kakek. Dalam tradisi Muhammadiyah, orang yang sudah meninggal sudah putus hubungan dengan keduniawian. "Yang ada berupa doa-doa dari anak soleh," ujar Afnan.
Afnan juga menceritakan sosok kakeknya semasa hidupnya mengedepankan prinsip zuhud atau menghindari keduniawian. Apa pun yang dilakukan dilandasi dengan keikhlasan. Ki Bagus Hadiwinoto salah satu perumus dalam BPUPKI.
"Setiap rapat BPUPKI di Jakarta, pakai biaya sendiri. Bekal yang dibawa hanya batik, yang dijualnya di jalan untuk biaya," kata dia.
Ki Bagus Hadikusumo juga merupakan sosok pemberani. Saat melawan penjajahan, Ki Bagus ikut berperan mendirikan Angkatan Perang Sabil yang bermarkas di Pekapalan Alun-alun Utara. Personel yang direkrut adalah pemuda sekitar Kota Yogyakarta. "Anggotanya sekitar 400 orang, itu di luar TNI," ungkapnya.
Sebagai angkatan perang, Angkatan Perang Sabil juga berperang melawan penjajahan Belanda.
"Bahkan, salah satu anak kandung Ki Bagus Hadikusumo, bernama Zuhri ikut tertembak saat terjadi baku tembak dengan Belanda. Zuhri akhirnya meninggal di Sonosewu setelah ditembak Belanda," jelasnya.
Afnan mengungkapkan, pemberian gelar pahlawan untuk kakeknya ini merupakan yang keempat.
Penghargaan pertama yang diperolehnya berasal dari Kaisar Jepang Teno Haikka, penghargaan kedua dari Presiden Soekarno sebagai sosok perintis kemerdekaan.
Penghargaan ketiga dari Presiden Soeharto berupa Bintang Maha Putra karena dianggap berjasa untuk bangsa dan negara. Penghargaan keempat dari Presiden Joko Widodo sebagai Pahlawan Nasional.
Menurut Afnan, setelah mendapat gelar pahlawan nasional, ada hak yang diterima ahli waris. Hak itu berupa pemberian Rp50 juta per tahun dari pemerintah.
"Itu hak beliau (Ki Bagus Hadikusumo). Kalau saya pribadi inginnya untuk kegiatan sosial. Saya belum rapat dengan keluarga soal itu," timpalnya.
Sementara itu, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin menyambut gembira atas penganugerahan Pahlawan Nasional kepada Ki Bagus Hadikusumo. Warga Muhammadiyah ikut merasakan kebahagian atas penghargaan tersebut.
Din mengakui, PP Muhammadiyah sejak dua tahun lalu mengusulkan tiga tokok untuk mendapat gelar Pahlawan Nasional. Ketiga tokoh tersebut yakni Ki Bagus Hadikusumo, Kahar Mudzakir dan Kasman Singodimejo.
Ki Bagus Hadikusumo merupakan mantan Ketua PP Muhammadiyah periode 1942-1945. Pemberian gelar pahlawan ini karena pria kelahiran Yogyakarta 24 November 1890 ini dianggap sudah berjasa bagi bangsa dan negara.
Salah satu cucu Ki Bagus, Afnan Hadikusumo mengatakan, penghargaan yang diberikan kepada kakenya merupakan bentuk penghargaan atas perjuangannya selama ini.
"Tapi yang mengajukan menjadi pahlawan sebenarnya bukan ahli waris atau keluarga," katanya, Sabtu (7/11/2015).
Anggota DPD RI ini mengungkapkan, pihak yang mengajukan Ki Bagus Hadikusumo menjadi pahlawan tidak lain adalah PP Muhammadiyah.
"Kita (keluarga) tidak pernah mengajukannya karena membela negara, mengadvokasi masyarakat adalah sudah pekerjaaan beliau (Ki Bagus Hadikusumo)," ungkapnya.
Terlepas siapa yang mengajukannya sebagai pahlawan nasional, Afnan mengaku memiliki cerita unik tentang kakeknya yang meninggal pada 4 November 1954 saat berusia 64 tahun. Saat meninggal, Afnan belum lahir. Cerita-cerita itu banyak didapatkan dari ayahnya.
