Tolak Pasien Kritis hingga Meninggal, Puskesmas Bisa Dipidanakan
A
A
A
BANTUL - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) akhirnya turun tangan melakukan investigasi terkait dengan dugaan penolakan pasien kritis hingga meninggal dunia yang dilakukan Puskesmas II Banguntapan.
Hari ini, mereka mendatangi berbagai pihak yang diperkirakan mengetahui persoalan yang melanda puskesmas yang berada di Dukuh Tamanan, Desa Tamanan, Kecamatan Banguntapan.
Assisten ORI DIY Jaka Susila Wahyuana mengungkapkan, pihaknya menindaklanjuti peristiwa warga yang mengamuk di Puskesmas II Banguntapan akibat layanan yang buruk.
Atas inisiatif ORI, maka pihaknya melakukan investigasi dengan mendatangi puskesmas, kepala desa, dan warga dusun yang diperkirakan pernah menjadi korban buruknya layanan tersebut.
“Kami ingin mendapatkan keterangan kondisi sebenarnya seperti apa,” tutur Jaka, kepada wartawan, Selasa (20/10/2015).
Ombudsman akan melakukan evaluasi terkait dengan regulasi tentang fasilitas pelayanan, Unit Gawat Darurat (UGD), dan mekanisme penggunaan mobil ambulans yang banyak dikeluhkan oleh warga.
Dan ternyata, untuk penggunaan ambulans memang sudah ada peraturan daerah terkait dengan retribusi jasa umum dan sudah diatur juga dalam peraturan gubernur (Pergub).
Menurut Jaka, penggunaan dan pelayanan kesehatan sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 36/2009 terutama Pasal 32. Dalam undang-undang tersebut, dalam keadaan darurat setiap penyelenggara layanan kesehatan tidak boleh menolak pasien.
Oleh karena itu, pihaknya akan menyelidiki apakah aturan perda penggunaan ambulans serta pergub yang mengaturnya tersebut tumpang tindih atau tidak.
“Kami akan menyelidiki apakah perda tersebut sebagai petunjuk teknis pelaksanaan atau justru tumpang tindih dengan peraturan di atasnya,” ungkapnya.
Sebenarnya, pihak keluarga pasien bisa menuntut puskesmas ke meja hijau jika memang dilayani tidak sesuai prosedur. Karena jika terbukti, penyelenggara layanan kesehatan tersebut bisa dipidana kurungan 2 tahun atau denda Rp200 juta.
Dalam investigasi ini, pihaknya hanya mengkaji apakah aturan yang ditetapkan sudah dilaksanakan ataupun tidak. Pihaknya tidak bisa memberikan rekomendasi atau menuntut penyelenggara kesehatan, yaitu puskesmas ke meja hijau.
"Sebab, hal tersebut menjadi ranah keluarga pasien yang merasa dirugikan. Kalau kami sebatas mengkaji regulasi saja, apakah sudah dilakukan atau belum,” paparnya.
Jika ternyata nanti ada yang salah dalam prosedur regulasi yang dilakukan, maka pihaknya bisa mereview kembali peraturan yang berlaku tersebut. Review tersebut nanti bisa ditindaklanjuti oleh stakeholder yang ada di atasnya.
Sementara itu, Ketua Karangtaruna Desa Tamanan Ibnu Santosa mengatakan, untuk menuntut ke ranah pidana, pihaknya memang belum berpikir sampai ke arah tersebut. Hanya saja, pihaknya tetap pada tuntutan semula.
“Kami juga menuntut agar Kepala Puskesmas bapak Sugondo untuk dipindah,” tandasnya.
Terpisah, Kepala Dinkes Bantul Maya Sintowatiaji mengatakan, pihaknya bersama dengan pihak Puskesmas II Banguntapan sudah dipanggil Bupati.
Dia berjanji akan melakukan perbaikan layanan di puskesmas tersebut. Pihaknya tidak akan mencari kesalahan anak buahnya, tetapi lebih memperbaiki sistem layanan di puskesmas itu.
Hari ini, mereka mendatangi berbagai pihak yang diperkirakan mengetahui persoalan yang melanda puskesmas yang berada di Dukuh Tamanan, Desa Tamanan, Kecamatan Banguntapan.
Assisten ORI DIY Jaka Susila Wahyuana mengungkapkan, pihaknya menindaklanjuti peristiwa warga yang mengamuk di Puskesmas II Banguntapan akibat layanan yang buruk.
Atas inisiatif ORI, maka pihaknya melakukan investigasi dengan mendatangi puskesmas, kepala desa, dan warga dusun yang diperkirakan pernah menjadi korban buruknya layanan tersebut.
“Kami ingin mendapatkan keterangan kondisi sebenarnya seperti apa,” tutur Jaka, kepada wartawan, Selasa (20/10/2015).
Ombudsman akan melakukan evaluasi terkait dengan regulasi tentang fasilitas pelayanan, Unit Gawat Darurat (UGD), dan mekanisme penggunaan mobil ambulans yang banyak dikeluhkan oleh warga.
Dan ternyata, untuk penggunaan ambulans memang sudah ada peraturan daerah terkait dengan retribusi jasa umum dan sudah diatur juga dalam peraturan gubernur (Pergub).
Menurut Jaka, penggunaan dan pelayanan kesehatan sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 36/2009 terutama Pasal 32. Dalam undang-undang tersebut, dalam keadaan darurat setiap penyelenggara layanan kesehatan tidak boleh menolak pasien.
Oleh karena itu, pihaknya akan menyelidiki apakah aturan perda penggunaan ambulans serta pergub yang mengaturnya tersebut tumpang tindih atau tidak.
“Kami akan menyelidiki apakah perda tersebut sebagai petunjuk teknis pelaksanaan atau justru tumpang tindih dengan peraturan di atasnya,” ungkapnya.
Sebenarnya, pihak keluarga pasien bisa menuntut puskesmas ke meja hijau jika memang dilayani tidak sesuai prosedur. Karena jika terbukti, penyelenggara layanan kesehatan tersebut bisa dipidana kurungan 2 tahun atau denda Rp200 juta.
Dalam investigasi ini, pihaknya hanya mengkaji apakah aturan yang ditetapkan sudah dilaksanakan ataupun tidak. Pihaknya tidak bisa memberikan rekomendasi atau menuntut penyelenggara kesehatan, yaitu puskesmas ke meja hijau.
"Sebab, hal tersebut menjadi ranah keluarga pasien yang merasa dirugikan. Kalau kami sebatas mengkaji regulasi saja, apakah sudah dilakukan atau belum,” paparnya.
Jika ternyata nanti ada yang salah dalam prosedur regulasi yang dilakukan, maka pihaknya bisa mereview kembali peraturan yang berlaku tersebut. Review tersebut nanti bisa ditindaklanjuti oleh stakeholder yang ada di atasnya.
Sementara itu, Ketua Karangtaruna Desa Tamanan Ibnu Santosa mengatakan, untuk menuntut ke ranah pidana, pihaknya memang belum berpikir sampai ke arah tersebut. Hanya saja, pihaknya tetap pada tuntutan semula.
“Kami juga menuntut agar Kepala Puskesmas bapak Sugondo untuk dipindah,” tandasnya.
Terpisah, Kepala Dinkes Bantul Maya Sintowatiaji mengatakan, pihaknya bersama dengan pihak Puskesmas II Banguntapan sudah dipanggil Bupati.
Dia berjanji akan melakukan perbaikan layanan di puskesmas tersebut. Pihaknya tidak akan mencari kesalahan anak buahnya, tetapi lebih memperbaiki sistem layanan di puskesmas itu.
(san)