Ini Dia, Alat Pencetak Briket Arang Karya Dosen UKWMS

Alat pencetak briket arang dari limbah sampah organik maupun kompor briket ini dibuat dengan memanfaatkan barang-barang bekas. Foto/Ist
A
A
A
SURABAYA - Tim dosen jurusan Teknik Industri, Teknik Elektro dan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, berhasil menciptakan inovasi baru. Temuan itu berupa alat Pencetak Briket Arang atau Batubara dalam Bentuk Tablet dan Tabung dan Kompor Briket untuk Masyarakat. Inovasi tersebut tercipta dari rangkaian inovasi Teknologi Tepat Guna (TTG) dengan memanfaatkan barang-barang bekas.
Hadi Santoso, salah satu tim inovasi mengatakan, pencetak briket arang diciptakan sebagai solusi ditengah naiknya harga bahan bakar. "Tentu saya prihatin, mengingat Indonesia begitu kaya akan energi. Hanya saja belum banyak yang tahu bagaimana cara memanfaatkan ataupun mengolahnya," katanya.
Alat pencetak briket arang dari limbah sampah organik maupun kompor briket, keduanya dibuat dengan memanfaatkan barang-barang bekas seperti kompor minyak gas yang sudah tidak terpakai. Bahan pembuat arang briket sendiri bisa didapatkan dengan mengumpulkan sampah seperti dedaunan, ranting, serbuk gergaji, jerami maupun batok dan sabut kelapa yang telah kering.
Dosen Jurusan Teknik Yuliati memaparkan, cara membuat briketnya sangat mudah terutama bagi mereka yang tinggal di pedesaan, di mana secara alami masih terdapat banyak limbah sampah organik. “Sebenarnya tidak menutup kemungkinan juga bagi warga kota yang pepohonannya cukup banyak seperti Surabaya saat ini,” paparnya.
Cara pembuatan arang briket dari limbah sampah organik, proses pencetakan hingga penggunaan kompor briket inovasi sangat mudah. Pertama-tama, pilah sampah organiknya, jangan sampai tercampur dengan plastik atau barang tidak organik lainnya. Lalu sampah tersebut dikeringkan dengan cara dijemur di bawah sinar matahari.
Selanjutnya sampah dimasukkan ke dalam drum besi bekas dan dibakar dengan teknik pyrolysis yakni pembakaran dengan tingkat oksigen yang rendah hingga menjadi arang. Alasan kadar oksigen harus dijaga adalah agar sampah tidak terbakar habis hingga menjadi abu.
"Tekniknya mudah saja, saat sampah sudah mulai terbakar merata, drum ditutup dan dibiarkan beberapa saat hingga apinya padam. Hasilnya adalah arang yang terwujud dari sampah yang sudah kering tersebut," ujarnya.
Arang tersebut kemudian diremas dan diayak sehingga menghasilkan bubuk arang yang halus. Sebagai perekat, dapat menggunakan tepung tapioka yang dilarutkan dalam air dan dididihkan sehingga mengental seperti lem. Adonan hitam tersebut lantas dimasukkan ke dalam alat pencetak briket yang berbentuk tabung ataupun tablet dan diratakan bagian atasnya dengan penutup.
Lalu dengan sistem hidrolik dikempa menggunakan tangan hingga memadat. Saat penutup dibuka, arang briket yang padat tersebut tinggal didorong keluar cetakan dengan sistem hidrolik yang sama.
Selanjutnya arang briket yang masih basah itu tinggal dijemur selama empat jam di bawah terik matahari hingga kering dan kemudian sudah bisa digunakan untuk menyalakan kompor.
Hadi mengungkapkan, kelebihan dari inovasi ini adalah mudah digunakan, bahan bakunya mudah didapat dan ramah lingkungan, energinya terbarukan dan bebas perawatan. "Briket yang dibentuk juga tidak menghasilkan asap saat dibakar dan baranya sanggup bertahan hingga enam jam," kata dia.
