Aully Grashinta: Kasus Balita Jember Tak Hanya Faktor Lingkungan

Kamis, 15 Agustus 2019 - 23:50 WIB
Aully Grashinta: Kasus Balita Jember Tak Hanya Faktor Lingkungan
Psikolog Universitas Pancasila (UP) Aully Grashinta. Foto/Ist.
A A A
DEPOK - Bayi di Jember, ditemukan memeluk ayahnya yang sudah meninggal selama tiga hari, menyisakan banyak tanda tanya, utamanya terkait keluarga dan lingkungannya.

Menurut Psikolog Universitas Pancasila (UP) Aully Grashinta, kasus ini bukan terletak pada ketidakpedulian tetangga. Karena dalam kasus ini, korban juga dikenal tertutup sehingga tetangga menjadi sulit mengidentifikasi perilaku korban.

"Sulit juga untuk meminta warga lebih peduli dengan lingkungan sosialnya, jika warga sendiri tidak berusaha membuka diri," kata Shinta, Kamis (15/8/2019).

Dia menuturkan, pada dasarnya bukan lingkungan tidak mau peduli. Tapi mungkin kebiasaan korban juga tertutup sehingga sulit dipantau warga. "Sehingga tidak ada kebiasaan yang bisa dikenali oleh tetangga sehingga sulit juga bagi tetangga untuk mengenali ada apa dengan korban," ucapnya.

Dia menjelaskan, sebenarnya manusia masih bisa hidup 4-7 hari tanpa air dan bertahan 3 minggu tanpa makan. Sehingga jika diperkirakan ayahnya sudah meninggal dalam 3 hari, mana kemungkinan anak tersebut hidup masih ada.

"Mungkin hanya kondisinya lemah karena kurang cairan. Apalagi kalo cuaca dingin, tidak terlalu banyak cairan yang keluar dari tubuh," teegasnya.

Cara balita itu bertahan memang hanya bisa dilakukan dengan menangis. Karena memang tidak ada alternatif lain selain menangis. Secara fisik dan psikologis dia masih punya kekuatan untuk menangis.

"Mungkin karena tenaganya lemah, suara tangisnya tidak terdengar oleh tetangga. Pada usia itu anak tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi," tambahnya.

Tangisan itu hanya bisa dipahami oleh sang bayi. Mungkin dia merasa lapar atau haus, dingin namun ketika meminta pertolongan pada ayahnya ternyata ayahnya tidak merespon karena sudah meninggal.

"Sehingga anak itu merasa kesepian. Itulah kenapa menangis. Tujuannya adalah membangunkan ayahnya, bukan mencari pertolongan dari luar rumah," ungkapnya.

Shinta menjelaskan lebih dalam, mungkin saja 1-2 hari sebelumnya si anak belum menangis karena tidak paham dengan apa yang terjadi. Setelah berusaha minta tolong ayahnya tetapi tidak direspon, barulah dia kesal, sedih, bingung dan mulai menangis. "Tangisan inilah yang kemudian didengar oleh tetangga," pungkasnya.
(eyt)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.0292 seconds (0.1#10.140)