Romi - Masyito Dak Boleh Nyoblos

Sabtu, 20 Juni 2015 - 11:21 WIB
Romi - Masyito Dak Boleh...
Romi - Masyito Dak Boleh Nyoblos
A A A
JAKARTA - Wali Kota Palembang nonaktif Romi Herton dan istrinya Masyito tidak dapat mencoblos dan mencalonkan diri pada pilkada dan pemilu hingga lima tahun mendatang.

Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta mencabut hak politik pasangan suami – istri ini. Dalam putusan yang dibacakan Kamis (18/6) majelis banding juga menambah hukuman sejoli tersebut selama masing-masing satu tahun.

“Masing-masing dijatuhi pidana 7 tahun untuk Romi Herton dan 5 tahun untuk Masyito dan denda masing-masing sebesar Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan. Ditambah hukuman tambahan berupa pencabutan hak dipilih dan memilih selama 5 ta hun,” kata Humas PT DKI M Hatta melalui pesan singkat kepa da KORAN SINDO tadi malam.

Dia melanjutkan, putusan ini di ambil dalam musyarawah hakim banding dengan ketua majelis Elang Prakoso Wibowo pada 18 Juni 2015. Hatta menggariskan, hukuman pidana penjara kepada keduanya lebih berat satu tahun dari putusan yang dijatuhkan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. “Pada tingkat pertama juga tidak ada hukuman tambahan pencabutan hak dipilih dan memilih,” ujarnya.

Plt Wakil Ketua KPK Johan Bu di Sapto Pribowo menyatakan, pihaknya menghormati putusan ban ding itu. KPK masih menunggu salinan putusan tersebut untuk dipelajari. Karena itu, KPK belum bisa mengambil keputusan apakah akan kasasi bila melihat hukuman penjara masih jauh dari tuntutan JPU, yakni 9 tahun untuk Romi dan 6 tahun untuk Masyito serta mencabut hak politik selama 11 tahun untuk Romi.

“Kalau terdakwa kasasi, itu hak yang bersangkutan,” kata Johan. Sirra Prayuna selaku kuasa hukum Romi dan Masyito belum memberikan komentar banyak atas putusan banding kliennya. Pihaknya juga belum bersikap apakah akan mengajukan kasasi atau tidak. “Belum bisa tanggapi, karena belum dapat salinan putusan,” kata Sirra.

Diketahui, majelis Pengadilan Tipikor Jakarta dengan komposisi ketua sekaligus anggota Muh Muchlis dan anggota majelis Supriyono, Alexander Marwata, Sofialdi, dan Saiful Arif menyatakan, Romi Herton dan Masyito terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan tindak pidana korupsi dalam dua delik sesuai dua dakwaan yang dituangkan jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Atas perbuatan itu, Romi Herton dijatuhi pidana penjara selama 6 tahun dan Masyito selama 4 tahun. Masing-masing terdakwa juga dipidana dengan denda Rp200 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar setelah putusan ini satu bulan berkekuatan hukum tetap, maka diganti pidana kurungan dua bulan.

Dua delik yang dilakukan Romi dan Masyito yakni pertama, secara bersama-sama dan berlanjut memberikan suap Rp11,395 miliar dan USD316.700 kepada mantan Ketua MK M Akil Mochtar melalui orang dekat Akil yang juga pemilik PT Promic Internasional Muhtar Ependy. Kedua, secara sendiri-sendiri Romi dan Masyito selaku saksi pada sidang Akil dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar atau keterangan palsu.

Dalam pemberian keterangan palsu ini majelis tidak sependapat dengan dakwaan dan tuntutan JPU bahwa kedua terdakwa melakukannya secara bersama- sama. Majelis tidak sependapat dengan tuntutan JPU soal pidana penjara 9 tahun untuk Romi dan 6 tahun untuk Masyito. “Terdakwa 1 (Ro mi) dan terdakwa 2 (Masyito) di sumpah secara sendiri-sendiri dan bertanggung jawab atas kesaksian mereka masing-masing,” ungkap Alexander Marwata.

Atas perbuatan suap, Romi dan Masyito terbukti melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31/1999 seba gaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-(1) KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana, sebagaimana dalam dakwaan kesatu pertama.

Sedangkan pada delik keterangan palsu, pasangan suami istri itu terbukti menurut hukum bersalah melanggar Pasal 22 jo Pasal 35 UU Pemberantasan Tipikor. “Sebagaimana dalam dakwaan kedua pertama,” ujar hakim Muhlis. Tapi majelis tidak sependapat dengan tuntutan pencabutan hak politik selama 11 tahun terhadap Romi seperti disampaikan JPU. Ada dua alasan yang dikemukakan.

Pertama, tuntutan tersebut tidak jelas maksud hak memilih dan dipilih yang mana dan dalam kaitan apa. Kedua, hak memilih dan dipilih adalah hak yang melekat pada warga negara. Karena itu, tuntutan tersebut tidak bisa dipenuhi.

Sabir laluhu
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0950 seconds (0.1#10.140)