Pengelolaan Lingkungan Sumsel Perlu Peran Kemitraan

Sabtu, 21 Desember 2019 - 11:37 WIB
Pengelolaan Lingkungan Sumsel Perlu Peran Kemitraan
Kemitraan Pengelolaan Lanskap Ekoregion (Kolega) Sumatera Selatan menggelar diskusi nasional South Sumatera High Level Stakeholder Dialogue (SSHLSD). Foto SINDOnews/Dede F
A A A
PALEMBANG - Kemitraan Pengelolaan Lanskap Ekoregion (Kolega) Sumatera Selatan (Sumsel) menggelar diskusi nasional “South Sumatera High Level Stakeholder Dialogue (SSHLSD) dengan tujuan untuk melanjutkan inisiatif pengelolaan lingkungan hidup dan lanskap berkelanjutan yang sudah berjalan sejak tahun 2015 lalu di Sumsel.

Koordinator Kolega Sumsel, Najib Asmani mengatakan, Sumsel merupakan provinsi terdepan dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan dan pengelolaan lanskap berkelanjutan sejak 2015 lalu. Masukan dari stakeholder merupakan kunci untuk terus melanjutkan pengelolaan lingkungan berkelanjutan Sumsel.

"Kemitraan adalah kata kunci dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Isu lingkungan hidup dan pengentasan kemiskinan tidak bisa dijalankan secara parsial, namun perlu sebuah keterpaduan melalui pendekatan kemitraan para pihak," ujarnya kepada SINDOnews di Hotel Aryaduta Palembang, Sabtu (21/12/2019)

Dijelaskannya, Sumsel telah menjadi teladan bagi Indnesia dalam pembangunan berkelanjutan serta kemitraan pengelolaan lanskap yang telah dibangun selama ini. Hal ini membuktikan jika upaya pelestarian alam dan pengentasan kemiskinan bisa dijalankan secara terpadu dan kolaboratif.

Pada tahun 2018, kata Najib, Kolega Sumsel telah menyelenggarakan Festival Lanskap pertama di Indonesia, mengangkat Sumsel sebagai provinsi pelopor dalam pendekatan lanskap berkelanjutan. Satu prestasi penting adalah ketika Provinsi Sumsel dipercaya sebagai tuan rumah penyelenggaraan sidang ke 30 dari “The Man and Biosphere International Coordinating Council (MAB-ICC) UNESCO" pada bulan Juli 2018.

Pada sidang tersebut, lanjutnya, Taman Nasional Berbak dan Sembilang (TNBS) ditetapkan sebagai salah satu Cagar Biosfer Dunia. Atas arahan dari Dirjen KSDAE, KELOLA Sendang memfasilitasi tindak lanjut kemitraan antara TNBS dan Pemerintah Kabupaten Banyuasin yang menghasilkan kesepakatan untuk pengembangan “ekoeduwisata” sebagai bentuk upaya pelestarian mangrove, burung migran dan keanekaragaman hayati lainnya, namun juga memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat desa di sekitar kawasan TNBS.

"Para mitra pembangunan telah diarahkan untuk mengembangkan berbagai upaya dalam pengelolaan gambut dan pencegahan kebakaran hutan dan lahan," ucapnya.

Dijelaskan Najib, mitra pembangunan bekerja keras dengan Badan Restorasi Gambut (BRG) dan TRGD Provinsi untuk terus membangun fondasi pengelolaan gambut secara terpadu dan pencegahan karhutla, diantaranya adalah pengelolaan tata air terpadu dan mendorong peran kelompok-kelompok masyarakat peduli api di desa-desa gambut.

"Tidak kalah penting adalah produksi berkelanjutan, dimana mitra pembangunan berkolaborasi dengan Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin untuk memastikan produksi sawit dan karet berkelanjutan. Ribuan petani sawit dan koperasi petani karet terus bertumbuh kapasitas dan kesadaran dalam pengelolaan sawit berkelanjutan," tambahnya.

Najib mengungkapkan, Kabupaten Musi Banyuasin mengkoordinasikan dan mendorong inisiatif untuk pengembangan Pusat Unggulan Komoditi Lestari (PUKL) dengan fokus Model Mengelola Area Sumber Komoditi Terverifikasi (MASKoT) menuju Kawasan Industri Hijau.

Dengan prestasi dan reputasi dalam pembangunan berkelanjutan serta kemitraan pengelolaan lanskap yang telah dibangun selama ini, maka Sumsel menjadi teladan bagi Indonesia. Sebuah provinsi percontohan bahwa upaya pelestarian alam dan pengentasan kemiskinan bisa dijalankan secara terpadu dan kolaboratif.

"Hal ini menjadi modal bagi Sumsel untuk menatap masa depan, untuk terus menjaga kelestarian lingkungan dan meningkatkan penghidupan masyarakat, dari Sumsel untuk Indonesia," jelasnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VII DPR-RI, Alex Noerdin mengatakan, komitmen untuk pengelolahan lingkungan Sumsel tidak bisa dilakukan sendirian namun harus melibatkan pihak lain, termasuk negara lain.

"Kita tidak bisa melakukan sendirian hanya hanya mengandalakn APBN dan APBD saja. Perlu bantuan negara lain juga. Caranya 'jual Sumsel' dan manfaatkan seminar internasional," ujar Alex.

Menurutnya, dalam proses pengelahan lingkungan di Sumsel beberapa tahun sebelumnya dilakukan dengan melibatkan lima negara. "Upaya ini dinilai berhasil mengurangi jumlah kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) pada tahun 2018 lalu," katanya.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.1494 seconds (0.1#10.140)