Alat inovasi tim dosen tersebut berdimensi panjang 60 cm, lebar 60 cm dan tinggi 100 cm, dengan berat 30 kg dan berkemampuan tekan sampai dengan dua ton, sanggup menghasilkan 8 tabung briket per sekali tekan. Jika alat ini dapat dipergunakan oleh masyarakat luas, niscaya akan membantu dalam masalah krisis energi dan dapat menekan pengeluaran biaya rumah tangga.
Hadi Santoso, salah satu tim inovasi mengatakan, pencetak briket arang diciptakan sebagai solusi ditengah naiknya harga bahan bakar. "Tentu saya prihatin, mengingat Indonesia begitu kaya akan energi. Hanya saja belum banyak yang tahu bagaimana cara memanfaatkan ataupun mengolahnya," katanya.
Alat pencetak briket arang dari limbah sampah organik maupun kompor briket, keduanya dibuat dengan memanfaatkan barang-barang bekas seperti kompor minyak gas yang sudah tidak terpakai. Bahan pembuat arang briket sendiri bisa didapatkan dengan mengumpulkan sampah seperti dedaunan, ranting, serbuk gergaji, jerami maupun batok dan sabut kelapa yang telah kering.
Dosen Jurusan Teknik Yuliati memaparkan, cara membuat briketnya sangat mudah terutama bagi mereka yang tinggal di pedesaan, di mana secara alami masih terdapat banyak limbah sampah organik. “Sebenarnya tidak menutup kemungkinan juga bagi warga kota yang pepohonannya cukup banyak seperti Surabaya saat ini,” paparnya.
Cara pembuatan arang briket dari limbah sampah organik, proses pencetakan hingga penggunaan kompor briket inovasi sangat mudah. Pertama-tama, pilah sampah organiknya, jangan sampai tercampur dengan plastik atau barang tidak organik lainnya. Lalu sampah tersebut dikeringkan dengan cara dijemur di bawah sinar matahari.
Selanjutnya sampah dimasukkan ke dalam drum besi bekas dan dibakar dengan teknik pyrolysis yakni pembakaran dengan tingkat oksigen yang rendah hingga menjadi arang. Alasan kadar oksigen harus dijaga adalah agar sampah tidak terbakar habis hingga menjadi abu.
"Tekniknya mudah saja, saat sampah sudah mulai terbakar merata, drum ditutup dan dibiarkan beberapa saat hingga apinya padam. Hasilnya adalah arang yang terwujud dari sampah yang sudah kering tersebut," ujarnya.
Arang tersebut kemudian diremas dan diayak sehingga menghasilkan bubuk arang yang halus. Sebagai perekat, dapat menggunakan tepung tapioka yang dilarutkan dalam air dan dididihkan sehingga mengental seperti lem. Adonan hitam tersebut lantas dimasukkan ke dalam alat pencetak briket yang berbentuk tabung ataupun tablet dan diratakan bagian atasnya dengan penutup.
Lalu dengan sistem hidrolik dikempa menggunakan tangan hingga memadat. Saat penutup dibuka, arang briket yang padat tersebut tinggal didorong keluar cetakan dengan sistem hidrolik yang sama.
Selanjutnya arang briket yang masih basah itu tinggal dijemur selama empat jam di bawah terik matahari hingga kering dan kemudian sudah bisa digunakan untuk menyalakan kompor.
Hadi mengungkapkan, kelebihan dari inovasi ini adalah mudah digunakan, bahan bakunya mudah didapat dan ramah lingkungan, energinya terbarukan dan bebas perawatan. "Briket yang dibentuk juga tidak menghasilkan asap saat dibakar dan baranya sanggup bertahan hingga enam jam," kata dia.
Alat inovasi tim dosen tersebut berdimensi panjang 60 cm, lebar 60 cm dan tinggi 100 cm, dengan berat 30 kg dan berkemampuan tekan sampai dengan dua ton, sanggup menghasilkan 8 tabung briket per sekali tekan. Jika alat ini dapat dipergunakan oleh masyarakat luas, niscaya akan membantu dalam masalah krisis energi dan dapat menekan pengeluaran biaya rumah tangga.
(msd)