Nilai Piutang Kejari Cirebon Capai Rp31,8 M
A
A
A
CIREBON - Nilai piutang Kejaksaan Negeri (Kejari) Cirebon yang berasal dari uang pengganti dan denda tilang maupun non-tilang mencapai Rp31,8 miliar. Namun, hingga kini piutang tersebut tak bisa dieksekusi.
Dari jumlah tersebut, nilai terbesar piutang berasal dari denda yang harus dibayarkan terpidana perkara penyalahgunaan narkotika sebesar Rp26,8 miliar. Nilai terbesar kedua Rp5 miliar merupakan uang pengganti terpidana perkara korupsi.
Sisanya denda tilang sebesar Rp48 juta. Uang pengganti merupakan hasil korupsi yang harus dibayarkan terpidana dalam suatu perkara korupsi. Biasanya, uang pengganti dibayarkan terpidana ketika putusannya telah berkekuatan hukum tetap.
Kepala Seksi Pidana Umum Kejari Cirebon Pitoyo membeberkan, nilai denda sebesar itu berasal dari 21 perkara sisa tahun lalu, selama kurun waktu Januari-September 2015.
Denda yang harus dibayarkan belum dapat dieksekusi mengingat terpidana masih menjalani pidana pokoknya. "Kalau sudah selesai menjalani masa hukuman pidana pokok, baru diberi pilihan membayar atau hukuman tambahan," terangnya.
Menurutnya, uang denda dalam perkara pidana narkotika terhitung besar karena denda minimal yang ditetapkan Rp800 juta. Sementara denda tilang yang belum terbayarkan mencapai Rp48 juta.
Dia mengakui, denda tilang termasuk sulit ditagihkan sebab tak sedikit alamat yang tak jelas. Jika pun ada alamat yang jelas, orang bersangkutan tinggal di luar kota.
Senada dengan Pitoyo, Kepala Seksi Pidanan Khusus Kejari Cirebon Nusirwan mengungkapkan, ada sekitar Rp5 miliar uang pengganti dari 33 perkara yang juga belum bisa dieksekusi.
Baik Pitoyo maupun Nusirwan pun pesimis piutang sebesar itu bisa dieksekusi. Menurut mereka, rata-rata terpidana lebih memilih 'pasang badan' daripada membayar denda atau uang pengganti.
"Biasanya, terpidana lebih memilih pasang badan ketimbang bayar denda atau uang pengganti," cetusnya.
Khusus untuk perkara korupsi, lanjutnya, nilai uang pengembalian uang Negara selama kurun waktu sembilan bulan ini mencapai Rp150 juta.
Dari jumlah tersebut, nilai terbesar piutang berasal dari denda yang harus dibayarkan terpidana perkara penyalahgunaan narkotika sebesar Rp26,8 miliar. Nilai terbesar kedua Rp5 miliar merupakan uang pengganti terpidana perkara korupsi.
Sisanya denda tilang sebesar Rp48 juta. Uang pengganti merupakan hasil korupsi yang harus dibayarkan terpidana dalam suatu perkara korupsi. Biasanya, uang pengganti dibayarkan terpidana ketika putusannya telah berkekuatan hukum tetap.
Kepala Seksi Pidana Umum Kejari Cirebon Pitoyo membeberkan, nilai denda sebesar itu berasal dari 21 perkara sisa tahun lalu, selama kurun waktu Januari-September 2015.
Denda yang harus dibayarkan belum dapat dieksekusi mengingat terpidana masih menjalani pidana pokoknya. "Kalau sudah selesai menjalani masa hukuman pidana pokok, baru diberi pilihan membayar atau hukuman tambahan," terangnya.
Menurutnya, uang denda dalam perkara pidana narkotika terhitung besar karena denda minimal yang ditetapkan Rp800 juta. Sementara denda tilang yang belum terbayarkan mencapai Rp48 juta.
Dia mengakui, denda tilang termasuk sulit ditagihkan sebab tak sedikit alamat yang tak jelas. Jika pun ada alamat yang jelas, orang bersangkutan tinggal di luar kota.
Senada dengan Pitoyo, Kepala Seksi Pidanan Khusus Kejari Cirebon Nusirwan mengungkapkan, ada sekitar Rp5 miliar uang pengganti dari 33 perkara yang juga belum bisa dieksekusi.
Baik Pitoyo maupun Nusirwan pun pesimis piutang sebesar itu bisa dieksekusi. Menurut mereka, rata-rata terpidana lebih memilih 'pasang badan' daripada membayar denda atau uang pengganti.
"Biasanya, terpidana lebih memilih pasang badan ketimbang bayar denda atau uang pengganti," cetusnya.
Khusus untuk perkara korupsi, lanjutnya, nilai uang pengembalian uang Negara selama kurun waktu sembilan bulan ini mencapai Rp150 juta.
(san)