Menurut Senator dari Dapil DIY ini, kakeknya sepanjang hidupnya keberatan kalau difoto. Tak heran, keluarga pun tidak memiliki banyak foto Ki Bagus. Alasannya sederhana, karena Ki Bagus Hadikusumo merupakan sosok yang tidak mau dikultuskan.
"Sangat jarang difoto.Kita pun hanya memiliki beberapa foto saja. Karena beliau tidak mau dikultuskan," paparnya.
Bahkan, kata Afnan, makam Ki Bagus Hadikusumo yang berada di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Kuncen, Kecamatan Wirobrajan, Kota Yogyakarta pun tidak ada tandanya. Tidak ada patok nama apalagi batu nisan. "Saat itu tengernya (tandanya) hanya sebongkah batu," ungkapnya.
Saat Afnan masih kecil pernah diajak oleh ayahnya di TPU Kuncen. Saat itu, penanda berupa bongkahan batu masih ada. Namun sejak kuliah, saat ke TPU lagi, batu penanda itu sudah tidak ada.
"Jangankan batu, tulangnya (jazad) mungkin sudah tidak ada, karena sudah dipakai makam orang lain," akunya.
Afnan maupun pihak keluarga sama sekali tidak mempersoalkan makam sang kakek. Dalam tradisi Muhammadiyah, orang yang sudah meninggal sudah putus hubungan dengan keduniawian. "Yang ada berupa doa-doa dari anak soleh," ujar Afnan.
Afnan juga menceritakan sosok kakeknya semasa hidupnya mengedepankan prinsip zuhud atau menghindari keduniawian. Apa pun yang dilakukan dilandasi dengan keikhlasan. Ki Bagus Hadiwinoto salah satu perumus dalam BPUPKI.
"Setiap rapat BPUPKI di Jakarta, pakai biaya sendiri. Bekal yang dibawa hanya batik, yang dijualnya di jalan untuk biaya," kata dia.
Ki Bagus Hadikusumo juga merupakan sosok pemberani. Saat melawan penjajahan, Ki Bagus ikut berperan mendirikan Angkatan Perang Sabil yang bermarkas di Pekapalan Alun-alun Utara. Personel yang direkrut adalah pemuda sekitar Kota Yogyakarta. "Anggotanya sekitar 400 orang, itu di luar TNI," ungkapnya.
Sebagai angkatan perang, Angkatan Perang Sabil juga berperang melawan penjajahan Belanda.
"Bahkan, salah satu anak kandung Ki Bagus Hadikusumo, bernama Zuhri ikut tertembak saat terjadi baku tembak dengan Belanda. Zuhri akhirnya meninggal di Sonosewu setelah ditembak Belanda," jelasnya.
Afnan mengungkapkan, pemberian gelar pahlawan untuk kakeknya ini merupakan yang keempat.
Penghargaan pertama yang diperolehnya berasal dari Kaisar Jepang Teno Haikka, penghargaan kedua dari Presiden Soekarno sebagai sosok perintis kemerdekaan.
Penghargaan ketiga dari Presiden Soeharto berupa Bintang Maha Putra karena dianggap berjasa untuk bangsa dan negara. Penghargaan keempat dari Presiden Joko Widodo sebagai Pahlawan Nasional.
Menurut Afnan, setelah mendapat gelar pahlawan nasional, ada hak yang diterima ahli waris. Hak itu berupa pemberian Rp50 juta per tahun dari pemerintah.
"Itu hak beliau (Ki Bagus Hadikusumo). Kalau saya pribadi inginnya untuk kegiatan sosial. Saya belum rapat dengan keluarga soal itu," timpalnya.
Sementara itu, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin menyambut gembira atas penganugerahan Pahlawan Nasional kepada Ki Bagus Hadikusumo. Warga Muhammadiyah ikut merasakan kebahagian atas penghargaan tersebut.
Din mengakui, PP Muhammadiyah sejak dua tahun lalu mengusulkan tiga tokok untuk mendapat gelar Pahlawan Nasional. Ketiga tokoh tersebut yakni Ki Bagus Hadikusumo, Kahar Mudzakir dan Kasman Singodimejo.
(sms)