Iman Yassin Khatib, Muslimah Pertama Jadi Anggota Parlemen Israel

Selasa, 10 Maret 2020 - 17:09 WIB
Iman Yassin Khatib, Muslimah Pertama Jadi Anggota Parlemen Israel
Iman Yassin Khatib, 55, muslimah berjilbab pertama yang terpilih sebagai anggota Parlemen Israel. Foto/REUTERS/Ammar Awad
A A A
TEL AVIV - Iman Yassin Khatib (55) menjadi muslimah berjilbab pertama yang terpilih menjadi anggota Parlemen atau Knesset dalam pemilu Israel, 2 Maret lalu.

Dia tetap percaya diri dengan jilbabnya, meski diakuinya busana tersebut terkadang membangkitkan sentimen anti-Islam di Israel.

Khatib melenggang ke Parlemen setelah partai-partai Arab meraih suara besar dalam pemilu. Dia jadi bagian dari koalisi Joint List yang meraih 15 kursi. Khatib akan menjadi bagian dari 120 anggota Knesset.

Koalisi Joint List mendulang suara dari 21 persen minoritas Arab Israel, yang merupakan warga Palestina berdasarkan keturunan tetapi tercatat sebagai warga negara Israel.

Khatib yang merupakan Ibu empat anak ini menjabat sebagai manajer sebuah pusat komunitas di desa Yafat an-Nasreh di Galilea, pinggiran Nazareth, kota tempat Yesus dibesarkan. Dari komunitas itulah dia kemudian terjun ke politik nasional.

“Tidak mungkin (jilbab) tidak akan menarik perhatian orang. Tetapi yang lebih penting adalah apa yang ada di dalam; kemampuan dan potensi untuk memajukan komunitas kami," kata Khatib ketika dia menerima ucapan selamat dan berpose untuk selfie di sebuah jalan di Nazareth.

Khatib mengatakan dia merasa jilbabnya terkadang membangkitkan sentimen anti-Islam di Israel, yang sembilan juta penduduknya sebagian besar adalah orang Yahudi.

"Setiap tantangan yang saya hadapi dalam hidup saya menjadi lebih sulit karena saya mengenakan jilbab," katanya. Tapi dia mendesak orang untuk "melihat di balik tabir".

Minoritas Arab Israel sebagian besar adalah keturunan Palestina yang tinggal di bawah pemerintahan Ottoman dan kemudian kolonial Inggris sebelum tinggal di Israel setelah negara itu didirikan pada 1948.

Kelompok minoritas itu didominasi Muslim, tetapi juga ada juga yang dari komunitas Kristen dan Druze. (Baca: Mengenal Sabrina Saadi, Polwan Muslim Berjilbab Pertama Israel)

Banyak orang Arab di Israel mengeluhkan diskriminasi di berbagai bidang seperti kesehatan, pendidikan dan perumahan. Para pemimpin mereka menuduh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menghasut mereka selama pemilu baru-baru ini.

Partai Likud, partainya Netanyahu, telah menentang rencana investasi 15 miliar shekel (USD4,34 miliar) untuk sektor Arab. Itu sedianya menjadi investasi terbesar yang pernah dilakukan oleh pemerintah Israel.

Tingkat partisipasi pemilih Arab melonjak menjadi 64,7 persen dalam pemilu kemarin, angka tertinggi dalam 20 tahun. Suara mereka memberi koalisi Joint List dua kursi lebih banyak di Knesset daripada dalam pemilu September 2019 lalu.

Joint List menjadi koalisi partai terbesar ketiga di Knesset setelah Partai Likud dan Partai Blue and White (Partai Biru dan Putih). Tetapi pengaruh koalisi Joint List kemungkinan akan terbatas karena tidak ada partai Arab yang pernah bergabung dengan pemerintah Israel.

Analis mengutip kemarahan terhadap Netanyahu dan sekutunya; Presiden Amerika Serikat Donald Trump ,sebagai salah satu alasan melonjaknya pemilih Arab dalam pemilu kemarin, pemilu yang ketiga dalam setahun.

"Ada kesadaran yang tumbuh di kalangan perempuan Arab bahwa kita bisa menjadi peserta aktif di masa depan kita," kata Khatib.

“Pesan saya kepada remaja putri; ada kemungkinan. Ada jalan. Jangan batasi harapan dan impian Anda," paparnya, seperti dikutip Reuters, Selasa (10/3/2020).
(vhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.6114 seconds (0.1#10.140)