Dongkrak Wisata, Landasan Bandara Bawean Butuh Diperpanjang

Kamis, 31 Oktober 2019 - 19:07 WIB
Dongkrak Wisata, Landasan Bandara Bawean Butuh Diperpanjang
Landasan Bandara Harun Thohir Bawean, butuh diperpanjang untuk meningkatkan jumlah penerbangan. Foto/SINDOnews/Abdul Rochim
A A A
GRESIK - Pulau Bawean di Kabupaten Gresik, Jawa Timur, memiliki potensi wisata maritim yang menjanjikan. Sayangnya, pengembangan pariwisata dinilai belum optimal.

(Baca juga: Risma: Permakanan Lansia dan Disabilitas Tetap Dilanjutkan )

Salah satunya karena masih minimnya sarana dan prasrana penunjang. Termasuk masih terbatasnya akses transportasi udara yang saat ini hanya dilayani pesawat kecil Susi Air. Itupun tidak setiap hari ada penerbangan ke Bawean.

Wakil Ketua MPR yang merupakan putra daerah Bawean, Jazilul Fawaid mengatakan, landasan pacu (runway) Bandara Harun Thohir Bawean saat ini hanya 937 meter sedangkan yang dibutuhkan untuk pesawat jenis ATR 72 setidaknya antara 1.800 meter atau 1.400 meter.

"Sekarang yang ada baru 937 meter. Di lahan itu ada tersisa sekitar 300 meter. Kalau itu dipres (maksimal) 1.600 meter. Tetapi karena dilihat di situ (Usman Harun) sudah menabrak (rumah) penduduk. Sebelah timurnya lagi, sudah pantai lagi. Barat pantai, timur pantai, jadi perpanjangan menjadi sulit kecuali harus mereklamasi," tutur Jazil di sela kunjungannya ke Bawean, Rabu (30/10/2019).

Dikatakan Jazil, Pulau Bawean memiliki potensi wisata yang cukup potensial untuk dikembangkan. Karena selain wisata pantai, juga ada wisata alam pegunungan dan juga religi. "Di sebelah sana (menunjuk ke arah pegunungan Ponggo), ada namanya Waliya Zainab, ada napak tilasnya, ada tempat peninggalan, ada masjidnya," tuturnya.

Selain itu, ada Danau Kastoba, wisata air panas di Kepu, terus (Pantai) Mombhul, penangkaran rusa asli Bawean. Juga ada wisata laut Pulau Gili, di sebelah barat Pulau Gili, ada mangrove dan pasir putih, Noko, sementara di sebelah barat pulau ada Tanjung Selayar.

Tidak hanya itu, Bawean juga memiliki potensi wisata kuliner hasil laut karena potensi ikan yang cukup melimpah di perairan Bawean. "Penangkap ikan itu ada di sekitar pulau ini, tetapi bukan orang Bawean. Kalau orang (nelayan) Bawean itu yang pakai jukong-jukong itu yang kira-kira jarak tempuhnya itu berapa mil dari laut, langsung pulang lagi," urainya.

Sementara nelayan yang profesional justru datang dari Kalimantan atau dari Pulau Jawa. "Potensi ikannya besar. Dan itu keliatan pada waktu musim-musim ikan," urainya.

Jazil yang juga wakil ketua umum PKB ini mengatakan, Bawean merupakan bagian dari Kabupaten Gresik yang umumnya menggunakan bahasa Madura. "Tetapi orang Bawean lebih suka disebut orang Bawean. Orang Madura itu disebut sebagai etnis pendatang di Pulau ini," urainya.

Masyarakat Bawean juga merupakan masyarakat multietnis karena banyak pendatang juga berasal dari luar Jawa seperti Makassar. "Karena dulu, Bawean menjadi bagian dari lalu lintas penjualan kopra di zaman tempo dulu. Ada juga etnis Palembang. Palembang itu dulu menguasai perdagangan Trans-Sumatera ke pulau itu ya, dulu disebutnya Kemas. Orang-orang yang punya saudagar dari Palembang disebutnya Kemas," urainya.

Ada pula etnis Kalimantan karena Bawean merupakan persimpangan. Namun, mayoritas penduduknya adalah etnis Bawean sendiri. "Bahasanya Madura, karena tokoh pengembang Islam dulu di Pulau Bawean ini menurut ceritanya orang Madura. Jadi bahasanya Madura," pungkasnya.
(eyt)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 3.2826 seconds (0.1#10.140)