Begitu Jatuh, Lantainya Ikut Bergetar,

Minggu, 13 September 2015 - 12:40 WIB
Begitu Jatuh, Lantainya...
Begitu Jatuh, Lantainya Ikut Bergetar,
A A A
Peristiwa itu masih melekat erat dalam ingatan Halimah, 50. Peritiwa yang tentu tidak dia sangka dan harapkan. Jamaah haji asal Comal, Yosowingun, Belitang Madang Raya, Ogan Komering Ilir (OKU) Timur, Sumatera Selatan pun memilih lebih banyak menenangkan diri di dalam kamar hotel pascaperistiwa memilukan itu.

Baginya cara itu bisa untuk mengobati rasa trauma usai menyaksikan bagaimana peristiwa itu terjadi. Pun untuk pergi keluar hotel, Halimah tidak berani sendiri. Pada Jumat (11/9) itu, jam menunjukkan pukul 15.30 waktu Mekkah. Bersama suaminya, Dumami,56, dia beranjak dari hotel tempat mereka menginap menuju Masjidiharam. Hanya beberapa menit mereka sudah tiba di Masjidil haram dan langsung masuk melalui pintu Babussalam, menuju lantai dasar di dekat tempat wudhu.

Lokasinya berada di dekat tawaf. Baik Halimah dan Dumami pun mencari tempat untuk mengaji. Bagi mereka semain terus melafal kan ayat suci Alquran di Masjidilharam semakin membuat prosesi ibadah hajinya mabrur. Sambil memegang tasbih, Halimah terus mengaji. Tengah khusuk mengaji, dia dikagetkan dengan suara keras. “Bruaak, lalu disusul badai dan petir,” ungkap Halimah.

Belum selesai rasa kaget akibat suara keras tersebut, Halimah semakin terkejut karena lampu yang menerangi dia dan jamaah lainnya saat mengaji mati. Suara dentuman dan suasana gelap membuat Halimah menghentikan mengaji dan memilih beranjak pergi secepatnya. “Saya gandeng dua ibu lansia lainnya untuk keluar.

Namun tidak boleh oleh penjaganya,”katanya. Rasa panik dan bertanyatanya tentang apa yang terjadi terus menggelayuti Halimah. Dia terus mencari jalan keluar. Suara pekik Allahuakbar terus berkumandang, entah berapa banyak jamaah yang mengumandangkan. Sambil terus berjalan mencari jalan keluar dia sempat menoleh ke kanan dan ke kiri untuk mencari tahu apa yang terjadi.

Ketika menoleh ke kiri, Halimah kembali kaget karena melihat beberapa jamaah berdarah-darah. Jaraknya sekitar 30 meter dari tempat dia mengaji. “Untung besi yang jatuh menyapu ke arah kanan, kalau ke arah kiri nggak tahu nasib saya,” ujarnya menerawang. Halimah baru sadar, ternyata ada besi berukuran besar yang terjatuh menimpa beberapa jamaah.

Masih dipenuhi rasa kalut, dia melihat bagian besi crane yang terjatuh. Crane jumbo itu tingginya sekitar 50 meter. Dumami pun masih merasakan trauma. Saat peristiwa itu terjadi, posisi dia saat mengaji cukup dekat dengan crane yang jatuh. “Posisi saya sedang ngaji sambil bersandar di belakang tawaf,” katanya.

Dumami masih ingat, saat itu dia baru membuka lembaran kelima ketika mengaji. Dia heran, dengan debu yang terus menempel. Dia usap debu yang ada tapi beberap detik kemudian ada lagi. Ketika dibingungkan dengan debu tiba-tiba lampu mati dan membuat areal tawaf gelap gulita. Hati Dumami pun bertanya-tanya apalagi diikuti hujan yang turun diiringi petir.

Tiba-tiba dia dikagetkan dengan suara keras di lantai. “Brakkk... begitu jatuh lantainya ikut bergetar. Semua orang yang ada disitu berhamburan,” katanya. Melihat peristiwa itu, Dumami secara reflek berlari mundur sekitar lima meter. Hatinya semakin kaget ketika melihat beberapa jamaah sudah meninggal karena peristiwa tersebut.

“Saya melihat ada yang sudah meninggal, yakni asal Tuzbekistan dan Bangladesh yang bersimbah darah,” ungkapnya. Saat peristiwa itu, tawaf mengelilingi Kabah sempat berhenti selama sekitar 5 menit. Namun setelah itu dilanjutkan kembali. Dumami mengaku terkejut melihat benda seperti kotak besi persegi panjang berukuran pan - jang 3 meter kali 2,5 meter.

Benda di ujung crane itu jatuh ke lantai dan bergerak menyapu jamaah dan berhentinya di bawah jembatan untuk menuju tempat tawaf di lantai 1. Sebagian besi ada yang patah dan diduga menimpa jamaah. “Pagar pembatas yang berwarna hijau itu digulingkan dan dipakai buat menaruh jamaah yang me ninggal.

Sebab, ambulans belum datang. Pembersihan lokasi di lakukan cepat sekali. Suara jeritan, tangisan, takbir dan istigfar bergema. Seperti kiamat,” terangnya. Kemarin suasana Masjidilharam kembali normal dan seolah tidak terpengaruh oleh peristiwa tragis tersebut.

Sejak sampai waktu Salat Dhuhur jamaah yang datang semakin banyak. Bahkan halaman samping daerah pintu masuk Masjidilharam Marwah, tidak jauh dari tempat crane jatuh dipadati jamaah dari berbagai negara yang hendak menunaikan Salat Dhuhur. Padahal kemarin siang cuaca mencapai 40-43 derajat Celcius.

Sejumlah jamaah mengaku tidak takut dan khawatir peristiwa serupa akan berulang. “Saya ‘ga’ khawatir, karena hal-hal seperti itu takdir dari Allah,” kata Affandi, salah seorang jamaah calon haji Indonesia dari Riau seperti dilansir Antara. Dia bahkan mengaku ketika musibah itu terjadi, sedang berada di Masjidil Haram.

Diakuinya, hujan lebat dan angin kencang membuat jamaah masuk ke masjid tersebut. Affandi bersyukur tidak ikut menjadi korban pada peristiwa tersebut. Kendati tidak takut peristiwa itu terulang, ia mengakui tetap waspada, bahkan bertanya apakah ada imbauan dari pemerintah Indonesia terkait peristiwa di Masjidil Haram itu. “Misalnya apakah boleh tetap shalat dekat Kabah,” katanya.

Kepala Daerah Kerja (Daker) Mekkah pada Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) 1436H/2015M, Arsyad Hidayat mengimbau agar jamaah tetap berhati-hati dalam menunaikan ibadah di Tanah Suci. Dia juga mengimbau agar ketika keluar dari pemondokan membawa dan menggunakan masker mengingat tebaran debu di Arab Saudi.

“Kami juga harap peristiwa kemarin tidak membuat jamaah haji ketakutan. Tetaplah umrah (qudum buat yang baru datang ke Mekkah) dan ibadah lainnya,” ujar Arsyad. Dia juga mengatakan beberapa jam usai peristiwa itu atau saat Isya, Masjidil Haram kembali digunakan untuk salat berjamaah dan kemarin pagi jamaah yang thawaf telah kembali normal.

SUNU HASTORO F
Mekkah
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0663 seconds (0.1#10.140)