Persoalan Papua Butuh Penanganan Komprehensif

Rabu, 21 Agustus 2019 - 14:42 WIB
Persoalan Papua Butuh Penanganan Komprehensif
Pengamat politik dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Airlangga Pribadi Kusman (berdiri) saat acara Diskusi publik Merawat Kebhinnekaan, Tangkal Ekstrimisme dengan Memperkuat Kesadaran ber-Pancasila di kampus B Unair, Surabaya. Foto/SINDOnews/Luk
A A A
SURABAYA - Pengamat politik dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Airlangga Pribadi Kusman menilai, masalah Papua tidak bisa diselesaikan dengan instan tapi membutuhkan penanganan yang komprehensif.

Tidak hanya melibatkan unsur-unsur pemerintah, tapi juga seluruh masyarakat Indonesia.

Hal itu dikatakan Angga, panggilan akrab Airlangga Pribadi Kusman kepada wartawan usai Diskusi publik "Merawat Kebhinnekaan, Tangkal Ekstrimisme dengan Memperkuat Kesadaran ber-Pancasila di kampus B Unair, Surabaya, Rabu (21/8/2019).

Menurut dia, untuk memecahkah persoalan Papua, yang paling penting adalah pemahaman tentang masyarakat Papua. “Mereka adalah bagian dari masyarakat Indonesia yang harus diperlakukan sebagaimana sesama anak bangsa, sebagai warga negara yang harus dihormati, yang memiliki hak-hak sipil dan politik dan menjadi bagian dalam naungan NKRI,” kata dia.

Menurut CEO The Initiative Institute ini, peristiwa Papua ini mengingatkan pentingnya membangun penghormatan atas Kebhinnekaan yang kini belum disadari oleh berbagai pihak.

“Artinya, bahwa yang paling penting ketika kita menghormati kebangsaan, adalah pengamalannya. Pengalamannya itu, bisa muncul dalam adanya respek dan tidak bersikap rasialis terhadap sesama anak bangsa. Saya yakin Papua bisa damai, apabila kita bisa memahami persoalan manusia,” kata dia.

Sementara itu, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jatim, Najib Hamid yang juga ikut dalam diskusi publik ini mengaku tidak bisa berpendapat terkait masalah Papua. Sebab, dirinya kurang begitu mengikuti perkembangan dari peristiwa tersebut.

"Namun secara umum, dalam konteks acara diskusi, saya menilai, sistem ekonomi yang kapitalistik seperti sekarang memicu kecemburuan sosial. Komunikasi sosial juga lemah yang itu memicu ekstrimisme," pungkas dia.
(nth)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.8673 seconds (0.1#10.140)